Di Balik Keramat Gus Dur, Begini Kisah Kenakalan Masa Kecilnya yang Pernah Patah Tulang Hingga 2 Kali

- 31 Oktober 2022, 15:06 WIB
Kisah kenakalan Gus Dur saat masih kecil hingga pernah mengalami patah tulang dua kali
Kisah kenakalan Gus Dur saat masih kecil hingga pernah mengalami patah tulang dua kali /Tangkapan layar Youtube/KKW


PORTAL MAJALENGKA - KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur tak hanya dikenal sebagai salah satu Wali Allah yang memiliki keramat.

Gus Dur juga dikenal sebagai sosok istimewa yang terdepan membela kaum yang tertindas atas nama kemanusiaan.

Di masa kecilnya, Gus Dur tumbuh dan berkembang memang kerap berpindah-pindah dari Jombang ke Jakarta karena sang ayah pernah menjadi Menteri Agama sekaligus juga menjadi pengasuh Pesantren Tebuireng.

Baca Juga: Inilah Arti Lingkaran Biru dan Hijau Pada Profile Kontak WA

KH Abdurrahman Wahid lahir dengan nama Abdurrahman Addakhil yang berarti sang penakluk. Kata Addakhil tidak cukup dikenal dan diganti nama Wahid yang kemudian lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur.

Abdurrahman Wahid lahir pada hari keempat bulan kedelapan kalender Islam pada tahun tahun 1940 di denanyar Jombang Jawa Timur dari pasangan KH Wahid Hasyim dan Nyai Sholihah Bisri.

Terdapat kepercayaan bahwa ia lahir tanggal 4 Agustus, namun kalender yang digunakan untuk menandai hari kelahirannya adalah kalender Islam yang berarti Gus Dur lahir pada 4 Syaban sama dengan 7 September 1940.

Baca Juga: Segera daftar! Seleksi CPNS Nasional Telah Dibuka, Berikut Syarat dan Dokumen yang Harus Disiapkan

Sejak kecil Gus Dur dikenal sebagai anak yang aktif, bahkan hiperaktif atau tidak bisa diam dan bandel.

Kebakalan Gus Dur memang terjadi baik di Denanyar maupun di Tebuireng. Gus Dur sering berbuat ulah jahil dan merepotkan kala itu.

Dikutip Portal Majalengka dari Youtube KKW, pada tahun 1944, Gus Dur pindah ke Jakarta karena sang ayah diminta menjadi ketua pertama Majelis Syuro Muslim Indonesia atau Masyumi.

Baca Juga: Inilah Kesaksian Penjaga Makam Melihat Keramat Gus Dur dan Gus Miek Ketika Ziarah ke Mbah Sholeh Darat

Pada tahun 1945 pasca kemerdekaan, keluarga Gus Dur kembali ke Jombang. Namun pada tahun 1949 setelah perang melawan sekutu selesai ia kembali lagi ke Jakarta karena ayahnya KH Wahid Hasyim diangkat menjadi Menteri Agama Republik Indonesia.

Kemudian pada tahun 1952, ketika berumur 12 tahun, saking aktif dan semaunya, Gus Dur pernah mengalami dua kali patah tulang lengan. Pertama kali lengannya patah karena terjatuh dari pohon akibat dahan yang dia injak patah.

Gus Dur juga hampir kehilangan tangannya yang kedua kali dalam satu masa usia. Kisahnya waktu itu Gus Dur mengambil makanan dari dapur lalu memakannya di atas pohon besar.

Baca Juga: 10 Jurusan Kuliah yang Jarang Diketahui Punya Prospek Gaji Bagus! Simak Ulasannya di Sini

Karena keenakan di atas pohon, Gus Dur konon sampai tertidur lalu menggelinding dan terjatuh ke bawah.

Greg Barton menyebutkan dalam bukunya, saat itu Gus Dur mengalami patah tulang serius sehingga tulang lengannya menonjol keluar.

Dokter pertama yang merawatnya khawatir, kemungkinan Gus Dur akan kehilangan tangannya. Beruntung, karena kecekatan sang Dokter, tangannya bisa disambung kembali.

Baca Juga: Rakyat Tak Boleh Makan, Beberapa Sajian Kuliner Nusantara Ini Hanya Khusus Raja, Yuk Simak!

Akan tetapi, pengalaman ini hampir tak berpengaruh terhadap dirinya, karena Gus Dur kecil tetap kurang berhati-hati dan selalu bertindak inklusif.

Perilaku Gus Dur yang bandel itu kadang membuat sang ayah yang sangat sabar itu juga harus berlaku tegas.

Konon, kadang-kadang Gus Dur kecil diikat dengan tambang di tiang bendera di halaman depan sebagai hukuman bagi leluconnya yang terlalu jauh atau sikapnya yang kurang sopan.

Baca Juga: Link Tes Ujian Kejujuran, Cari Tahu Sekarang Juga Apakah Kamu Orang yang Jujur atau Bukan

Saat sekolah di Sekolah Menengah Ekonomi Pertama atau SMEP, Gus Dur juga pernah tidak naik kelas karena sering bolos.

Ketika ditanya alasannya, ia mengaku tidak punya teman yang mengerti jalan pikirannya sehingga malas dan memilih untuk bolos sekolah.

Meski demikian, bolosnya Gus Dur tidak kemana-mana dan mudah dicari. Gus Dur kerap nongkrong di perpustakaan Jakarta, kadang juga main bola.

Baca Juga: Link Tes Karakter Masa Depan, Cari Tahu Bagaimana Dirimu di Waktu yang akan Datang

Alhasil, Gus Dur yang tidak naik kelas oleh ibunya dipindahkan ke Krapyak Jogja yang diasuh oleh KH Ali Maksum. Tapi lagi-lagi, jiwanya yang pemberontak tidak cocok dengan peraturan pesantren yang ketat.

Setelah itu, Gus Dur minta izin kepada ibunya untuk sekolah dan kos di luar pondok. Pada akhirnya, dia kos di daerah Kauman di lingkungan sekitar Keraton Yogyakarta.

Gus Dur remaja tinggal di rumah Haji Junet, seorang tokoh organisasi Islam Muhammadiyah. Haji Junet merupakan sahabat dekat Wahid Hasyim yah Gus Dur saat nyantri di Tremas Pacitan.

Baca Juga: Kakang Kawah Adi Ari Ari dalam Kepercayaan Masyarakat Jawa, PENASARAN Siapa Mereka?

Benar saja, sejak kos di luar Pondok itu, Gus Dur semakin giat belajar. Tapi di balik kenakalan dan kebandelanya, Gus Dur adalah sosok anak yang tumbuh sangat cerdas. Bahkan, Gus Dur kecil juga dikenal sebagai pecandu buku bacaan.

Muhammad Hamid dalam bukunya berjudul Gus Ger Bapak Pluralisme dan Guru Bangsa mengisahkan soal hobi Gus Dur membaca.

Dikisahkan beberapa kali Gus Dur ditegur oleh ibunya soal kebiasaannya membaca buku yang terlalu rajin. Nyai Solichah meminta putranya itu untuk mengurangi membaca agar matanya tidak sakit.

Baca Juga: Begini Kesedihan Abu Nawas saat Istri Tercintanya Meninggal Dunia

Gus Dur saat itu berusia 10 tahun dan sudah membaca novel-novel dengan tingkat sastra tinggi. Soal mata tidak bisa dipungkiri, sejak kecil Gus Dur sudah mulai memakai kacamata dan saat dewasa gangguan kesehatan matanya semakin memburuk.

Gus Dur memang maniak membaca, dia benar-benar memanfaatkan perpustakaan pribadi ayahnya yang sudah dilahap semua dan merasa kurang.

Gus Dur kerap berkunjung ke perpustakaan umum di Jakarta, pada usia itu dia sudah akrab dengan buku-buku serius dari filsafat, cerita silat, sejarah, hingga sastra.

Baca Juga: Abu Nawas dan Baginda Raja Tersesat di Hutan Angker hingga Temui Kakek Tua Misterius

Sejak duduk di Sekolah Menengah Ekonomi Pertama, Gus Dur sudah menguasai bahasa Inggris dalam waktu 2 tahun.

Selain itu, Gus Dur juga sudah melahap beberapa buku bahasa Inggris. Kecerdasan pikiran yang liar dan kritis itulah yang membuat Gus Dur tumbuh menjadi pribadi yang penuh semangat dalam mendobrak tatanan.

Dalam Orde Baru, Gus Dur menjadi orang yang sangat ditakuti oleh rezim hingga beberapa kali terancam keselamatannya.

Baca Juga: Cerdas! Meski diusir, Abu Nawas Tetap Bisa Hindari Hukuman dari Baginda Raja

Sampai masa reformasi, saat menjadi presiden Gus Dur juga gemar melawan arus. Misalnya gonta-ganti pejabat pembantu Presiden.***

Editor: Sofhal Adnan

Sumber: YouTube KKW


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x