PORTAL MAJALENGKA - Wayang golek di tanah Sunda sudah menjadi kesenian yang mendarah daging bagi masyarakatnya. Sosok-sosok dalam wayang golek di tanah Sunda bervariasi sesuai dengan laku yang diperankan tokoh tersebut.
Kelompok buta dalam wayang golek Sunda sudah bukan hal yang asing lagi. Karena tokoh ini mempresentasikan makhluk yang jahat dan licik.
Dilansir dari buku Pakuan Pajajaran di Tengah Pusaran Sejarah Dunia (2010:119), tokoh buta merupakan salah satu istilah dari ajaran Sunda atau Sundayana.
Baca Juga: Di Balik Tokoh Wayang Semar Ternyata Sunan Kaljaga Sisipkan Pesan Karakter Sosok Sesepuhnya
Ajaran Sunda atau Sundayana diketahui merupakan ajaran yang menuntun manusia untuk lebih beradab terhadap alam. Landasan ajaran Sunda juga lebih mengedepankan rasa dan sikap welas-asih terhadap sesama makhluk.
Rasa welas asih ini diaplikasikan baik untuk diri sendiri, masyarakat, alam, bahkan dalam bernegara untuk mencapai manusia yang adi luhung.
Dalam bernegara misalnya, ajaran Sunda mengajarkan bagaimana bersikap dan membina masyarakat agar tidak terjajah dan jangan sampai menjadi penjajah.
Baca Juga: Sidang Isbat Penetapan Idul Fitri Digelar Kemenag 9 April 2024
Dalam kalimat yang mudah dipahami bahwa ajaran Sunda menginginkan bahwa setiap manusia dan juga negara menjadi pribadi dan bangsa yang merdeka. Oleh sebab itu, rasa dan laku welas asih dalam ajaran Sunda menjadi landasan utama untuk mencapai cita-cita menjadi manusia merdeka.
Tokoh dan cerita pewayangan baik wayang golek atau wayang kulit merupakan setitik gambaran dari ajaran-ajaran terdahulu. Tokoh wayang golek yang biasa disebut kelompok buta di tanah Sunda rupanya merupakan salah satu bentuk istilah dalam ajaran Sunda.
Tokoh buta biasanya digambarkan dengan wajah yang tak sedap dipandang dengan mata melotot, bentuk tubuh yang aneh atau bahkan mulut yang terlampau lebar.
Baca Juga: Bacaan Niat Zakat Fitrah Lengkap dan Doa yang Menerimanya
Hal tersebut mempresentasikan bahwa kelompok buta tidak mengaplikasikan rasa dan laku welas-asih yang menjadi landasan dalam ajaran Sunda di kehidupan sehari-hari.
Dalam buku yang sama dijelaskan bahwa dalam ajaran Sunda, orang yang tidak memiliki rasa welas asih tidak layak disebut manusia bahkan binatang.
Maka tercetuslah istilah duruwiksa atau orang saat ini menyebutnya dengan sebutan buta atau makhluk biadab karena memiliki arti sama yang kemudian dipresentasikan dalam bentuk tokoh wayang golek.
Baca Juga: Inilah Landasan Utama Ajaran Sundayana Sebagai Cikal-bakal Peradaban Sunda Kuno di Nusantara
Dalam cerita-cerita wayang golek, kelompok buta selalu menjadi perusak dan berperilaku jahat yang menjunjung tinggi tindakan-tindakan kriminal.
Itulah sekilas tentang tokoh buta dalam cerita-cerita wayang golek Sunda yang merupakan salah satu istilah dari ajaran Sunda.***