Defisit Fiskal Melebar, G20 Ingatkan Utang Publik dan Swasta

- 23 November 2020, 15:54 WIB
Menteri Keungan (Menkeu) RI, Sri Mulyani Indrawati menyampaikan pesan G20 terkait utang swasta dan publik imbas dari kebijakan penanganan Covid-19.*
Menteri Keungan (Menkeu) RI, Sri Mulyani Indrawati menyampaikan pesan G20 terkait utang swasta dan publik imbas dari kebijakan penanganan Covid-19.* /Antara Foto/Puspa Perwitasari./

PORTAL MAJALENGKA - Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati mendampingi Presiden RI Joko Widodo pada Konferensi Tingkat Tingi (KTT) G20 secara virtual dari Istana Kepresidenan Bogor, Minggu 22 November 2020 malam.

Pemimpin dari negara-negara G20 meminta para menteri keuangan dan gubernur bank sentral mengawasi tingkat utang publik dan swasta.

Hal itu mengingat banyak negara yang melebarkan defisit fiskal untuk menerapkan kebijakan luar biasa dalam penanganan pandemi Covid-19.

Baca Juga: Pemimpin G20 Komitmen Bantu Negara Miskin Pulih dari Pandemi Covid-19

Selain tingkat utang publik dan swasta, para pemimpin G20 juga memfokuskan perhatian pada potensi kenaikan biaya dana seperti bunga pinjaman (borrowing cost).

Selain itu juga perebutan likuiditas di pasar keuangan (crowding out) karena banyak negara ingin meningkatkan belanja untuk memulihkan ekonomi.

“Langkah-langkah menjaga sustainabilitas dari tingkat utang baik di level publik maupun swasta akan menjadi fokus yang harus dilihat pada masa Covid-19 ini maupun setelah masa Covid-19,” ujar Sri Mulyani.

Baca Juga: Program Perlindungan Sosial Selamatkan 3,43 Juta Orang dari Kemiskinan

Pertemuan pemimpin G20 banyak membahas kebijakan untuk merespons dampak pandemi Covid-19 yang telah menimbulkan kerusakan termasuk di bidang ekonomi dunia.

Hal tersebut ditunjukkan dengan penurunan pertumbuhan ekonomi dan juga dari sisi human capital.

“Oleh karena itu, semua negara melakukan berbagai tindakan kebijakan yang sifatnya luar biasa dan dalam hal ini tentu akan meningkatkan defisit dari fiskalnya,” ujar Sri Mulyani.

Baca Juga: Pulang dari AS, Luhut Bawa Oleh-oleh Pendanaan 750 Juta Dolar AS

Di dalam masa sulit ini, komitmen dari banyak negara untuk menggunakan instrumen fiskal dan moneternya semaksimal sangat dibutuhkan.

Penggunaan instrumen fiskal dan moneter dibutuhkan berbagai negara untuk melindungi masyarakat, melalui kebijakan jaring pengaman sosial.

Termasuk menciptakan banyak lapangan kerja untuk mengatasi dampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di masa pandemi.

Baca Juga: Sri Mulyani : Optimalkan Sisa APBN dan APBD Rp1.200 Triliun

“Untuk memulihkan ekonomi masing-masing negara dan kemudian menjadi pemulihan ekonomi global, juga perlu diperhatikan mengenai stabilitas sistem keuangan karena ini akan menjadi salah satu isu yang harus diperhatikan di dalam financing track,” ujarnya.

Dalam pertemuan G20, para pemimpin menyepakati kebijakan pemulihan ekonomi harus terus didukung.

Kebijakan kontra-siklus (countercyclical) baik pada aspek fiskal, moneter dan sistem keuangan perlu terus diterapkan hingga pemulihan ekonomi berjalan stabil.

Baca Juga: Indonesia Diambang Defisit, Sri Mulyani Mengaku Terpaksa Hutang ke Negara Lain

KTT G20 pada 2020 berlangsung di Riyadh, Arab Saudi. Presiden Joko Widodo dan para menteri mengikuti secara virtual KTT G20 yang berlangsung pada 21-22 November 2020 ini.

Turut hadir mendampingi Presiden, selain Menteri Keuangan adalah Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Sekretaris Kabinet Pramono Anung.

Baca Juga: Cepat atau Akurat, Pemerintah Dilema Mengambil Kebijakan

Kemudian Sherpa G-20 Indonesia Rizal Affandi Lukman yang juga menjabat sebagai Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, serta Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Makro Ekonomi dan Keuangan Internasional Suminto. ***

Editor: Hanif Maulana

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah