Dominasi Politik Uang dalam Penyelenggaraan Pilkades, Lahirkan Pemimpin Tanpa Kepemimpinan

7 Juli 2023, 16:30 WIB
Ilustrasi politik uang yang sering muncul di perhelatan pilkades maupun pemilu. /

 

PORTAL MAJALENGKA - Politik uang, kampanye hitam, intimidasi, penggunaan fasilitas keagamaan untuk advokasi dan kegiatan kampanye di luar jadwal merupakan permasalahan yang kerap ditemukan baik dalam pemilu maupun pilkades.

Permasalahan politik uang sering muncul baik dalam pemilu ataupun pilkades dan dapat menghambat jalan proses demokrasi.

Tindakan seperti itu sangat berdampak dan mempengaruhi hasil khususnya pada Pemilihan Kepala Desa. Tindakan politik uang juga dapat melahirkan pemimpin tanpa kepemimpinan.

Menurut Reza A.A Wattimena, Pemimpin adalah jabatan formal. Biasanya, orang menyebutnya sebagai manajer, bos, atau direktur.

Menurut Reza, kepemimpinan adalah isi utama dari seorang pemimpin, termasuk nilai-nilai yang dimilikinya dalam membuat keputusan.

Baca Juga: Pemilihan Kuwu dan Politik Uang; Sebuah Pembelajaran Politik

Jadi pemimpin tanpa kepemimpinan sama seperti sekolah tanpa pendidikan, itu tak berguna, dan justru menghambat perkembangan.

Salah satu tantangan besar demokratisasi dalam lingkup desa saat ini adalah maraknya politik uang (money politics) dalam Pilkades.

Fenomena politik uang ini sangat tampak jelas terlihat di beberapa daerah. Dan hal itu tidak hanya dilakukan oleh calon Kepala Desa saja, namun diduga ada pula bandar judi yang turut bermain dalam praktik politik uang tersebut.

Biasanya bandar judi dari sekitar desa akan berdatangan untuk meramaikan pasar taruhan dan kalau mungkin ikut mempengaruhi hasil pemilihan.

Fenomena negatif tersebut muncul dalam transisi demokrasi di Indonesia. Secara teoretis, (Markoff, 1996) menunjukkan adanya fenomena hybrid dalam demokrasi pada masa transisi.

Ada campuran unsur-unsur demokratis dengan elemen-elemen non demokratis yang dapat ditemukan secara bersamaan dalam suatu sistem politik.

Politik uang (money politics) merupakan salah satu fenomena negatif mekanisme elektoral di dalam demokrasi.

Baca Juga: Bawaslu Tangani 2 Dugaan Pelanggaran Politik Uang di Pilkada Indramayu

Politik uang yang tumbuh di negara demokrasi yang belum kuat seperti Indonesia ini, sering dipakai sebagai alat untuk memobilisasi dukungan.

Desa sebagai unit pemerintahan terendah yang berhubungan langsung dengan rakyat dan diharapkan dibangun di atas format demokrasi.

Desa yang merupakan unit pemerintahan terbawah, diharapkan mampu dibangun di atas format demokrasi tersebut.

Sementara di sisi lain, praktik politik uang dalam Pemilihan Kepala Desa telah menjadi realitas sosial dan politik dengan berbagai pola (pattern).

Dalam tata cara politik dan demokrasi rakyat, politik uang dianggap sebagai “kebiasaan” dan “kewajaran”.

Di sini para aktor praktik politik uang dapat dibagi Dalam dua kategori; yakni pelaku langsung (direct actor) dan pelaku tidak langsung (indirect actor).

Di antara para pelaku langsung politik uang dalam Pemilihan Kepala Desa ini terdiri dari Tim Sukses Calon Kades dan pemain judi.

Adapun yang termasuk kategori pelaku tidak langsung meliputi Calon Kepala Desa dan Bandar judi.

Baca Juga: Dugaan Politik Uang di Pilkada Indramayu Rp25 Ribu Dibagi Jelang Pencoblosan

Tim Sukses yang dibentuk oleh Calon Kepala Desa dimanfaatkan untuk kepentingan pemenangan calon kepala desa tersebut.

Biasanya mereka berperan sebagai pelaku langsung politik uang yang terjun langsung ke lapangan dengan membagi-bagikan sejumlah uang kepada beberapa kelompok sasaran.

Calon Kades menyediakan sejumlah uang yang kemudian dicairkan kepada anggota Tim Sukses untuk dibagi-bagikan kepada penduduk desa.

Secara tidak langsung calon kepala desa berpengaruh besar terhadap maraknya politik uang dalam Pilkades.

Dana Calon kepala desa bisa berasal dari miliknya sendiri, dan adapula berasal dari orang kaya yang “meminjamkan.”

Kenyataan akan adanya peminjaman uang ini banyak diakui oleh para mantan kades, sayangnya mereka tidak mau disebutkan.

Mereka menjelaskan bahwa uang yang mereka pinjam memiliki imbalan bisa berupa komitmen dari Calon Kades untuk melindungi kepentingan-kepentingan bisnis dan keamanan kemanusiaan (business and human security) si orang kaya tersebut.

Praktik politik uang di dalam Pilkades tersebut dapat menjadi tanda menipisnya kerelawanan politik dalam konteks yang lebih luas.

Baca Juga: Bawaslu Cianjur Terima Laporan Dugaan Politik Uang

Sebuah fenomena penurunan kualitas demokrasi di tingkat desa. Praktik politik uang ini juga secara langsung menyebabkan lunturnya nilai-nilai demokrasi.

Memang sangat Ironis, sebagian besar perhelatan pemilu terutama Pilkades masih didominasi oleh keluhan terkait dugaan politik uang.

Sejarah perjalanan demokrasi ini memang masih menyisakan masalah sosial yang berkepanjangan.

Kendati demikian sistem politik yang satu ini masih diyakini mampu memberikan ruang untuk terbukanya perubahan ke arah tujuan yang lebih baik.

Uang pada saat ini dianggap sebagai media yang paling efektif untuk menghegemoni masyarakat dan menggiring massa untuk membuat pilihan tertentu.

Praktik politik uang ini pada dasarnya sudah dilarang melalui peraturan perundang-undangan, namun hingga saat ini, ketika menjelang pemilihan praktik tersebut masih banyak ditemui. *

Editor: Ayi Abdullah

Tags

Terkini

Terpopuler