Diantara kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan dan sastra, Zubaedah kemudian menggagas untuk mengumpulkan para cendekia dan sastrawan terkemuka ke istananya untuk berdiskusi tentang sastra.
Beberapa para cendekia dan sasterwan terkemuka yang sering hadir adalah Husein bin Adh-Dhahak, Al-Jahiz, Muslim bin Al-Walid, Abu Al- ‘Athahiyah, dan tidak terkecuali Abu Nuwas sang cendekia yang jenaka.
Melalui gagasan ini kemudian tumbuh berbagai kebijakan-kebijakan penting sang khalifah dalam upaya peningkatan ilmu pengetahuan rakyatnya.
Berbagai sarana dan prasarana pendidikan, seperti madrasah-madrasah, perguruan tinggi dan berbagai balai pengkajian pengetahuan dan agama tumbuh berdiri diberbagai pelosok negeri.
Sayyidah Zubaidah bukan hanya sosok perempuan yang cakap dalam menemani dan membantu tugas dan tanggung jawab suaminya sebagai seorang khalifah, ia merupakan ibu negara sholeha yang senantiasa taat Beragama dan beribadah.
Baca Juga: Mbah Ngompak, Seorang Kyai yang Baik Hati Korban Kekejaman PKI di Ngawi
Figur pendamping sang pemimpin layaknya Sayyidah Khadijah, istri Rasulallah SAW yang pertama. Zubaedah bukan sekedar inspirator, ia pun bisa menjadi motor penggerak saat negeri yang dipimpin suaminya mencapai masa jaya.
Kehidupan dalam istana dipenuhi nuansa religi, seratus perempuan penghafal Al-Quran ia kumpulkan untuk mendampinginya dan tinggal dalam istana.
Setiap hari secara bergiliran mengkhatamkan Al-Quran serta mengkaji bersama berbagai kandungan maknanya.