Sejarah Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon, Masa Keemasan Kiai Amin Sepuh Cucu Sunan Gunung Jati

15 Februari 2022, 18:35 WIB
WAKIL Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum menghadiri kegiatan di salah satu Pondok Pesantren di Babakan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon. Kompleks ponpes di Babakan tidak lepas dari peran Kiai Amin Sepuh. //DOK. HUMAS PEMPROV JABAR

PORTAL MAJALENGKA - Sangat menarik mengungkap sejarah perkembangan agama Islam di tatar Pasundan, salah satunya pondok pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon.

Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon adalah salah satu pondok pesantren tertua di tanah Jawa.

Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon juga memiliki sejarah yang sangat panjang dalam perkembangannya.

Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon awalnya hanya satu yakni Pondok Gede Raudlatul Tholibin. Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon didirikan sekitar tahun 1127 H/1705 M oleh Kiai Jatira.

Baca Juga: Pesantren Harus Lebih Waspada Modus Penipuan Mengatasnamakan Kemenag

Kiai Jatira adalah gelar dari KH Hasanuddin yang merupakan putra dari KH Abdul Latief dari desa Pamijahan Plumbon Cirebon. Beliau merupakan bagian dari Keraton Cirebon.

KH Hasanuddin atau Kiai Jatira adalah seorang pejuang agama yang sangat dekat dengan masyarakat miskin.

Desa Babakan saat itu merupakan tempat peristirahatan yang jauh dari keramaian, terutama dari pengaruh kekuasaan dan penjajah Belanda.

Kemudian dirintis sebuah pesantren sederhana yang diberi nama Pesantren Babakan. Stagnasi kepemimpinan dalam pesantren terjadi ketika Kiai Jatira meninggal dunia.

Baca Juga: 15 Kasus Positif Covid-19 Tercatat Sepanjang Gelaran Tes Pramusim MotoGP 2022 di Sirkuit Mandalika

Langkah kaderisasi di Pesantren Babakan mengakibatkan kegiatan pesantren terputus sampai sarana fisik tidak berbekas.

Sampai kemudian KH Nawawi menantu dari Kiai Jatira mambangun kembali Pondok Pesantren Babakan, yang letaknya satu kilometer ke arah selatan dari tempat semula.

Dalam mengasuh pesantren beliau dibantu oleh KH Adzro’i. Setelah itu pesantren dipegang oleh KH Ismail putra KH Adzro’i tahun 1225 H/1800 M.

Mulai tahun 1916 M pesantren diasuh oleh KH Amien Sepuh bin KH Arsyad, yang masih merupakan ahlul bait dari garis keturunan Sunan Gunung Djati.

Garis nasab itu terdapat dalam buku silsilah KH Amin Sepuh, yang disusun oleh KH Mudzakkir pada tahun 2007.

Baca Juga: Jelang Laga Persib vs PSIS, David Da Silva Kembali Unggah Insta Story, Pro Kontra Bobotoh Beri Komentar

KH Amien Sepuh tahun 1893 pernah nyantri di KH Cholil Bangkalan, bersama dengan KH Hasyim Asy’ari kakek Gus Dur dan terdapat dalam buku Kisah-Kisah Hikmah: KH Abdurrahman Arroisy.

Pada masa pengasuhan KH Amin Sepuh, Pondok Gede Babakan mencapai masa keemasan dan banyak andil dalam mencetak tokoh-tokoh agama yang andal.

Hampir semua kiai sepuh di wilayah Cirebon bahkan menyebar ke pelosok Indonesia adalah muridnya.

Sebut saja Kang Ayip Muh (Kota Cirebon), KH Syakur Yassin, KH Abdullah Abbas (Buntet), KH Syukron Makmun, KH Hannan, KH Sanusi, KH Machsuni (Kwitang), dan masih banyak murid Kiai Amin Sepuh yang tersebar di Nusantara.

KH Amien Sepuh menekuni Pesantren Babakan sebagai tempat pengabdiannya terhadap masyarakat Islam khususnya.

Baca Juga: UPDATE Klasemen BRI Liga 1: Bhayangkara FC Tempel Ketat Arema FC, Persib Bandung Berjuang Lawan PSIS Malam Ini

Setelah 25 tahun mengembangkan Pesantren Babakan, tahun 1940-an, yaitu pasca kemerdekaan, beliau sekaligus berjuang bagi kemerdekaan RI.

Bahkan dalam perang 10 November 1945 Surabaya, para kiai khos termasuk KH Hasyim Asy’ari menunggu kabar dari KH Amin Sepuh sebelum mengeluarkan Fatwa Jihad.

KH Amin Sepuh bersama beberapa anaknya, para kiai Cirebon dan Jawa Barat juga para ustadz, santri dan masyarakat benar-benar berjuang ke surabaya, Jawa Timur.

Bahkan kabarnya yang menembak Jendral Mallaby dari Inggris yang diboncengi Belanda (NICA), adalah anak buah KH Amin Sepuh yang bernama Kiai Sholeh wafat disana.

Pasca revolusi kemerdekaan, beliau dibantu adik iparnya sekaligus muridnya KH Sanusi terus mengembangkan pesantren dengan berbagai tantangan.

Baca Juga: Forum Pimred PRMN Nilai Data Survei Imogen Terkait Indonesian Media Landscape 2022 Keliru

Bahkan yang dahsyat adalah ketika Agresi Belanda II tepatnya tahun 1952, pondok pesantren diserang Belanda.

KH Amin sepuh dinilai sebagai sesepuh cirebon merupakan pejuang yang menentang penjajah. Pondok dibakar dan dikepung. para santri pergi dan para Pengasuh beserta keluarga mengungsi.

Dua tahun kemudian, tahun 1954, Kiyai sanusi yang masih salah satu murid KH Amin Sepuh adalah orang yang pertama kali datang dari pengungsiannya.

Sisa-sisa kitab suci berantakan, termasuk karya-karya KH Amin Sepuh habis dibakar. Bangunan hancur dan nampak angker. Semua itu secara bertahap dibereskan lagi.

Tahun 1955 KH Amin Sepuh kembali ke Babakan, kemudian para santri banyak berdatangan dari berbagai pelosok.

Baca Juga: Anies Laporkan Progres Revitalisasi TIM: Bakal Lengkapi Predikat Kota Sastra Dunia?

KH Amin sepuh yang menjadi pengasuh Pondok Gede kembali memberikan pelajaran-pelajaran agama kepada para santrinya yang makin lama makin meluap.

Pondok Raudhatul Tholibin tidak dapat menampung para santri, hingga santrinya dititipkan di rumah-rumah ustadz seperti KH Hanan, di rumah KH Sanusi, dan beberapa kiai lainnya.

Hingga kelak anak cucunya membentuk dan mengembangkan pesantren-pesantren seperti sekarang ini. Sehingga pondok yang awalnya hanya satu (Ponpes Raudlotut Tholibin) sekarang banyak. *

Editor: Ayi Abdullah

Tags

Terkini

Terpopuler