Cikal Bakal Penyebaran Islam di Tatar Pasundan dari Pangeran Walang Sungsang hingga Sunan Gunung Jati

- 23 Mei 2022, 10:00 WIB
Cikal Bakal Penyebaran Islam di Tatar Pasundan dari Pangeran Walang Sungsang Hingga Sunan Gunung Jati
Cikal Bakal Penyebaran Islam di Tatar Pasundan dari Pangeran Walang Sungsang Hingga Sunan Gunung Jati /YouTube

PORTAL MAJALENGKA - Beberapa tokoh penyebar ajaran Islam di Tatar Pasundan dari mulai Pangeran Walang Sungsang hingga Sunan Gunung Jati.

Tokoh-tokoh penyebar Islam di Tatar Pasundan semuanya merupakan keturunan Prabu Siliwangi dan nantinya akan secara masif dilakukan oleh Sunan Gunung Jati.

Namun cikal bakal penyebaran Islam sendiri bersumber dari nenek Sunan Gunung Jati yaitu Nyimas Subang Larang.

Baca Juga: Inilah Legenda Puser Bumi Gunung Jati, Wujud Karomah Syekh Datul Kahfi

Memiliki tiga keturunan dari pernikahan Nyimas Subang Larang dengan Prabu Siliwangi yaitu:

1. Pangeran Walang Sungsang
2. Nyimas Rara Santang
3. Raden Kian Santang.

Diambil dari sumber sejarah Babad Tanah Cirebon, Pangeran Cakrabuana, Sunan Gunung Jati dan Raden Kian Santang merupakan tiga tokoh utama penyebar Islam di seluruh Tatar Pasundan.

Baca Juga: Ketua KPU Hasyim Asy'ari Pastikan Kotak Pemilu 2024 Menggunakan Bahan Kardus Berikut Alasannya

Nyimas Subang Larang adalah seorang puteri Ki Gede Tapa, penguasa Syah Bandar Karawang.

Peristiwa pernikahannya terjadi ketika Prabu Siliwangi belum menjadi raja Pajajaran; ia masih bergelar Prabu Jaya Dewata atau Prabu Pamanah Rasa.

Prabu Siliwangi saat itu hanya menjadi raja bawahan di wilayah Sindangkasih Majalengka, salah satu wilayah kekuasaan kerajaan Galuh Surawisesa.

Baca Juga: Keajaiban di Gunung Jati, Dua Pohon yang Akarnya Menyambung Jadi Satu

Kerajaan Galuh Surawisesa beribukota di kawali-Ciamis yang diperintah oleh ayahnya Prabu Dewa Niskala.

Sedangkan kerajaan Sunda-Surawisesa (Pakuan/Bogor) masih dipegang oleh kakak ayahnya (ua: Sunda) Prabu Susuk Tunggal.

Nyai Subang Larang sebelum menjadi permaisuri dari Prabu Siliwangi telah memeluk Islam dan menjadi santri dari Syekh Hasanuddin atau Syekh Quro.

Ia adalah putera Syekh Yusuf Siddiq, ulama terkenal di negeri Champa (sekarang menjadi bagian dari Vietnam bagian Selatan).

Baca Juga: Mengenal Istilah dan Tahapan Pada Pemilu 2024, SIPOL SIDALIH SILON dan SIREKAP

Syekh Hasanuddin datang ke pulau Jawa (Karawang) bersama armada ekspedisi Muhammad Cheng Ho (Ma Cheng Ho atau Sam Po Kong) dari dinasti Ming pada tahun 1405 M.

Sesampainya di Karawang, Syekh Hasanudin mendirikan pesantren yang diberi nama Pondok Quro.

Oleh karena itu ia mendapat gelar Syekh Quro. Ajaran yang dikembangkan oleh Syekh Quro adalah ajaran Islam Madzhab Hanafiah.

Pondok Quro yang didirikan oleh Syekh Hasanuddin tersebut merupakan lembaga pendidikan Islam (pesantren) pertama di tanah Pasundan.

Baca Juga: Makam Istri Prabu Siliwangi di Kebun Raya Bogor, Ratu Galuh Kerap Datang dengan Balutan Pakaian Kebaya

Kemudian setelah itu muncul pondok pesantren di Amparan Jati daerah Gunung Jati (Syekh Nurul Jati).

Setelah Syeikh Nurul Jati meninggal dunia, pondok pesantren Amparan Jati dipimpin oleh Syekh Datuk Kahfi atau Syekh Idhofi, ulama asal Arab yang mengembangkan ajaran Islam madzhab Syafi’iyyah.

Sepeninggal Syekh Hasanuddin, penyebaran Islam melalui lembaga pesantren terus dilanjutkan oleh anak keturunannya, di antaranya adalah Musanuddin atau Lebe Musa.

Dalam sumber lisan, Musanuddin dikenal dengan nama Syeikh Benthong, salah seorang yang termasuk kelompok wali di pulau Jawa.

Baca Juga: Cinta Bersemi di Makam SUNAN GUNUNG JATI, Kisah Cinta Kakek Sondani dengan Gadis Cantik bernama Via

Dengan latar belakang kehidupan keberagamaan ibunya seperti itulah, maka Pangeran Walang Sungsang dan adiknya Nyimas Rara Santang memiliki niat untuk menganut agama ibunya.

Dan keduanya harus mengambil pilihan untuk tidak tetap tinggal di lingkungan istana. Pangeran Walang Sungsang dan Nyimas Rara Santang nantinya akan keluar dari Pajajaran untuk belajar agama Islam.

Dan itulah nantinya yang bakal menjadi awal kisah penyebaran agama Islam di Tatar Pasundan, hingga terkikisnya ajaran Sanghyang atau ajaran Sunda Wiwitan di Pajajaran.***

Editor: Andra Adyatama

Sumber: Atlas Walisongo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah