Nuansa Tionghoa
"Wijkenstelsel dan passenstelsel di Bogor ada sejak 1866," kata David Kwa, pengamat sejarah dan pegiat Bogor Heritage seperti dikutip dari Buku Napak Tilas Jalan Daendels karya Angga Indrawan.
Wijkenstelsel membagi zona wilayah berdasarkan etnis penghuninya. Passenstelsel —yang melengkapi zona pemukiman— mewajibkan orang-orang Tionghoa membawa kartu pas jalan saat melakukan perjalanan keluar dari daerahnya. Batavia telah lebih dulu menerapkan peraturan ini.
Sebelumnya, dalam Regeringsreglement tahun 1854, pemerintah Hindia Belanda membagi masyarakat dalam tiga golongan besar, yaitu Europeanen (golongan orang Eropa), Vreemde Oosterlingen (Timur Asing), dan Inlander (pribumi).
Pada pembagian secara rasial ini, orang Cina dimasukkan dalam kelompok Timur Asing bersama orang India, Arab, dan Melayu. Pemisahan ini dimaksudkan untuk alasan keamanan.
Peraturan berikutnya adalah wijkenstelsel, pemusatan permukiman orang Tionghoa, yang dikeluarkan pada tahun 1866 dan dimuat dalam Staatsblad van Nederlandsch Indie No 57.
Peraturan ini menyebutkan bahwa para pejabat setempat menunjuk tempat-tempat yang dapat digunakan sebagai wilayah permukiman orang Tionghoa dan Timur Asing lainnya. Peraturan ini untuk alasan keamanan.
Bertujuan agar orang-orang tersebut mudah diawasi. Mereka yang melanggar dengan tetap tinggal di luar dari wilayah yang telah ditentukan akan dikenai sanksi ataupun denda.
Diketahui sebelumnya, kebijakan ini dibuat menyusul trauma pembantaian keturunan Tionghoa ekor dari Geger Pacinan pada 1740. "Belanda takut jika interaksi Tionghoa dan pribumi berbuah semangat perlawanan,” tambah pengamat sejarah Bogor Eman Sulaeman.