Korban G30S PKI, Sang Penasihat Agung dan Intelijen Andal, Siapakah Dia?

- 30 September 2022, 18:44 WIB
Korban G30S PKI, Sang Penasihat Agung dan Intelijen Andal, Siapakah Dia?
Korban G30S PKI, Sang Penasihat Agung dan Intelijen Andal, Siapakah Dia? /Instagram/@kotarajatv/

PORTAL MAJALENGKA - Situasi malam 30 September menjelang 1 Oktober 1965 menjadi mencekam. Malam itu dikenal dengan peristiwa gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia atau G30S PKI.

Terutama bagi keluarga korban G30S PKI. Bagaimana tidak? Segerombolan tentara mengatasnamakan utusan Presiden Indonesia kala itu menculik bahkan tak segan menodongkan senjata kepada para jenderal.

Gerombolan bersenjata yang terlibat G30S PKI berjuluk tentara hitam yang tega membunuh para jenderal.

Baca Juga: Mantan Ajudan Panglima Besar Jenderal Soedirman Jadi Korban G30S PKI, Siapakah Dia?

Para jenderal yang menjadi korban disebut sebagai Dewan Jenderal yang sampai saat ini tuduhan tersebut tidak terbukti.

Dilansir dari buku Ensiklopedia Pahlawan Nasional (2015:126), salah satu jenderal yang menjadi korban G30S PKI merupakan sang penasihat agung dan seorang intelijen yang andal.

Dia merupakan seorang penyusun organisasi militer yang patut diperhitungkan.

Baca Juga: Sempat Terjatuh, Marc Marquez Tercepat Pada Sesi Latihan Bebas 1 MotoGP Thailand 2022

Seorang pemecah teka-teki gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) Westerling yang akan menghabisi para tokoh militer Indonesia.

Meskipun Westerling berhasil lolos, namun akhirnya tentara Indonesia dapat membongkar target pembunuhan yakni Menteri Pertahanan Hamengku Buwono IX, Kepala Staf TB Simatupang, dan Ali Budiardjo pada 1950.

Maka tak heran jika jenderal satu ini bersikukuh menolak gerakan PKI untuk membuat angkatan kelima saat itu.

Baca Juga: LINK LIVE STREAMING Timnas Indonesia U16 vs Guam Pada Kualifikasi Piala Asia U17 2023

Saat remaja, ia sempat bersekolah di bidang kedokteran di Batavia yakni GHS (Geneeskundige Hogesschool). Namun terhenti karena Jepang mengambil alih kekuasaan pada 1942.

Namun justru dari situlah ia mengawali dunia militernya. Ia kemudian melanjutkan pendidikan Kenpei Kasya Butai di negeri Jepang, yaitu sebuah pendidikan khusus intelijen.

Tak tinggal diam. Ia pun masuk ke Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yaitu Tentara RI yang dibentuk setelah proklamasi kemerdekaan.

Baca Juga: MENGENAL Ikan Channa Torsaensis, Jebolan Artis Channa India Terbaru

Perjalanan karir militernya mulai bangkit berawal pada Desember 1945. Saat itu ia diangkat menjadi Kepala Staf Markas Besar Polisi Tentara (PT) di Yogyakarta.

Ia juga diketahui aktif berjuang dengan melakukan perang gerilya saat Agresi Militer II Belanda.

Pada Desember 1949, ia ditugaskan sebagai Kepala Staf Gubernur Militer Jakarta Raya dan di tahun 1950. Ia berhasil menggagalkan operasi Westerling.

Baca Juga: Mantan Ajudan Panglima Besar Jenderal Soedirman Jadi Korban G30S PKI, Siapakah Dia?

Para pelaku yang akan melakukan pembunuhan ditangkap meskipun Westerling sendiri lolos dari penyerbuan.

Karena prestasinya, ia kemudian dikirim ke Amerika Serikat untuk mengikuti pendidikan di Association Military Company Officer dan menjadi Kepala Staf Umum Angkatan Darat kemudian ditugaskan di Kementerian Pertahanan.

Tak disangka dengan kemampuan intelijen militer dan sebagai pengajar di pusat pendidikan AD, ia lalu diangkat menjadi Atase Militer RI di London, Inggris pada 1959.

Baca Juga: Sejarah Singkat Batik Dan Peringatan Hari Batik Nasional Tanggal 2 Oktober

Tiga tahun berikutnya, ia diserahi tugas sebagai Asisten I Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad) hingga
pangkatnya naik menjadi Mayor Jenderal pada Agustus 1964.

Namun kemudian ia dimusuhi oleh orang-orang PKI atas ketidak setujuannya terhadap cara pikir PKI. Dialah Mayjen S Parman.

Oleh PKI, Mayjen S Parman disebut-sebut menjadi bagian dari Dewan Jenderal yang dituduh akan melakukan pengambilan kekuasaan.

Baca Juga: MATERI TEST TULIS Calon Anggota Panwascam untuk Pemilu 2024

Ia bernama lengkap Siswondo Parman, yang lahir di Wonosobo, Jawa Tengah pada 4 Agustus 1918.

Pada dini hari 1 Oktober 1965, Jenderal S Parman diculik dan dibawa ke lubang
buaya yang kemudian ia ditembak mati
oleh para anggota PKI.

Jenazahnya kemudian dilempar ke dalam sebuah sumur yang kini dikenal dengan sebutan Lubang Buaya.

Baca Juga: SURAT TERBUKA CINTA TRALALA untuk Kapolri Listyo Sigit, Masyarakat Lebih Percaya Hotman Paris

Kini jenazahnya telah dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta dan pemerintah menaikkan pangkatnya menjadi Letnan Jenderal anumerta.

Jenderal S Parman oleh pemerintah dianugerahi gelar pahlawan revolusi pada 5 Oktober 1965 dengan dasar penetapan Keppres No. 111/KOTI/1965.***

Editor: Husain Ali

Sumber: Ensiklopedia Pahlawan Nasional (2015) karya Kuncoro Hadi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah