PORTAL MAJALENGKA - Abu Nawas dilahirkan di kota Ahwaz, Persia atau Iran pada tahun 756 M. Kemudian meninggal pada tahun 814 M di Baghdad, Iraq. Darah Arab dan Persia mengalir di tubuhnya.
Abu Nawas yang bernama lengkap Abu Ali Al-Hasan bin Hani Al-Hakami hidup di zaman Harun Al Rasyid, khalifah Bani Abbasiyah di Baghdad, Irak.
Karena kecerdasan dan kecerdikannya, Abu Nawas dekat dengan Raja Harun Al Rasyid. Meskipun kadang membuat marah, tapi dalam kisahnya sang raja tetap kagum dengan pikiran-pikiran penggubah syair Al I'tiraf ini.
Abu Nawas merupakan seorang ulama yang memiliki banyak murid. Di antara murid-muridnya ada satu orang yang seringkali menanyakan segala hal pada Abu Nawas
Pada suatu ketika ada tiga tamu yang merupakan murid-muridnya yang bertanya kepada Abu Nawas dengan pertanyaan yang sama.
"Manakah yang lebih utama orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil," tanya tamu pertama.
Baca Juga: Hasil Balapan MotoGP Aragon 2022: Enea Bastianini Juara, Marc Marquez Jadi Sorotan
Abu Nawas pun menjawabnya, "Orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil,"
"Mengapa?," tanya lagi tamu pertama.
"Sebab lebih mudah diampuni Tuhan," jawab Abu Nawas.
Tamu pertama pun merasa puas atas jawaban yang diberikan Abu Nawas, karena memang dirinya yakini begitu.
Setelah itu, tamu kedua bertanya hal yang sama
"Manakah yang lebih utama orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?,"
"Orang yang tidak mengerjakan keduanya," jawab Abu Nawas.
"Mengapa?," tanya lagi tamu kedua.
Baca Juga: Kecelakaan Beruntun di Tol Pejagan-Pemalang, 13 Mobil Rusak, 1 Korban Tewas Anak Jamintel Kejagung
"Karena dengan tidak mengerjakan keduanya tentu tidak memerlukan pengampunan dari Tuhan," jelas Abu Nawas.
Tamu kedua pun dapat mencerna dan merasa paham dengan penjelasan yang disampaikan Abu Nawas tersebut.
"Manakah yang lebih utama orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?," tanya tamu ketiga.
"Orang yang mengerjakan dosa besar," jawab Abu Nawas.
"Mengapa?," tanya lagi tamu ketiga karena.
"Besarnya ampunan Allah kepada hamba-Nya sebanding dengan besarnya dosa hamba itu," jawab Abu Nawas.
Tamu ketiga pun puas dengan jawaban yang disampaikan Abu Nawas.
Mendengar hal itu seorang murid Abu Nawas pun bertanya
Baca Juga: Kekejaman PKI Terhadap 2 Anak yang Otomatis Jadi Yatim Piatu Saat Kedua Orang Tuanya Dibunuh
"Mengapa dengan pertanyaan yang sama bisa menghasilkan jawaban yang berbeda?,"
"Manusia itu dibagi pada tiga tingkatan-tingkatan mata, otak, dan hati," jawab Abu Nawas.
"Apakah tingkatan mata itu?," tanya murid tersebut.
"Anak kecil yang melihat bintang di langit, Iamengatakan bahwa bintang itu kecil karena Ia hanya menggunakan mata," jawab Abu Nawas.
Baca Juga: Kisah Tragis Mantan Gubernur Jawa Timur Pertama yang Menjadi Korban PKI pada 10 November 1948
"Lalu maksud tingkatan otak?," tanya lagi murid tersebut.
"Orang pandai yang melihat bintang di langit Iaa mengatakan bintang itu besar karena ia berpengetahuan," jelas Abu Nawas.
"Dan apakah tingkatan hati itu?," tanya lagi murid tersebut.
"Orang pandai dan mengerti yang melihat bintang di langit, Ia tetap mengatakan bintang itu kecil walaupun ia tahu bintang itu besar. Sebab bagi orang mengerti tidak ada sesuatu apapun yang besar jika dibandingkan dengan Kemahabesaran Allah" jelas Abu Nawas.
Setelah puas dengan jawaban itu murid tersebut kembali menanyakan hal lain
"Wahai guru mungkinkah manusia bisa menipu Tuhan?," tanya murid tersebut.
"Mungkin," jawab Abu Nawas
Baca Juga: MENGETAHUI Pola Diet Ikan Channa Pulchra Sesuai Tujuan serta Penjelasan Manfaatnya
"Bagaimana caranya?," tanya lagi murid tersebut yang penasaran
"Dengan cara merayunya melalui pujian dan doa," jawab Abu Nawas
"Ajarkanlah doa itu padaku wahai guru," pinta murid tersebut.
"Dan doa tersebut adalah i'tiraf yakni ilahilastulil firdausi ahla walaa aqwa 'ala naaril jahiimi fahabli taubatan waghfir dzunubi fainnaka firu zanbil adzimi,"
Demikian kisah cerdik Abu Nawas dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dari tamunya. Semoga kisah ini bermanfaat.***