Baca Juga: Majalengka Tambah 6 Kasus Covid-19
Jalur ini merupakan lintasan dari arah Majalengka menuju Cirebon.
Sementara itu, Kamad menuturkan, dalam sehari dirinya bisa memperoleh pendapatan minimum Rp 15 ribu.
“Mereka yang membeli batu kerikil ini biasanya membawa kendaraan sendiri. Tetapi, kalau kebetulan mereka tidak membawa kendaraan, maka kami yang mengantarnya hingga tujuan dengan menyewa,” jelasnya.
Baca Juga: Surya Darma: Segera Kembalikan Pasar Jatitujuh dan Panjalin ke Desa Masing-masing!
Kamad mengungkapkan, sebelum berkecimpung dalam mekprek batu, sebagian perajin di sana merupakan perajin anyaman bambu, antara lain memproduksi alat menanak nasi (aseupan), kipas (hihid), dan tempat mencuci beras atau tempat nasi yang biasa disebut ceceting.
Produk seperti aseupan sekarang ini agak kurang laku, apalagi dengan kehadiran alat menanak nasi modern berbasis elektronik, seperti magic com atau rice cooker.
Diakuinya, peminat aseupan sendiri sebenarnya masih ada, namun relatif kecil.
Baca Juga: Sengketa Lahan Pasar Jatitujuh dan Pasar Panjalin dengan Pemkab Majalengka, Ini Kronologisnya!
“Ya, akhirnya kami melihat peluang usaha dari mekprek batu ini,” katanya seraya menyebutkan sebagian besar usaha ini dilakukan oleh ibu-ibu.