Status Pencalonan Prabowo-Gibran Usai Ketua KPU Terbukti Langgar Kode Etik

6 Februari 2024, 17:02 WIB
Prabowo –Gibran menyalami pendukung saat di lokasi debat kelima Pilpres 2024 di Balai Sidang Jakarta di kawasan Senayan, Jakarta, /Dok: Antara/

PORTAL MAJALENGKA - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memvonis Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari dan enam anggota lainnya melanggar kode etik dalam menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden Pemilu 2024.

Hasyim Asy'ari dijatuhi sanksi berupa peringatan keras terakhir. Selain Hasyim, anggota KPU RI lainnya, yakni Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, Idham Holik dan M Afifuddin, juga dijatuhi sanksi peringatan oleh DKPP.

Berkenaan dengan adanya sanksi DKPP kepada Ketua KPU Hasyim Asy'ari, Pakar Hukum Tata Negara Fahri Bachmid berpendapat bahwa hal itu tidak akan berdampak apa pun kepada pasangan calon nomor urut 2 Prabowo-Gibran.

Baca Juga: AWAS! Bawa Alat Perekam di Bilik Suara Termasuk Pidana Pemilu

Fahri Bachmid dalam keterangan tertulisnya yang diterima Antara di Jakarta, Senin, 5 Februari 2024 dan dikutip Portal Majalengka mengatakan, sanksi DKPP tersebut tidak memiliki implikasi konstitusional serta hukum apa pun terhadap pasangan calon presiden-calon wakil presiden nomor urut 2, Prabowo-Gibran.

"Tidak mempunyai implikasi konstitusional serta hukum apa pun terhadap pasangan calon presiden-calon wakil presiden Prabowo Subianto Gibran dan Rakabuming Raka. Eksistensi sebagai 'legal subject' pasangan calon presiden dan wakil presiden adalah konstitusional serta 'legitimate'," kata Fahri dalam keterangan tertulisnya.

Lebih rinci Fahri menjelaskan bahwa dalam membaca putusan DKPP ini harus dilihat pada dua konteks yang berbeda. Ia menyebutkan bahwa konteks pertama adalah status konstitusional KPU sebagai subjek hukum yang diwajibkan untuk melaksanakan perintah pengadilan.

Baca Juga: Marwah Pemilu Wajib Dijaga

Perintah pengadilan yang dimaksud disini adalah Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 dalam pencalonan peserta pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2024.

Sementara konteks kedua menurut Fahri adalah bahwa dalam melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi "a quo" tindakan KPU dianggap tidak sesuai dengan tata kelola administrasi tahapan pemilu. Sehingga berkonsekuensi terjadi pelanggaran etik.

Fahri berpendapat bahwa dalam pertimbangan yuridis putusan DKPP mengatakan bahwa dalam melaksanakan putusan MK, tindakan KPU selaku teradu tidak sejalan dengan tata kelola administrasi tahapan pemilu.

Baca Juga: Pengawasan Logistik Pemilu Sangat Krusial, JPPR Cirebon Ingatkan Pentingnya Kecermatan dan Integritas Pengawas

Dalam hal itu Fahri lebih lanjut menjelaskan bahwa KPU seharusnya menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut, segera menyusun rancangan perubahan PKPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

Namun pada hakikatnya, lanjut Fahri, itu merupakan ranah etik yang tentunya dapat dinilai secara etik sesuai Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.

"Artinya KPU seharusnya segera menyusun rancangan perubahan PKPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden sebagai tindaklanjut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023, tetapi pada hakikatnya itu merupakan ranah etik yang tentunya dapat dinilai secara etik sesuai Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu," ujar Fahri.

Baca Juga: Prabowo Tutup Debat Final Capres 2024 dengan Minta Maaf pada Kedua Rivalnya serta KPU, Ingatkan Persatuan

Sementara itu, Ketua DKPP Heddy Lugito mengatakan pelanggaran kode etik Ketua KPU beserta komisioner lainnya tidak memengaruhi pada pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden Pilpres 2024.

Menurutnya vonis yang telah diputuskannya tersebut terhadap Hasyim Asy'ari dkk, itu murni soal kode etik. Sehingga menurutnya hal tersebut tidak ada kaitannya dengan status Gibran yang kini menjadi peserta pemilu.

"Nggak ada kaitannya dengan pencalonan juga, ini murni soal etik, murni soal etik penyelenggara pemilu," kata Heddy saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.

Baca Juga: Bawaslu Susun Peta TPS Rawan, Tingkatkan Pengawasan Jelang Pemilu 2024

Dia mengatakan keputusan atau vonis dari DKPP itu tidak bersifat akumulatif, sehingga perkara pengaduan Ketua KPU itu berbeda dengan perkara pengaduan yang lainnya. Menurutnya putusan itu pun tidak membatalkan pencalonan Gibran sebagai calon wakil presiden.

"Tidak ada putusan akumulatif di DKPP, perkaranya beda. Yang dulu yang soal pengaduan lain ya berbeda, itu aja," tuturnya.

Hasyim bersama enam anggota lain KPU RI diadukan oleh Demas Brian Wicaksono dengan perkara Nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023, Iman Munandar B. (Nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023), P.H. Hariyanto (Nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023), dan Rumondang Damanik (Nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023).***

Editor: Andra Adyatama

Tags

Terkini

Terpopuler