Pertarungan Dahsyat Utusan Sunan Gunung Jati dan Utusan Rajagaluh, Dipati Awangga vs Dipati Arya Kiban

- 7 Oktober 2022, 18:45 WIB
Ilustrasi Pasukan perang.  Pertarungan Dahsyat Utusan Sunan Gunung Jati dan Utusan Rajagaluh, Dipati Awangga vs Dipati Arya Kiban
Ilustrasi Pasukan perang. Pertarungan Dahsyat Utusan Sunan Gunung Jati dan Utusan Rajagaluh, Dipati Awangga vs Dipati Arya Kiban /YouTube bujang gotri

 

PORTAL MAJALENGKA - Sebagaimana telah ditulis dalam kisah Kesaktian Mbah Kuwu Cirebon dan Para Senopati Utusan Sunan Gunung Jati Dalam Perang Penaklukan Rajagaluh.

Pada bagian awal diceritakan Arya kemuning yang tergabung dalam pasukan Kuningan dibawah pimpinan Senopati Dipati Awangga atau Pangeran Kuningan, karena terdesak ia kemudian menghadap Sunan Gunung Jati untuk melapor dan memohon bantuan.

Arya kemuning menyampaikan semua peristiwa kepada Sunan Gunung Jati termasuk keberadaan Senopati Dipati Awangga selaku pemimpin pasukan Kuningan yang raib keluar medan peperangan mengejar Pati Arya Kiban pemimpin pasukan Rajagaluh.

Baca Juga: Kesaktian Mbah Kuwu Cirebon dan Para Senopati Utusan Sunan Gunung Jati dalam Perang Penaklukan Rajagaluh

Dikisahkan saat masih dalam medan perang, awal pertarungan Dipati Awangga dan Pati Arya Kiban disaksikan oleh kedua pasukannya masing-masing.

Pati Arya Kiban berkendara gajah ‘bango’ dengan gagah maju ketengah laga sambil berkoar menantang. Dipati Awangga selaku senopati Kuningan dengan menunggangi kuda ‘winduhaji’ maju menyambut tantangannya.

Diketahui jumlah pasukan Kuningan sangat sedikit dibanding jumlah pasukan Rajagaluh yang sangat banyak karena dibantu pasukan Palimanan dan Limunding. Pertemuan kedua pasukan yang saling berhadapan saat itu berada di wilayah gempol.

Baca Juga: Unik! Masjid di Cirebon Peninggalan Sunan Gunung Jati Kumandangkan Tujuh Adzan Saat Hendak Shalat Jumat

Melihat jumlah pasukannya yang sedikit Dipati Awangga mempunyai satu pilihan, ia harus menggunakan kesempatan adu tanding dengan Pati Arya Kiban tersebut menjadi peluang emas agar bisa segera memenangkan peperangan.

Perhitungan tersebut ia pikirkan dengan masak-masak, sosok Pati Arya Kiban bukan orang sembarangan. Disamping merupakan senopati pilihan Rajagaluh, Pati Arya Kiban termasuk orang penting sekaligus kepercayaan sang Prabu Cakraningrat.

Ia berfikir dengan bisa menaklukan Patih Arya Kiban maka secara tidak langsung akan dengan mudah menaklukan jumlah pasukan Rajagalu serta sekutu yang bersamanya.

Baca Juga: SEHEBAT APA Sunan Gunung Jati? Berikut Karomah Sakti dan Kehebatan yang Dimiliki Sang Wali

Karena itu sangat bersungguh-sungguh untuk dapat mengalahkan Pati Arya Kiban tersebut. saat keduanya bertarung saling melepaskan pusakanya masing-masing, keduanya sama-sama sakti tak mempan senjata.

Pusaka trisula Arya Kiban tak berarti apa-apa bagi Dipati Awangga demikian pula Capa (pedang pendek) miliknya tak mampu melukai tubuh Arya Kiban secuil pun.

Pertempuran terus berlanjut, dengan gajah bango yang ditumpakinya Arya Kiban mencoba menyeruduk Dipati awangga dengan kuda winduhajinya.

Mendapat serangan gajah bango, Dipati awangga menarik kuda winduhaji menghindar sekaligus balik melesat menerjang dengan tendangan kakinya kuda tersebut menghajar telinga gajah hingga meraung keras kesakitan.

Ketika gajah bango dalam kondisi limbung, kuda winduhaji langsung menggigit belalainya dan menendang gading gajah tersebut hingga patah dan ambruk.

Dengan ambruknya gajah bango, Arya Kiban yang berada diatasnya tak mampu mengendalikan dan turut terjatuh. Melihat kesempatan emas demikian secepat kilat Dipati Awangga meloncat dari kudanya menyabetkan pedangnya ke tubuh Arya Kiban.

Mendapat serangan kilat dari Dipati Awangga, Arya Kiban segera berkelit menghindar. Dengan ambisi ingin segera memenangkan pertempuran Dipati Awangga terus melancarkan serangannya.

Arya Kiban terus mundur untuk menghindar sampai keluar jauh dari medan peperangan, sementara Dipati Awangga terus memburu sampai tidak menyadari dirinya masuk dalam perangkap Arya Kiban.

Ia telah meninggalkan pasukan Kuningan yang dipimpinya, Arya Kiban berfikir dengan terus membawa keluar Dipati Awangga, pasukan Kuningan akan kehilangan pemimpin sementara di pihaknya masih ada Senopati lain sebagai wakilnya sekaligus pula merasa jumlah pasukannya lebih banyak.

Arya Kiban memastikan pasukan Rajagaluh akan dengan mudah mengalahkan pasukan Kuningan yang berjumlah lebih sedikit.

Perhitungan strategi Arya Kiban memang tepat setelah Dipati Awangga dibawah keluar medan perang, pasukan Rajagaluh bersama pasukan Palimanan dan dibantu pasukan Limunding dengan serentak menggempur pasukan Kuningan hingga terdesak.

Selanjutnya untuk mengetahui cerita pertempuran ini ada dalam kisah kesaktian Mbah Kuwu Cirebon dan Para Senopati Utusan Sunan Gunung Jati dalam perang penaklukan Rajagaluh, yang disambung dengan kisah kesaktian Nyi Mas Gandasari kunci Penentu Kemenangan Penaklukan Rajagaluh.

Kembali dalam cerita, bagian kisah ini menukil cerita dari buku Crita cirebonan mengenai tempat kejadian pertarungan kedua senopati tersebut.

Dikisahkan bahwa ketika keduanya keluar dari medan perang di wilayah Gempol, pertempuran berlanjut di daerah dekat sebuah danau besar yang dipinggirnya berdiri pohon beringin besar.

Setelah lama bertarung di tegalan sehingga merusak banyak tanaman warga. Dengan memakan waktu yang lama Dipati Arya Kiban kemudian mengajak Dipati Awangga untuk bertarung didalam danau besar tersebut.

Permintaan Dipati Arya Kiban pun kemudian dilayani Dipati Awangga hingga terjadilah pertarungan sengit dalam air antar kedua senopati tersebut.

Rupanya dengan posisi di air Dipati Arya Kiban membuat dirinya merasa lebih menguasai, terbukti serangan-serangan yang dilancarkan Arya Kiban mampu mendesak Dipati Awangga yang terus menghindar mundur.

Pengerahan tenaga dalam serta kesaktian yang dikeluarkan kedua senopati mampu membuat lubang-lubang yang dalam di tanah. Jejak-jejak pertarungan tersebut terus dialiri air dari danau yang ada pohon beringin, lokasi awal pertempuran keduanya.

Dipati Awangga terus terdesak sampai tembus pantai utara dekat wilayah Karangkendal yang sekarang menjadi wilayah Desa Grogol Kecamatan Kapetakan. Jejak pertarungan kedua senopati tersebut kini menjadi sebuah irigasi pertanian, dikenal dengan nama sungai Ciwaringin.

Konon ketika berupaya melakukan serangan balik untuk mendesak mundur Dipati Arya Kiban. Dipati Awangga malah terjatuh karena kakinya terjerat akar pohon oyong, sejenis tanaman sayur emes memiliki ukuran besar.

Dalam buku babad tanah sunda babad tanah Cirebon, Di saat Dipati Awangga yang terjatuh dalam kondisi genting hendak dibunuh Dipati Arya Kiban. Mbah Kuwu datang melemparkan golok cabangnya ke arah Arya Kiban.

Golok itu konon terus mengejar Arya Kiban yang tak mampu menghadapinya, hingga ia memutuskan lari untuk menyelamatkan diri.

Dari peristiwa ini kemudian timbul beberapa nama di wilayah Cirebon, selain Sungai Ciwaringin juga disebut sebuah nama desa yang asalnya dari tegalan tempat pertarungan kedua senopati tersebut, yang sekarang dinamakan Desa Gintung.

Konon masyarakat setempat datang menghadap Sunan Gunung Jati untuk menagih ganti tegalan yang dirusak akibat pertarungan tersebut.

Karena kedatangan mereka disambut baik dan diberi ganti yang berlipat-lipat sehingga merasa puas dan beruntung, maka dinamailah tegalan tersebut dengan sebutan Gintung. Wallahu a’lam bishowab.


Demikianlah, kisah diatas mudah-mudahan bisa menambah kearifan kita dalam memaknai budaya dan juga sejarah bangsa kita sendiri, akhir kata semoga bermanfaat.

Disclaimer: tulisan ini diambil dari dua sumber buku sejarah. Sangat mungkin adanya versi sejarah yang berbeda.***

Editor: Muhammad Ayus


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah