Kisah Mistis Jembatan Kali Sewo Perbatasan Indramayu-Subang yang Terkenal dengan Penyapu Koin

- 24 April 2024, 17:23 WIB
Terlihat orang-orang memegang sapu di Jembatan Kali Sewo perbatasan Subang dan Indramayu, ternyata ada kisah mistis dibaliknya.
Terlihat orang-orang memegang sapu di Jembatan Kali Sewo perbatasan Subang dan Indramayu, ternyata ada kisah mistis dibaliknya. /Instagram.com/@tatsu7584/

PORTAL MAJALENGKA - Jembatan Kali Sewo perbatasan Indramayu-Subang yang terkenal dengan para penyapu koin memang   tak pernah habis-habisnya.

Pasalnya setiap waktu para penyapu koin ini selalu ada di sekitar jembatan kali sewo, bahkan pada momentum mudik lebaran para penyapu koin ini akan lebih banyak lagi.

Jembatan Kali Sewo merupakan sebuah jembatan yang terbentang di atas Kali Sewo yang berlokasi di wilayah Kecamatan Sukra Kabupaten Indramayu dan Kecamatan Pusakanagara Kabupaten Subang, sekaligus menjadi pembatas antara Kabupaten Subang dan Indramayu.

Baca Juga: Misteri Jembatan Kali Sewo Perbatasan Indramayu-Subang Hingga Tradisi Tabur Koin

Jembatan Kali Sewo ini menjadi salah satu jembatan terpopuler yang berada di jalur pantai utara Jawa Barat.

Pasalnya, di jembatan Kali Sewo setiap harinya selalu ramai berjejer di sepanjang jembatan tersebut untuk menyapu koin yang disawer atau ditabur oleh para pengendara yang melintasi jembatan tersebut.

Menurut keterangan warga setempat kegiatan tersebut sudah menjadi tradisi sejak puluhan tahun lamanya.

Ritual tabur koin di jembatan Kali Sewo diyakini oleh sebagian orang yang pada awalnya konon menjadi syarat jika hendak melintasi jembatan tersebut.

Salah satu dari kisah yang populer mengenai kisah mistis jembatan sewo yaitu kisah kakak-beradik yang bernama Saedah dan Saeni.

Dikisahkan dahulu kala di sebuah desa yang diyakini berada di Indramayu hiduplah keluarga kecil yang dikepalai oleh Sarkawi. Ia tinggal bersama istri dan kedua anaknya yang bernama Saedah dan Saeni.

Baca Juga: Momen Para Biksu Thailand Melewati Jembatan Sewo Indramayu yang Terkenal Angker

Suatu ketika Sarkawi berniat untuk pergi haji. Namun saat diperjalanan Sarkawi justru tergoda oleh penari Ronggeng yang bernama Maimunah yang pada akhirnya mereka menikah.

Sejak pergi meninggalkan rumah Sarkawi tidak pernah kembali, hingga membuat istrinya sakit dan meninggal dunia.

Setelah beberapa hari sejak istri pertamanya meninggal Sarkawi pulang dengan membawa serta Maimunah istri mudanya.

Meski terkejut saat mengetahui istri pertamanya meninggal, namun Sarkawi tetap memperkenalkan istri mudanya kepada kedua anaknya dan mereka pun hidup bersama.

Pada suatu hari Sarkawi dan Maimunah pergi beberapa hari untuk berladang. Sebelum pergi Maimunah berpesan kepada kedua anak tirinya agar tidak memasak beras simpanannya.

Namun, karena keduanya lapar akhirnya beras simpanan ibu tirinya pun dimasak dan habis.

Ketika Maimunah pulang dan mendapati berasnya sudah habis Ia pun marah besar lalu mengusir Saedah dan Saeni tanpa sepengetahuan suaminya.

Baca Juga: Diusung Sejumlah PAC, Hj Imas Indrawaty Resmi Daftar Calon Bupati Majalengka dari PDI Perjuangan

Kedua kakak-beradik itu kemudian pergi dan bermalam di hutan. Dalam ketakutannya tiba-tiba Saeni didatangi oleh seorang kakek misterius yang memberi petunjuk bahwa kelak Saeni akan dijadikan penari Ronggeng terkenal dan Saedah menjadi tukang kendangnya.

Namun, sebelumnya mereka berdua harus mengadakan ritual perjanjian dengan siluman buaya putih.

Singkat cerita, kemudian kakak-beradik itu berhasil dan sukses menjadi seorang penampil seni Ronggeng. Hidup mereka pun sangat berkecukupan.

Seiring berjalannya waktu mereka berdua lupa akan janji telah disepakatinya dengan siluman buaya putih. Kemudian sang kakek misterius itu datang kembali untuk menegur dan menagih janji mereka.

Karena sudah terlanjur melanggar dan ingkar janji kemudian mereka berdua mendapatkan hukuman dari Siluman Buaya Putih. Saeni berubah menjadi seekor buaya putih dan Saedah berubah wujud menjadi bunga cempaka putih.

Selain dari kisah legenda Saedah Saeni terdapat cerita lain mengenai misteri dari Kali Sewo.

Menurut Babad Tanah Subang konon dahulu kala pada zaman kerajaan Mataram Islam, wilayah Subang dan Indramayu menjadi salah satu pos kekuatan para prajurit Mataram di wilayah barat.

Diceritakan ketika Sultan Mataram menyatakan perang terhadap VOC dan ia memerintahkan untuk menyerang VOC di Batavia. Ribuan prajurit dari Mataram dikerahkan untuk terjun ke medan perang.

Baca Juga: Harga Bawang Merah di Majalengka Tembus Rp 80 Ribu

Karena jarak yang begitu jauh dan perjalanan dari pusat Kerajaan Mataram menuju Batavia menghabiskan waktu yang cukup lama.

Akhirnya rombongan pasukan Mataram kelelahan dan kehabisan perbekalan hingga mereka memutuskan istirahat dan berkemah di wilayah pantai utara tepatnya di perbatasan Subang dan Indramayu.

Untuk bertahan hidup kemudian mereka mencari apapun yang bisa dijadikan bahan makanan. Bahkan tak jarang mereka dibantu oleh masyarakat sekitar meski hanya sebatas air minum dan sebutir singkong.

Ketika berada dalam keadaan yang cukup memprihatinkan, VOC pun mengetahui keberadaan mereka dan pertempuran pun terjadi. Dalam kondisi fisik yang lemah akhirnya pasukan Mataram kalah dalam penyerangan melawan tentara VOC.

Sebagian pemimpin pasukan Mataram memutuskan untuk kembali ke Mataram. Namun sebagian besar pasukan yang mengalami kelelahan fisik pasca pertempuran mereka tidak kuat melanjutkan perjalanan ke Mataram dan memutuskan untuk bermukim di wilayah tersebut dengan mengumpulkan semua senjata, pusaka, dan panji kebesaran Mataram untuk dikubur di sebuah tempat yang konon sekarang disebut-sebut sebagai desa Pusakaratu.

Dari pertempuran besar antara pasukan Mataram dan tentara VOC tersebut menelan banyak korbab dari kubu Mataram yang berjatuhan di sekitar Kali Sewo.

Sehingga konon nama Kali Sewo sendiri diambil dari kisah ribuan pasukan Mataram yang bertempur dan hilang atau tewas di sekitar Kali Sewo.

Dengan demikian, dari kedua kisah yang berbeda itu, masyarakat di sekitar wilayah tersebut lalu menyebutnya menjadi Kali Sewu atau seribu. Seiring berjalannya waktu nama kali tersebut berubah pelafalan menjadi Kali Sewo.

Baca Juga: Sungai Rupit Meluap, Banjir Bandang Terjang Musi Ribuan Warga Jadi Korban

Sejak saat itulah para masyarakat percaya bahwasnya jika para pengendara ingin selamat melewati jembatan Kali Sewo itu harus menaburkan koin sebagi syarat. Lambat laun masyarakat sekitar jembatan justru memanfaatkan momentum tersebut, sebagai tempat untuk mengais rezeki.

Itulah kisah misteri Kali Sewo perbatasan Indramayu-Subang yang ramai akan penyapu koin. Semoga kita selalu diberi keselamatan. *

Editor: Ayi Abdullah

Sumber: YouTube Bujang Gotri


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah