Kronologi Awal Mula Sejarah Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW

- 17 September 2022, 09:05 WIB
Kronologi Awal Mula Sejarah Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW
Kronologi Awal Mula Sejarah Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW /Unsplash.com/Mufid Majnun

 

HARI kelahiran atau Maulid Nabi Muhammad SAW setiap 12 Rabiul Awal diperingati dihampir semua negara muslim dan dijadikannya sebagai hari libur nasional. Kecuali Arab Saudi dan Qatar pada zaman ini tidak diliburkan.

Masyarakat Mekkah pada zaman dahulu berkumpul di Zuqaq al-Maulid satu area rumah kelahiran Nabi Muhammad SAW berlokasi. Mereka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.

Pada malam 12 Rabiul Awal sehabis waktu magrib kaum muslimin dari berbagai penjuru Mekkah berkumpul ke tempat ini dengan membawa lentera dan dihadiri para pembesar dari Madzab Syafii, Hanafi, Maliki maupun Hanbali serta disampaikanlah khutbah atau nasihat. Kemudian mereka menuju Masjidil Haram dan shalat Isya di sana.

Baca Juga: KERAMAT WALI MAJDUB, Habib Ja’far Al Kaff Menari Sambut Datangnya Rasulullah di Acara Maulid Nabi

Pada zaman itu golongan dari mayoritas ulama (jumhur ulama) menghukumi bid`ah yang baik (bid`ah hasanah) dengan merujuk perkataan Nabi, “Barang siapa yang mengada-adakan satu cara yang baik dalam Islam maka ia akan mendapatkan pahala orang yang turut mengerjakannya dengan tidak mengurangi dari pahala mereka sedikit pun, dan barang siapa yang mengada-adakan satu cara yang jelek maka ia akan mendapatkan dosa dan dosa-dosa yang turut mengerjakannya dengan tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun.” (HR. Muslim).

Sejarah awal mula peringatan kelahiran atau Maulid Nabi Muhammad SAW menurut beberapa riwayat memiliki proses kronologi yang bertahap.

Pertama, ketika Nabi Muhammad SAW ditanya tentang puasa pada hari Senin beliau bersabda, " ... karena pada hari itu aku dilahirkan."(HR. Muslim)

Baca Juga: Bacaan Maulid Nabi Guru Sekumpul Terdengar sampai Langit, Kisah Karomah Wali

Kedua, pada zaman sahabat akan membuat penanggalan (kalender) Islam. Pada tahun 638 M, Khalifah Umar bin Khatab dan sebagian para sahabat juga mengusulkan agar hari kelahiran Nabi sebagai awal dari penanggalan.

Akan tetapi ternyata masih diperdebatkan tanggal kelahirannya ada yang berpendapat tanggal 12, 2, 8, 9 dan 10 Rabiul Awal. Sehingga kemudian berakhir kesepakatan dipilihnya tanggal yang sudah jelas dan pasti yaitu awal hijrahnya Nabi ke Madinah sebagai awal penanggalan (Hijriyah).

Ketiga, Mekkah dan Madinah untuk pertama kalinya mengadakan peringatan kelahiran Nabi (Maulid Nabi) yaitu pada zaman Khalifah al-Mahdi bin Makmun dari Dinasti Abbasiyah.

Baca Juga: CARA MENINGKATKAN Mental Ikan Channa Stewartii Biar Cepat Lepas Gembok Mager di Pojokan

Disebutkan, Juraisyah binti 'Atho (786 M) yang lebih dikenal dengan nama “Khaizuran” ibunda dari Khalifah Harun Al Rasyid yang "berpaham Sunni" datang ke Madinah dan memerintahkan penduduk Madinah mengadakan perayaan kelahiran Nabi di Masjid Nabawi.

Ia juga datang ke Mekkah memerintahkan penduduknya menyelenggarakan peringatan kelahiran Nabi di rumah-rumah mereka.

Keempat, peringatan kelahiran Nabi juga dirayakan pada masa kekhalifahan Dinasti Fathimiyah. Tepatnya pada masa pemerintahan al-Muiz li Dinillah (952 M) yang berpaham Syiah.

Baca Juga: Inilah Kisah Masa Kecil Syekh Abdul Qodir Al Jaelani, sang Guru Besar para Wali Allah

Ketika Dinasti Fathimiyah berakhir (1171 M) diganti Dinasti Ayyubiyah (Shalahuddin al-Ayubbi) maka diganti paham Sunni. Akidah Syiah diganti akidah al-Asy'ari dan fikh-nya Madzab Syafii.

Pada masa ini Shalahuddin al-Ayyubi masyhur mengadakan pembacaan kelahiran dan sejarah Nabi untuk membangkitkan semangat jihad dan berhasil dengan gemilang melawan Tentara Salib Eropa pada tahun 1187 M.

Kelima, menurut Ibnu Katsir, peringatan kelahiran Nabi dirayakan secara besar-besaran oleh Sultan Muzaffar (1207 M) dari Irbil Irak. Sultan Muzaffar adalah adik ipar dari Shalahuddin al-Ayyubi.

Baca Juga: Abu Nawas Bikin Raja Harun Al Rasyid Diam Seribu Bahasa Terkait Misi Mustahil Ini

Maulid Nabi di Mata Salafus Shalih Ulama Terdahulu

Pertama, pada masa sahabat di zaman Khalifah Umar bin Khatab ada keinginan kuat dari sebagian sahabat menjadikan kelahiran Nabi SAW dijadikan awal penanggalan Hijriyah.

Kedua, di zaman sesudah generasi sahabat adalah Imam Hasan al-Bashri termasuk imamnya para ulama di masa tabiin yang berguru kepada banyak sahabat nabi seperti sahabat Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Abbas, Anas bin Malik, Abu Musa Al-Asyari, Abdullah bin Umar dll.

Baca Juga: Timnas Indonesia U20 Menang Telak atas Hong Kong pada Kualifikasi Piala Asia U20 2023

Ujaran beliau yang masyhur tentang maulid, "Andaikata aku memiliki emas sebesar bukit Uhud, maka akan kudermakan semuanya untuk penyelenggaraan pembacaan maulid Rasul."

Ketiga, generasi salafus sholih di kalangan madzab empat tercatat Imam Ibnu Abidin ulama besar di kalangan Madzab Hanafi. Imam Ibnu Hajj ulama besar dari Madzab Maliki.

Kemudian Imam Nawawi, Imam Jalaluddin As-Suyuthi, Imam Ibnu Hajar Asqolani, Imam Sakhawi, Ibnu Hajar Al-Haitami, Salahudin Al-Ayubi si Penakhluk Perang Salib. Kebesaran dan ilmu mereka tidak diragukan dari Madzab Syafii.

Baca Juga: Abu Nawas Menjebak Penyihir yang Berbohong, Mendapat Hadiah 100 Kali Cambuk

Lalu Imam Ibnu Taimiyah dan Ibnu Jauzi. Mereka juga ulama besar dari Madzab Hanbali.

Maulid Nabi Antara Sunnah dan Bid`ah
KH. Hasyim Asy'ari (pendiri NU) menulis kitab tentang Maulid Nabi yang berjudul Al-Tanbihat al-Wajibat liman Yashna’ al-Maulid bi al-Munkarat (Peringatan Keras bagi orang yang menyalahgunakan Maulid dengan kemungkaran).

Disebutkan, hukum Maulid Nabi itu bisa sunnah tetapi juga bid`ah. Pertama, kata KH Hasyim Asy'ari, membaca Maulid Nabi sangat dianjurkan, oleh sebab itu ulama ternama seperti Ibnu Hajar, al-Suyuthi, al-Qodli 'Iyadh dll memuji kebaikan dari membaca Maulid Nabi SAW.

Baca Juga: DUEL PALING DINANTI, Head to Head Persib Bandung vs Persija Jakarta, Adu Gengsi Luis Milla dan Thomas Doll

Kedua, kata KH Hasyim Asy'ari, peringatan maulid juga bisa dihukumi bid`ah kalau praktiknya menyimpang. Misalnya, kalau disertai pesta-pesta yang menjurus maksiyat, berkumpulnya laki-laki dan wanita.

Keutamaan membaca Maulid Nabi SAW dinilai amalan sunnah karena di dalamnya mengandung kebaikan. Dua inti dalam pembacaan Maulid Nabi SAW adalah: (1). Kisah Sejarah Kelahiran Nabi Muhammad SAW. (2). Pembacaan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW.

Pada pembacaan sejarah kelahiran Nabi para ulama mendasarkan perintah Alquran yang berhubungan dengannya untuk diambil pelajaran.

Baca Juga: PKI Jadikan Pabrik Gula Gorang Gareng Magetan Kolam Darah dan Mayat pada 18 September 1948

"Maka ceritakanlah wahai Nabi kisah ini kepada kaummu agar mereka berpikir.” (Al-A’raf: 176). "Sesungguhnya pada kisah-kisah (para nabi dan umat mereka) itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. " (Yusuf : 111). Dan lain-lain. Banyak ayat Alquran yang sejenis.

Sedangkan pembacaan shalawat atas Nabi Muhammad SAW disebutkan, "Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.” (Al-Ahzab : 56).

Selain perintah Alquran, perintah Nabi (Al-Hadits) dari keutamaan membaca shalawat cukup banyak.

Baca Juga: Kyai Imam Mursyid Muttaqin Jadi Korban Kekejaman PKI Madiun 1948 yang Belum Ditemukan Jejaknya

Diriwayatkan, Abu Lahab paman Nabi SAW yang memusuhi Islam disiksa terus menerus di dalam kuburnya tetapi diringankan siksanya setiap hari Senin. Hal demikian disebabkan karena bergembira dan senang sewaktu mendengar kelahiran Nabi Muhammad dan langsung memerdekakan budaknya Tsuwaibah. Kemudian menghadiahkan dia untuk beberapa waktu membantu merawat Nabi SAW bahkan menyusuinya.

Dalam Shahih al-Bukhari disebutkan, “Urwah berkata, Tsuwaibah adalah budak Abu Lahab. Ia dimerdekakan oleh Abu Lahab, untuk kemudian menyusui Nabi. Ketika Abu Lahab meninggal, sebagian keluarganya bermimpi bahwa Abu Lahab mendapatkan siksa yang buruk. Di dalam mimpi itu, Abu Lahab ditanya. Apa yang engkau temui? Abu Lahab menjawab, aku tidak bertemu siapa-siapa, hanya aku mendapatkan keringanan di hari Senin karena aku telah memerdekakan Tsuwaibah.”

Abu Lahab saja diringankan siksanya setiap Senin karena saking bergembira atas kelahiran Nabi dengan memerdekakan budak, padahal dia kafir. Menjadi aneh apabila seorang mukmin bergembira dengan membaca kisah Maulid Nabi SAW dan bersholawat salam kepadanya malah ada sebagaian golongan yang mengatakan sebagai perbuatan bid'ah masuk neraka?.***

Artikel ini lepas ini ditulis Haryanto, alumni Jurusan Sejarah Universitas Negeri Yogyakarta, mengajar di SMP Negeri 1 Paliyan Gunungkidul DIY. 

 

PUSTAKA

Al-Husaini, al-Hamid. 1983. Sekitar Maulid Nabi Muhammad S.A.W. dan Dasar Hukum Syari`atnya. Semarang : Toha Putra.

Hasyim Asya`ri, Syaikh KH. 2013. Koreksi Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW (Tanbihat al-Wajibat li Man Yashna` al-Maulid bi al-Munkarat). Terjemahan Dr. Rosidin. Malang : Bayumedia Publising.

Editor: Husain Ali


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x