Baca Juga: Cuma 2,5 Jam Jualan di Shopee Live, dr. Richard Lee Raih Omset Rp8 Miliar
Ia juga akan melakukan penelitian di bidang urban climate yang berkaitan dengan polusi udara yang berpengaruh pada kesehatan manusia.
Dirinya berharap kebijakan mitigasi perubahan iklim harus lebih kuat. Ini karena berdasarkan kalkulasi IPCC, secara periodik dari tahun 2018, pencapaian kenaikan suhu 1.5 derajat diperkirakan bisa terjadi tahun 2052.
Tetapi ketika dilakukan proyeksi kembali tiga tahun kemudian atau di tahun 2021, perkiraannya semakin memburuk, yakni ditaksir kenaikan suhu 1.5 akan terjadi pada 2042. Bahkan, temuan terakhir pada tahun ini, kenaikan suhu 1.5 derajat justru akan dicapai tahun 2030.
Baca Juga: MENGENAL GENERASI Akhir Honda Jazz yang Terus Dicari, Intip Spesifikasi, Dimensi, dan Harganya
Sepakat dengan Edvin, Dr. Joni Jupesta, ilmuwan, dosen dan peneliti aktif di The United Nations University (UNU) Tokyo, Jepang yang juga terpilih menjadi anggota TFI di IPCC, setuju bahwa bahwa mitigasi perubahan iklim perlu dilakukan lebih agresif lagi. Ke depannya, gugus tugas ini akan melakukan harmonisasi data antarnegara.
“Karena situasi sekarang semakin berat, IPCC nanti akan membuat metodologi yang dapat digunakan negara-negara dalam melakukan perhitungan gas rumah kaca dan melakukan tabulasi statistik serta pengumpulan data. Dengan demikian, akan tercipta harmonisasi data antarnegara berkembang, negara maju, seperti Indonesia,
Brazil, Rusia dan China,” jelas Joni.
Terpilihnya ilmuwan Indonesia di IPCC tidak terlepas dari dukungan dari negara-negara Asia Pasifik Barat, yaitu negara-negara small islands, seperti Kepulauan Samoa, Fiji, Tuvalu, Solomon, Tonga.