Masa Sunan Gunung Jati Pimpin Cirebon hingga Dikenal Jadi Kota Pelabuhan yang Potensial

13 Oktober 2022, 07:00 WIB
Masa Sunan Gunung Jati Pimpin Cirebon hingga Dikenal Jadi Kota Pelabuhan yang Potensial /lazada

PORTAL MAJALENGKA - Sekitar abad ke-15 sampai abad ke-16, Cirebon merupakan pangkalan penting bagi jalur pelayaran dan perdagangan antarpulau.

Saat itu, Cirebon sempat menjadi kota pelabuhan sebagai jalur lalu lintas perdagangan internasional dan bersandarnya kapal-kapal asing.

Pada mulanya, daerah ini merupakan sebuah perdukuhan nelayan yang bernama lemahwungkuk.

Baca Juga: Tes Kejelian Mata, Mencari 4 Perbedaan Pada Gambar Toko Ikan di Film Lupin dan Conan

Dukuh lemahwungkuk dibangun oleh Ki Gedheng Alang-Alang sebagai tempat permukiman masyarakat muslim sekitar.

Lambat laun, lemahwungkuk kemudian berkembang menjadi sebuah kota pelabuhan yang ramai disinggahi para pedagang asing. Seperti pedagang dari negeri China, Arab, India, Persia, dan Mesir.

Lemahwungkuk kemudian berganti nama menjadi Nagari Caruban Larang atau yang kini lebih dikenal dengan nama Cirebon.

Baca Juga: Nasib PKI yang Membantai 62 Orang Anggota Banser dan Ansor Kecamatan Muncar 18 Oktober 1965

Nama Cirebon perlahan mulai dikenal dan disegani ketika Islam masuk dan mulai menyebar di tengah masyarakat.

Menurut peneliti bernama Tome Pires dalam buku yang ditulis Eman Suryaman berjudul Jalan Hidup Sunan Gunung Jati, ia menggambarkan bahwa Cirebon pada masa itu merupakan kota pelabuhan yang dipimpin oleh seorang muslim.

Menurutnya, Islam telah hadir di Cirebon sekitar tahun 1470-1475. Hal ini merupakan sesuatu yang dianggap masuk akal.

Baca Juga: Ini yang Terjadi ketika Presiden Gus Dur Kena 'Semprot' Istri Kepala Protokoler Istana

Sebab saat itu, Raden Walangsungsang, sebagai penguasa Lemah Wungkuk atau Nagari Caruban Larang menyerahkan kekuasaannya pada keponakannya, Sunan Gunung Jati di tahun 1479.

Bahkan jika dilihat dari perkembangan Islam di Cirebon, justru kedatangannya lebih awal dari anggapan Tome Pires.

Sebab, pengembaraan Raden Walangsungsang dan adiknya, Nyai Rara Santang ke bukit Amparan Jati untuk menuntut ilmu agama kepada Syaikh Datuk Kahfi menunjukkan bahwa Islam sebenarnya sudah berkembang di daerah tersebut.

Baca Juga: Strategi Sunan Gunung Jati Sambut Tantangan Pangeran Welang Pemilik Pedang Curug Sewu

Hanya saja, pada masa itu, daerah tersebut belum diberi nama Cirebon. Karena nama itu baru muncul setelah Raden Walangsungsang bersama Ki Gedheng Alang-Alang membuka perkampungan di daerah Lemah Wungkuk.

Menurut Timo Pires, Cirebon pada masa itu merupakan kota pelabuhan yang sangat potensial, bagus, dan strategis.

Hal itu didukung dengan adanya empat jujung dan kurang lebih terdapat 10 lancana yang membuat pelabuhan Cirebon dapat dicapai dari berbagai daerah.

Baca Juga: Joko Tingkir Pendiri Kerajaan Mataram? Inilah Kisah Perjalanan Mataram yang Sekarang Menjadi Yogyakarta

Bahkan pada waktu itu, Cirebon dapat dicapai melalui sungai dengan menggunakan Jung. Di samping itu, terdapat pula pasar sebagai sentral ekonomi yang letaknya sekitar 1 Km dari istana.

Disclaimer: Artikel ini dikutip dari satu sumber. Membuka kemungkinan adanya perbedaan dari sumber sumber lainnya.***

Editor: Andra Adyatama

Sumber: Buku Jalan Hidup Sunan Gunung Jati karya Eman Suryaman

Tags

Terkini

Terpopuler