PORTAL MAJALENGKA - Namanya ialah Abdurrahman Al-Jami, ia lahir pada tahun 1439 M (817 H) di daerah distrik Jam provinsi Khurasan.
Ia lahir 500 tahun setelah masa Al-Hallaj yang penuh dengan gejolak. Di zaman Al-Jami ini Tasawuf benar-benar mapan dan banyak sufi seperti Syah Ni'matullah Wali, Muhammaf Nurbakhsh dan Baha Al-Din Naqsyband, meletakan fondasi beberapa tarekat sufi terbesar di Iran dan India.
Dan di zaman ini pula terjadi invasi oleh orang-orang mongol dan Tartar, akan tetapi perdamaian relatif tenang dan mapan di Persia maupun India Utara.
Baca Juga: Bagaimana Jika Indonesia Dijajah Inggris, Apakah Indonesia Akan Jadi Seperti Singapura?
Al-Jami adalah tokoh tertulis penyair sufi dan salah satu seorang ulama Persia. Sultan Baber dalam catatannya mengatakan bahwa pada zamannya, Al-Jami ini tidak ada tandingannya, baik dalam ilmu praktis maupun teoritis.
Para sufi tarekat Naqsyabandiyah berhasil menariknya untuk bergabung dengan tarekat-tarekat mereka;sehingga ia berbalik dari dunia ilmu pengetahuan ke dunia sufi.
Ia berjuang mati-matian untuk mengatasi kesulitan dirinya. Ia mengasingkan diri dari pergaulan manusia. Ia melalukan perjalanan keliling ke berbagai negara untuk berkumpul dengan para tokoh besar sufi.
Baca Juga: Habib Hamid AL Kadrie Sultan Hamid II Sang Pencipta Lambang Negara Indonesia
Dialah ulama yang paling kental dengan kesufiannya. Muhammad Al-Jajami mengatakan, "Sesungguhnya kota Khurasan setelag lima ratus tahun baru dapat mengeluarkan seorang yang sempurna yaitu Al-Jami. Dia menempuh jalan sufi dan lebur di dalamnya".
Abdurrahman Al-Jami memiliki kelebihan berupa ketinggian jiwa, kecerdasan yang luar biasa, dan kecintaan kepada canda ria. Pada suatu saat, salah seorang kawannya sesama penyair, yang mencuri ide dan kata-katanya.
Dia menjawab, "Engkau benar. Aku tidak melihat dalam syairmu satu baitpun yang mencerminkan pikiran dan maknamu sendiri".
Baca Juga: Humor Gus Dur yang Bikin Presiden Kuba Fidel Castro Tertawa Terbahak-bahak
Al-Jami menulis berbagai judul puisi dan prosa. Di antara tulisannya adalah tafsir-tafsirnya mengenai ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits.
Dia juga menulis sebuah buku berjudul "Nafahaht Al-Uns Al-Hikam Lli Ibn Al-'Arabi"; "Syarh Ta'iyah Ibm Al-Faridh"; "Syarh Muqaddiman Al-Matsnawi Li Jalal Al-Din Al-Rumi" dan lain-lain. Akan tetapi ia lebih terkenal dengan syair-syairnya yang dapat dikelompokkan menjadi dua macam:
1. "Al-Diwan"
Yang terdiri atas himpunan syair lagu-lagu yang disusun pada masa mudanya, lalu dia susun kembali pada masa tuanya. "Al-Diwan" dibaginya menjadi tiga bagian: Fatihah Al-Syabab (masa remaja); Wasithah Al-'Aqd (umur pertengahan); dan Khatimah Al-Hayah (akhir kehidupan).
Baca Juga: Keunikan Tiang Bendera Sang Saka Merah Putih Saat Upacara Proklamasi Kemerdekaan 1945
2. Tujuh buah Manzhumah, kisah-kisah panjang yang judulnya sebagai berikut: "Silsilah al-Dzahab", "Yusuf wa Zulaykha", "Layla wa Majnun", "Khisrunamah Sakandari" (yang memuat diskusi antara Manzhumah yang paling terkenal Agung dengan para Filosof).***