Sejarah Nasi Jamblang yang Melegenda, Berawal dari Sedekah untuk Para Pekerja hingga Jadi Ikon Kuliner Cirebon

- 26 Juli 2021, 17:17 WIB
Nasi jamblang dan sajian lauk pauknya yang melezatkan.
Nasi jamblang dan sajian lauk pauknya yang melezatkan. /PR/

PORTAL MAJALENGKA -- Tahukah Anda, nasi jamblang yang melegenda, dulunya adalah nasi sedekah dari sepasang suami istri?

Masyarakat lokal Cirebon menyebut nasi jamblang sebagai sega jamblang. Dalam bahasa lokal, nasi disebut sega. Sementara jamblang merujuk nama salah satu daerah di Kabupaten Cirebon.

Kini nasi jamblang termasuk kuliner yang melegenda. Selain nasi lengko dan empal gentong, nasi jamblang termasuk kuliner yang harus diburu para pelancong yang mendatangi Bumi Sunan Gunung Jati, Cirebon.

Baca Juga: Bangga! 5 Kuliner Tegal Enak dan Unik ini Populer hingga Mancanegara, Ada Sambel Teplak dan Es Lontrong

Begitu disebut nasi jamblang, masyarakat umumnya langsung teringat daerah Cirebon. Karena itu nasi jamblang merupakan salah satu ikon Cirebon.

Kerap terdengar ungkapan, "Tidak ke Cirebon kalau belum makan nasi jamblang."

Pedagang kuliner khas dan unik itu memang tersebar di hampir seantero Cirebon. Namun biasanya masyarakat menunjuk nama pedagang yang kini ikut melegenda karena menyediakan nasi jamblang.

Nasi jamblang merupakan kuliner khas Cirebon yang disajikan dengan bungkus daun jati. Nasi jamblang juga disebut temuan masyarakat Cirebon yang sangat penting dan modern.

Baca Juga: 5 Kuliner Khas Majalengka yang Tergolong Unik Termasuk Ketel, Berani Coba?

Di zaman dahulu nasi biasa dibungkus menggunakan daun pisang. Namun ternyata dengan cara itu nasi cepat basi.

Berbeda jika dibungkus daun jati, nasi lebih awet karena tidak cepat basi. Selain itu, karena dibungkus daun jati aroma nasi sangat sedap. Nasi pun lebih terasa pulen dan nikmat.

Diyakini, nasi tidak cepat basi karena uap air dari nasi panas merembes keluar melalui pori-pori daun jati. Karena memang, uap air merupakan faktor yang menentukan apakah nasi cepat basi atau tidak.

Oleh para pedagang nasi jamblang dihidangkan dengan aneka lauk-pauk yang sederhana, namun lezat. Para pembeli mengambil lauk-pauk sesuai selera, layaknya di prasmanan. Setelah makan, barulah pembeli membayar nasi dan lauk-pauknya.

Baca Juga: Pengusaha Kuliner di Garut Dianjurkan Berlakukan Layanan Daring

Lauk pauk yang umum dihidangkan pedagang nasi jamblang, berupa sambal goreng, goreng tahu, tempe, paru-paru, balakutak (cumi) masak kental, sayur tahu, sate kentang, sate telur puyuh, semur hati sapi, dan lain-lain.

Cara penyajian dengan pembeli memilih langsung lauk pauk sesuai selera dan membayar setelah makan, tidak ditemukan pada cara penyajian kuliner lainnya.

Masyarakat yang sangat mencintai daerah Cirebon mengatakan, pembeli memilih langsung barang yang dikehendakinya tanpa perantara pelayan seperti diterapkan di tokoh modern hingga supermarket, disebut mengadopsi cara penyajian pedagang nasi jamblang.

Terdapat banyak versi tentang sejarah nasi jamblang. Di tengah masyarakat terdapat versi lisan yang berbeda-beda di masing-masing lokasi. Bahkan sepertinya setiap pedagang memiliki versi sejarah nasi jamblang.

Baca Juga: Beri Pelatihan Pengolahan Makanan, Kemensos Siapkan Pusat Kuliner yang Dikelola Pemulung di Bekasi

Mengutip tulisan pada portal disbudparporakabcirebon.blogspot.com tahun 2013, sejarah nasi jamblang berhubungan erat dengan pembangunan Pabrik Gula Gempol di Palimanan tahun 1847 oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda.

Di saat yang sama dibangun pula Pabrik Gula Plumbon, dan pabrik spiritus di Palimanan.

Terdapat versi lain yang menyebut nasi jamblang berhubungan erat dengan pembangunan jalan aspal Anyer-Panarukan di zaman Gubernur Jenderal VOC Daendels. Jalan Daendels yang kin disebut Jalur Pantura Jawa itu melewati Cirebon.

Pembangunan itu membutuhkan ribuan orang pekerja yang bekerja sebagai kuli, mandor, pegawai, hingga keamanan. Mereka datang dari tempat-tempat yang jauh, antara lain Sindangjawa, Cisaat, Cimara, Cidahu, Ciniru, Bobos, dan Lokong.

Baca Juga: Bisnis Kuliner Buat Edisi Bingkisan di Tengah Pandemi

Mereka harus berangkat pagi buta dari asal masing-masing sambil membawa bekal untuk makan siang. Namun, kebanyakan bekal yang dibungkus daun pisang itu basi ketika hendak disantap di siang hari. Padahal saat itu belum ada pedagang makanan di sekitar lokasi pekerjaan.

Seorang warga di sekitar lokasi pembagunan, bernama H Abdulatif yang dikenal juga sebagai Ki Antara dengan istrinya yang dikenal sebagai Nyi Pulung merasa kasihan melihat banyak pekerja tidak dapat makan siang.

Nyi Pulung sebenarnya bernama asli Tan Piauw Lun. Nama Piauw Lun disebut oleh masyarakat setempat, menggunakan lidah setempat menjadi Pulung. Maka dikenallah nama Nyi Pulung istri Ki Antara.

Pasangan suami-istri itu berinisiatif menyediakan sedekah berupa nasi yang dibungkus daun jati. Tujuannya agar nasi awet, sehingga dapat dimakan kapan saja.

Baca Juga: Kuliner dan Fashion di Kota Bandung Mampu Bertahan saat Pandemi

Kian lama jumlah pekerja yang mengharapkan sedekah dari Ki Antara dan Nyi Pulung kian banyak. Pasangan suami-istri itu pun menggagas dagangan nasi berbungkus daun jati dengan lauk pauknya berharga murah.

Sejak saat itu tiap malam Nyi Pulung masak nasi dan aneka lauk pauk untuk disajikan kepada para pekerja, dengan harga murah.

Namun begitu, Ki Antara dan Nyi Pulung tidak mau mematok harga dagangannya. Para pekerja membayar nasi dan lauk pauk semampunya.

Dengan begitu uang yang diterima Ki Antara dan Nyi Pulung tidak sama dari peminat hidangannya.

Baca Juga: Chef Arnold Berbagi Tips Bisnis Kuliner Bertahan di Masa Pandemi

Nyi Pulung dan Ki Antara pun membiarkan para pekerja memilih lauk yang dikehendaki secara langsung.

Sejak saat itu pula nasi khas buatan suami-istri Ki Antara dan Nyi Pulung disebut nasi jamblang atau sega jamblang.

Hingga saat ini asal usul mengapa disebut sega jamblang atau nasi jamblang, juga memiliki banyak versi.

Ada yang menyebut pasangan Ki Antara dan Nyi Pulung berjualan di daerah bernama Jamblang, sebuah desa yang saat ini masuk Kecamatan Jamblang di wilayah Barat Kabupaten Cirebon.

Baca Juga: Mudah Lelah? Sederet Makanan yang Bisa Tingkatkan Energi Termasuk Popcorn

Ada pula yang membantah versi masyarakat tersebut, dengan mengatakan bahwa Ki Antara dan Nyi Pulung tidak pernah meminta uang.

Para pekerja itu sendirilah yang menyadari bahwa hidangan yang disediakan Ki Antara dan Nyi Pulung bahan bakunya dibeli di pasar. Karena itu para pekerja berinisiatif memberikan uang ala kadarnya kepada pasangan suami-istri tersebut.

Ketika dilakukan pelacakan pada mesin pencari di portal Pemerintah Kabupaten Cirebon, sejarah nasi jamblang tidak ditemukan pada Senin 26 Juli 2021.

Terdapat keterangan lisan yang menyebut, orang-orang Jamblang meneruskan hidangan yang dibuat Ki Antara dan Nyi Pulung dengan menjualnya di pasar-pasar, termasuk Pasar Jamblang.

Baca Juga: Sedang Diet? Hati-hati 5 Makanan Berikut Bikin Cepat Lapar

Diduga, karena itu nasi yang dulu dibagikan Ki Antara dan Nyi Pulung kemudian disebut nasi jamblang.

Disebut pula, cara penyajian nasi jamblang sejak dulu hingga kini tidak berubah. Yakni di atas meja berukuran besar dan panjang dihidangkan nasi jamblang beserta lauk pauknya.

Pembeli menikmati nasi jamblang sambil menduduki bangku panjang terbuat dari kayu yang disediakan mengelilingi meja.***

Editor: Husain Ali


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x