Hari Kesehatan Mental Dunia, Penyandang Disabilitas Psikososial Negara ini Dirantai ke Pohon

- 10 Oktober 2020, 21:23 WIB
Ilustrasi kesehatan mental
Ilustrasi kesehatan mental /Unsplash

PORTAL MAJALENGKA-Hari ini masyarakat dunia memperingati Hari Kesehatan mental yang telah ditetapkan sejak 10 Oktober 1992 silam.

Hari Kesehatan Mental Dunia menjadi momentum yang sangat penting mengingat masih banyaknya kasus yang terjadi terkait kesehatan mental seperti pembunuhan.

Kesehatan mental perlu mendapatkan perhatian khusus karena hingga hari ini korban masih terus bertambah.

Baca juga: Sudah Ada 3 Kepala Daerah Minta Jokowi Keluarkan Perppu Cabut UU Cipta Kerja

Namun ternyata tidak semua negara di dunia menganggap penting permasalahan ini,padahal ini adalah masalah yang serius.

Hari Kesehatan Mental Sedunia juga telah didukung oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melalui peningkatan kesadaran tentang masalah kesehatan mental.

Praktik belenggu lazim dilakukan di berbagai negara yang mempengaruhi kesehatan mental seseorang.

Baca juga: Oknum Polisi Aniaya Wartawan, PWI : Kapolri Harus Usut Tuntas

Menurut Human Rights Watch, ratusan ribu pria, wanita, dan anak-anak dengan kondisi kesehatan mental hidup dirantai di sekitar 60 negara.

Sebagaimana diberitakan Pikiranrakyat-Pangandaran.com sebelumnya dalam artikel "Hari Kesehatan Mental Sedunia, Jutaan Orang Dibelenggu, Dipukul dan Dikurung karena Kelainan Mental", Pengawas Hak Asasi Manusia (HAM) dalam laporannya mengatakan, tanpa dukungan dan kesadaran kesehatan mental, keluarga atau institusi sering membelenggu orang yang bertentangan dengan keinginan mereka, meninggalkan mereka makan, tidur, buang air kecil dan buang air besar di satu tempat kecil.

Laporan Human Rights Watch mendokumentasikan melalui hampir 800 wawancara tentang bagaimana penyandang disabilitas psikososial di negara-negara di dunia.

Baca juga: Jurus Kajari Bangun komunikasi Dengan Wartawan Majalengka

Seperti di Tiongkok, Nigeria, dan Meksiko, mereka dapat hidup dalam belenggu selama bertahun-tahun dirantai ke pohon, dikunci dalam sangkar, atau dipenjara di kandang hewan.

“Kami telah menemukan praktik belenggu lintas agama, strata sosial, kelas ekonomi, budaya, dan kelompok etnis ini adalah praktik yang ditemukan di seluruh dunia,” kata Kriti Sharma, peneliti senior hak disabilitas di Human Rights Watch mengatakan kepada Reuters.

Tahun lalu, penggerebekan pihak berwenang Nigeria di pusat rehabilitasi Islam untuk obat-obatan dan masalah perilaku menjadi berita utama global setelah anak laki-laki diceritakan dibelenggu, dibiarkan telanjang, dipukuli dan dilecehkan secara seksual.

Baca juga: Covid-19 Jadi Bahan Utama Debat Cawapres AS


Tetapi di seluruh dunia, di pusat-pusat yang dikelola negara dan swasta serta lembaga pengobatan tradisional dan keagamaan, para penanganan menolak makanan orang, memaksakan pengobatan dan pengobatan herbal pada mereka, dan melakukan kekerasan fisik dan seksual, menurut pengamatan Human Rights Watch.

Keluarga biasanya membelenggu orang yang mereka cintai karena takut melarikan diri atau menyakiti orang lain.***(TIMPRNM/PikiranRakyat.com)

 

 

Editor: Rasyid

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah