Di daerah Bagelan Sunan Kalijaga singgah di rumah Raden Cokro Joyo, seorang penyadap aren untuk dijadikan gula.
Raden Cokro Joyo memiliki kebiasaan bernyanyi saat membuat gula aren. Sunan Kalijaga menghampirinya untuk berbincang-bincang dengannya.
Sunan Kalijaga menanyakan untuk apa hasil penjualan dari gula aren tersebut kepada Raden Cokro Joyo, ia pun menjawab bahwa hasil gulanya biasa digunakan untuk sedekah ke fakir miskin.
Sunan Kalijaga menasihati agar nyanyiannya digantikan dengan membaca sholawatan, agar hasil gula arennya semakin melimpah.
Sepeninggal Sunan Kalijaga, Raden Cokro Joyo kaget setelah ia menggantikan nyanyiannya dengan sholawatan, gula arennya berupah menjadi batangan emas.
Ia pun segera mencari Sunan Kalijaga untuk bisa menjadi muridnya, dan Ia mendapatkan syarat dari sang Sunan untuk tinggal di hutan hingga Sunan Kalijaga kembali datang menemuinya.
Tongkat Sunan Kalijaga pun ditancapkan di tengah hutan, yang dijaga Cokro Joyo sambil membacakan wiridan yang diberikan Sang Sunan.
Waktu berlalu begitu cepat, hingga beberapa tahun kemudian, Sunan Kalijaga baru ingat kembali kepada Cokro Joyo yang ia tinggalkan di hutan.
Sunan Kalijaga akhirnya pergi ke hutan tersebut membawa beberapa muridnya untuk mencari Raden Cokro Joyo.