Berhenti Merusak Bumi!

- 20 November 2020, 08:46 WIB
Ilustrasi bumi.
Ilustrasi bumi. /Pixabay/PIRO4D./

Baca Juga: Tanda Tangan Elektronik, Sah atau Tidak? Ini Penjelasan Kominfo!

Hal ini juga tidak terlepas dari peran Petrus Konggo, seorang ketua marga Konggo dari suku Mandobo yang telah mempengaruhi sepuluh marga lainnya untuk menyerahkan hutan adat mereka menjadi area konsesi perusahaan perkebunan kelapa sawit.

"Bapak nanti kami kasih honor, upah. Bapak sebagai koordinator nanti biaya pendidikan (anak) ditanggung perusahaan, nanti ada rumah-rumah bantuan, sumur air bersih, nanti (ada) genset" tutur Petrus menirukan kalimat pemikat yang dijanjikan perusahaan kala itu.

Namun, janji-janji itu hanyalah janji yang diucapkan, bukan secara tertulis hitam di atas putih. Akhirnya, di tahun 2015 ia dan sepuluh marga lainnya hanya mendapatkan ganti rugi sebesar Rp. 100.000 untuk tiap hektar hutan adat yang kini menjadi area perkebunan kelapa sawit seluas lebih dari 19.000 hektar.

Baca Juga: Melindungi Jejak Digital dan Data Pribadi, Kominfo Akan Batasi Usia Pengguna Medsos

Hal itu yang membuatnya insaf dan kini sedang berjuang untuk mempertahankan 5000 hektar hutan adatnya di Distrik Jair, Boven Digoel. Netizen Indonesia pun berjuang dengan melakukan kampanye besar-besaran di twitter dengan membuat tagar #SavePapuaForest. Tagar yang mengindikasikan bahwa masyarakat Indonesia sudah murka jika Tanah Airnya diobrak-abrik oleh asing.

Padahal, masih hangat rasanya di ingatan masyarakat kita, kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang terjadi di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan pada 2019 lalu. Kini, Indonesia justru kembali menghadapi bencana hutan yang sengaja dibakar oleh korporasi. Betapa hal ini memberikan bukti nyata bahwa sumber daya alam Indonesia sudah lama berada dalam cengkraman para kapitalis utamanya asing. Pertanyaannya, harus sampai kapan seperti ini terus?

Sebenarnya tidak aneh, jika di negara yang menganut sistem Demokrasi hutan sengaja dibakar untuk dijadikan lahan perkebunan, dan individu/korporasi yang melakukannya terkesan dilindungi. Karena di dalam sistem Demokrasi, dikenal juga dengan paham kebebasan kepemilikan dimana paham ini telah melahirkan sistem ekonomi Kapitalisme.

Baca Juga: Pendidik dan Tenaga Kependidikan Non PNS Apresiasi Penyaluran Bantuan Subsidi Upah

Di dalam sistem ekonomi Kapitalisme, seseorang yang memiliki modal (kapitalis) boleh mengembangkan modalnya dengan cara apapun termasuk melalui imperialisme, perampasan, dan pencurian harta kekayaan alam.

Halaman:

Editor: Andra Adyatama


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah