Petatah Petitih Warisan Sunan Gunung Jati Penuh Sarat Makna, Jadi Simbol Keselamatan Dunia Akhirat

- 3 Agustus 2022, 07:00 WIB
Sunan Gunung Jati
Sunan Gunung Jati /lazada

PORTAL MAJALENGKA - Sunan Gunung Jati adalah salah satu tokoh Wali Songo yang menyebarkan Islam di Tanah Jawa, khususnya di Cirebon.

Cara dakwah Sunan Gunung Jati yang dibalut dengan nuansa budaya lokal, membuat beliau banyak disegani oleh masyarakat setempat.

Bahkan selepas kepergiannya, beliau tak hanya sekedar meninggalkan kisah sejarah belaka. Lebih dari itu, Sunan Gunung Jati meninggalkan sejumlah petatah-petitih berupa pesan dan nasihat.

Baca Juga: KERAMAT WALI, Ini yang Bikin Sekelompok Perampok Bertaubat di Hadapan Syekh Abdul Qodir Al Jaelani

Salah satunya yaitu petatah-petitih mengenai "Ingsun nitip tajug lan fakir miskin (saya menitipkan mushola dan fakir miskin)" sebagai amanat bagi generasi penerusnya, dan umat Islam pada umumnya.

Secara tidak langsung, amanat tersebut memberi pesan agar senantiasa menjaga dan memperkuat keimanan serta bersama-sama memperhatikan kesejahteraan fakir miskin.

Petatah-petitih Sunan Gunung Jati juga tertuang dalam Qs al-Maun 107: 1-2 yang berbunyi, "Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Yaitu orang yang menelantarkan anak yatim dan tidak mau memberi makan fakir miskin".

Baca Juga: Rasakan Manfaatnya! Amalan Ayat Pendek dari Leluhur Walisongo, Sunan Gunung Jati hingga Gus Dur

Sebagai seorang pemimpin, Sunan Gunung Jati tidak mewariskan harta benda berharga, kecuali mushola dan fakir miskin.

Sementara itu, tajug atau mushola merupakan simbol transendensi yang dapat menjadi keselamatan dunia akhirat.

Sebab di dalam transendensi terdapat hubungan vertikal dan horizontal antara Tuhan dan hambanya, serta terjalinnya hubungan baik antar sesama manusia.

Baca Juga: Kisah Wali Allah yang Diduga Buta Sejak Lahir, Dibuang ke Hutan oleh Ibunya Hingga Disusui Seekor Kijang

Pemimpin yang dekat dengan fakir miskin akan mempunyai kepekaan nurani. Prinsip ini mengandung makna bahwa harkat dan martabat manusia adalah sama di mata Allah SWT.

Tidak seorang pun di antara manusia yang berhak merendahkan harkat dan martabat seseorang, apalagi memperbudaknya.

Dalam konsep hasta brata, pemimpin yang tidak membedakan status sosial antara satu dengan yang lainnya dinamakan pemimpin yang memiliki sifat angin.

Baca Juga: Dikisahkan Gus Baha Keramat Sahabat Umar Bin Khattab, Memadamkan Api Hanya dengan Sorban yang Dititipkan

Sebab angin berada di segala tempat, tanpa membedakan antara daratan tinggi dengan daratan rendah, orang kaya atau miskin.

Dengan mencontoh sifat ini, maka seorang pemimpin selalu dekat dengan rakyat tanpa membedakan derajat dan martabatnya.

Kedekatan dengan rakyat inilah yang membuat Sunan Gunung Jati selalu terkenang manis di hati masyarakat Cirebon.

Baca Juga: Begini Kata Sunan Gunung Jati Jika Orang Berani Ingkar Janji!

Bahkan tak jarang ketika Sunan Gunung Jati menjalankan dakwahnya dengan berjalan kaki ke pelosok-pelosok, ia memilih tidak menggunakan pengawalan.

Sebab seorang pemimpin yang rendah hati akan dicintai rakyatnya, ia juga merasa tidak akan ada ancaman yang membahayakan dirinya.***

Editor: Andra Adyatama

Sumber: Buku Jalan Hidup Sunan Gunung Jati karya Eman Suryaman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah