Implementasikan Pembelajaran Etnosains di SD, Dosen Pendidikan Biologi UNMA Sosialisasikan 'Brem' Majalengka

- 5 Maret 2023, 08:56 WIB
Tim peneliti dari dosen Pendidikan Biologi Universitas Majalengka yang terdiri dari Vitta Yaumul Hikmawati, M.Pd, Aden Arif Gaffar, M.Pd, M.Kurnia Sugandi, M.Pd dan Iim Halimatul Mu’minah, M.Pd berusaha mengkaji dan mensosialisasikan potensi kuliner lokal "Brem" yang mulai langka ini.
Tim peneliti dari dosen Pendidikan Biologi Universitas Majalengka yang terdiri dari Vitta Yaumul Hikmawati, M.Pd, Aden Arif Gaffar, M.Pd, M.Kurnia Sugandi, M.Pd dan Iim Halimatul Mu’minah, M.Pd berusaha mengkaji dan mensosialisasikan potensi kuliner lokal "Brem" yang mulai langka ini. /Pikiran Rakyat/Portal Majalengka/Dudu Suhandi Saputra

PORTAL MAJALENGKA - Siapa yang tahu makanan khas Majalengka yang satu ini, bentuknya bulat pipih, warnanya putih dan rasanya manis segar.

Orang lebih mengenal makanan yang satu ini sebagai ciri khas daerah Madiun atau mungkin Wonogiri, tapi tidak banyak yang tahu kalau Majalengka juga memiliki kuliner khas bernama Brem.

Pengucapan brem khas Majalengka berbeda dengan brem khas Madiun ataupun Wonogiri, masyarakat Majalengka sendiri menyebutnya “berem” atau dengan penambahan vokal “e pepet” diantara huruf b dan r.

Baca Juga: Brem Khas Majalengka, Kuliner Lezat yang Wajib Dicoba

Brem merupakan salah satu kuliner khas Majalengka yang keberadaannya mulai langka. Kelangkaan brem sebagai makanan tradisional disebabkan karena pengolahannya yang cukup rumit dan memakan banyak waktu mulai dari pemilihan beras, pencucian, penirisan, pemasakan, peragian, pencetakan dan penjemuran.

Cemilan yang memiliki sensasi asam segar dari sari beras ketan yang difermentasi ini memang memiliki nama dan proses pengolahan yang hampir sama dengan brem khas Madiun yang sudah lebih tersohor, namun bukan berarti brem Majalengka tidak memiliki kekhasan dibanding brem Madiun.

Baik secara bentuk ataupun cita rasanya, kedua jenis brem ini memiliki perbedaan. Brem khas Madiun berbentuk kotak atau balok dan berwarna putih kecokelatan sedangkan brem khas Majalengka bulat pipih seperti logam dengan warna putih bersih.

Baca Juga: Food Estate: Terlalu Banyak Mudaratnya daripada Manfaatnya

Cita rasa dan aroma brem dari kedua daerah ini pun memiliki kekhasan masing-masing yang dapat dijadikan preferensi cemilan kala menikmati secangkir teh hangat.

Tim peneliti dari dosen Pendidikan Biologi Universitas Majalengka yang terdiri dari Vitta Yaumul Hikmawati, M.Pd, Aden Arif Gaffar, M.Pd, M.Kurnia Sugandi, M.Pd dan Iim Halimatul Mu’minah, M.Pd berusaha mengkaji dan mensosialisasikan potensi kuliner lokal yang mulai langka ini.

Salah satu bentuk implementasinya yaitu dengan mengenalkan brem pada siswa sekolah dasar. Sosialisasi dilakukan oleh Vitta Yaumul Hikmawati, M.Pd sebagai ketua Tim peneliti pada Jumat 3 Maret 2023 lalu di SDIT Insan Kamil Majalengka dengan tema “Berkenalan dengan Si Manis Segar Khas Majalengka yang Mulai Langka”.

Baca Juga: MURAH HANYA 1 JUTAAN, Samsung Galaxy A04E vs Vivo Y01/Y01A, Cek Harganya Bila Beli di Majalengka

Sosialisasi dilakukan pada siswa kelas 3 yang sebagian besar siswa sama sekali tidak pernah mengenal brem, hanya sekitar 13% siswa yang telah mengenal dan pernah mencicipi makanan khas Majalengka yang satu ini.

Persentase ini sangat memprihatinkan mengingat brem merupakan pangan lokal yang menjadi bagian dari identitas komunitas masyarakat Majalengka, khususnya diproduksi di daerah Rajakepok Desa Bantrangsana, Kecamatan Panyingkiran.

“Brem merupakan salah satu kearifan lokal yang sangat potensial untuk digunakan sebagai sumber belajar khususnya dalam pembelajaran sains,” ujar Vitta Yaumul Hikmawati, M.Pd, Minggu 5 Maret 2023.

Baca Juga: Refleks Daffa Fasya dan Gol Tunggal Hokky Caraka, Sukses Antar Timnas Indonesia Atasi Suriah di Piala Asia U20

Memberdayakan potensi kearifan lokal sebagai sumber belajar merupakan upaya untuk menginventarisasi pengetahuan asli (indigenous knowledge) agar eksistensinya tidak tergerus oleh budaya asing.

Lebih lanjut ia menuturkan, upaya ini juga dapat digunakan sebagai celah untuk merekonstruksi pengetahuan lokal ke dalam konfigurasi yang terbarukan misalnya dengan mengembangkan inovasi brem rasa buah mangga gincu sebagai buah khas Majalengka.

"Pembelajaran tidak bersifat tekstual semata jika dalam prosesnya diintegrasikan dengan kearifan lokal, sehingga diharapkan pembelajaran lebih bermakna dan siswa bisa lebih menghargai identitas komunitas tempat tinggalnya sendiri," tuturnya.

Baca Juga: HATI-HATI Kebiasaan ini Bisa Sebabkan Kolesterol Tinggi, ini Solusinya

Sentra Brem di Kecamatan Panyingkiran

Ilustrasi Brem Majalengka
Ilustrasi Brem Majalengka

Selama ini, produk brem identik dengan daerah Madiun. Masyarakat jarang mengetahui kalau ternyata di Majalengka, tepatnya di Desa Bantrangsana Kecamatan Panyingkiran ada kerajinan makanan brem.

Salah seorang perajin brem, Dede saat dikunjungi tampak sedang sibuk merapihkan satu persatu cobek di bawah sebuah terpal.

Ia menempatkan satu persatu dari ratusan cobek kecil berdiameter sekitar 20 cm dengan rapih. "Cobek-cobek kecil ini untuk menjemur cairan yang sudah diperas," ujar Dede.

Baca Juga: Luar Biasa! Inilah Khasiat Daun Jambu Biji untuk Kesehatan, Mengatasi Nyeri Haid Salah Satunya

Dede merupakan pembuat brem di Dusun Rajakepok Desa Bantrangsana Kecamatan Panyingkiran. Sejak kecil pria kurus ini belajar membuat brem dari sang ayah. 

Desa Bantrangsana dulunya dikenal sebagai desa pembuat brem. Namun, peminat brem semakin berkurang. Di desa tersebut hanya menyisakan dua perajin brem.

Satu di antaranya Dede. "Sekarang banyak yang beralih membuat rengginang," ujarnya.

Baca Juga: Proses Mengolah Air Sumur untuk Akuarium Ikan Hias Channa atau Lainnya,  Aman dan Terbukti

Proses Pembuatan Brem

Brem tidak sulit dibuat. Cara pembuatannya sangat mirip dengan tape. “Bahan utamanya beras ketan," katanya.

Setiap hari Dede bisa menghabiskan 10 kilogram beras ketan. Beras ketan itu terlebih dahulu ditapi dan dicuci bersih.

Beras kemudian dikukus dan didinginkan dan dicuci kembali. Beras ketan kemudian ditiriskan sampai benar-benar kering. "Lalu dikukus lagi untuk kedua kalinya," katanya.

Setelah tanak, beras didinginkan lagi sekitar 4 sampai 5 jam. "Baru diberi ragi," katanya.

Baca Juga: Perlu Kamu Ketahui, Berikut manfaat Buah Jambu Kristal bagi Kesehatan dan Kecantikan

Setelah itu ditempatkan di boboko, wadah dari bahan bambu. Beras ketan yang sudah diragi baru bisa diolah setelah empat hari. 

Setelah empat hari, kata dia, beras ketan diperas untuk diambil airnya.

Beras ketan dimasukkan ke karung bekas beras yang terbuat dari plastik, dan dibungkus menggunakan kain.

Di atasnya diberi batu atau potongan kayu lalu pemerasan dimulai dengan menggerakkan sebuah tuas dari kayu juga. "Airnya ditampung di baskom," jelasnya. 

Baca Juga: Rasakan Manfaat Buah Jambu Biji untuk Kesehatan Anak, Salah Satunya Memperkuat Sistem Imun

Air perasan dipindahkan pelan-pelan ke dalam cobek untuk dijemur. Proses penjemuran memang harus menggunakan cobek.

"Kalau tidak menggunakan cobek, susah keringnya. Kalau cobek ada pori-porinya sehingga cepat mengental," ungkapnya. 

Setelah cairan mengental, pindahkan ke dalam baskom dan mulai dicetak. Pencetakan pun mudah.

Hanya menggunakan sebuah sendok teh. Yaitu cairan yang sudah mengental itu diciduk menggunakan sendok teh lalu ditaruh di atas plastik besar dan dipipihkan sampai menjadi tipis.

Baca Juga: KETAHUI 5 Manfaat Pelihara Ikan Mas Koki, Nomor 5 Anda Boleh Tidak Percaya

Begitu seterusnya sampai seluruh cairan yang mengental itu habis.

Pencetakan selesai, penjemuran kembali dimulai. Plastik yang berisi cetakan-cetakan brem lalu ditempatkan di sebuah wadah dari bambu lalu dijemur. "Jadilah brem," ujarnya.

Proses penjemuran hanya membutuhkan 1 jam di musim panas. Pada musim penghujan dibutuhkan waktu hingga 4 jam.

Baca Juga: Lubang Raksasa Muncul Tiba-tiba di Tengah Jalan Alamsyah Kotabumi Lampung Utara Bikin Resah Warga

Tiap 10 kilogram beras ketan bisa menghasilkan hingga 2 ribu keping brem tipis dan kecil. Pemesanan meningkat pada hari-hari besar, seperti muludan, lebaran, natal dan tahun baru.

Terkadang Dede menerima pesanan dari pelanggan lama. "Saya dipasok hingga 100 kilogram beras ketan," katanya. Semuanya untuk diolah menjadi brem.***

Editor: Andra Adyatama


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x