Di Baghdad, ia disambut dengan sangat baik karena memang merupakan keturunan dari keluarga Sultan di wilayah tersebut.
Setelah beberapa lama tinggal di Baghdad, Pangeran Brata Kelana pamit setelah mendapatkan pesan dari ayahnya untuk segera pulang ke Cirebon.
Baca Juga: WOM Finance Majalengka Buka Loker untuk Lulusan SMA/Sederajat, Buruan Daftar
Singkat cerita, setibanya di Cirebon, Pangeran Brata Kelana dinikahkan dengan Putri Demak anak dari Raden Fatah yang bernama Nyimas Ratu Ulung Jawa.
Perjodohan antara Pangeran Brata Kelana dengan Putri Demak tersebut selain untuk menjalin ikatan keluarga antara Kesultanan Demak dan Cirebon, Sunan Gunung Jati dan Raden Fatah memiliki rencana untuk pangeran Brata Kelana.
Tujuannya agar kelak bisa meneruskan Tahta Kesultanan Cirebon dengan memperkuat jalinan keluarga dan kerjasama antara Kesultanan Cirebon dan Demak.
Pangeran Brata Kelana yang memiliki karakter pejuang yang pemberani, tegas dan bijaksana membuat ia menjadi salah satu kandidat yang dianggap mampu untuk memimpin Kesultanan Cirebon setelah kepemimpinan Sunan Gunung Jati.
Dalam berbagai catatan sejarah Cirebon, dikisahkan ketika pernikahan Pangeran Brata Kelana dengan nyimas Ratu Pulung Jawa, mas kawin atau mahar yang diajukan oleh pangeran Brata Kelana untuk Putri Demak tersebut adalah mati syahid.
Setelah menikah, Pangeran Brata Kelana tinggal bersama istrinya di Kesultanan Demak. Keberadaan Pangeran Brata Kelana di Demak sedikit banyaknya memiliki pengaruh dan memberikan sumbangsih dalam membantu jalannya pemerintahan di Kesultanan Demak.