Revisi UU Pilkada Antisipasi Bom Waktu Covid-19

13 September 2020, 08:24 WIB
KPU RI Adakan Simulasi Pencoblosan pada Pilkada 2020 dalam Masa Pandemi Covid-19 /rri.co.id/.*/RRI

PORTAL MAJALENGKA – Pro kontra pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 bermunculan, di tengah pandemi Covid-19.

Kekhawatiran munculnya klaster pilkada menjadi alasan utama banyak pihak meminta penundaan Pilkada Desember 2020 tersebut.

Ketika harus dipaksakan digelar, banyak syarat yang diusulkan. Termasuk dengan menerapkan aturan ketat dengan dasar hokum yang sangat kuat.

Baca Juga: Ketua MPR : Tunda Pilkada atau Perketat Protokol Kesehatan

Pengamat politik dari Indobarometer, M Qodari meminta Undang-Undang Pilkada direvisi untuk menghapus kegiatan kampanye.

Seperti pentas seni, rapat umum dan kegiatan olahraga guna mencegah penyebaran Covid-19.

“Ini mencegah terjadinya kerumunan yang bisa menambah penyebaran Covid-19. Cukup dengan door to door campaign, alat peraga atau kampanye daring,” kata Qodari.

Baca Juga: Langkah Anies Upaya Selamatkan Warga Jakarta

Pendaftaran bakal calon kepala daerah pada 4-6 September 2020 membuktikan ketidakmampuan regulasi institusi untuk mencegah kerumunan dalam Pilkada serentak.

Qodari menyebutkan ada dua titik penyebaran Covid-19 dalam tahapan Pilkada, seperti kampanye selama 71 hari (26 September-5 Desember 2020) dan pencoblosan 9 Desember 2020.

“Dua tahapan ini berpotensi melahirkan bom atom kasus Covid-19 di Indonesia,” kata Qodari.

“Jika bom atom itu meledak, maka dipastikan akan terjadi ledakan “nuklir” kasus Covid-19 pada akhir 2020. Kapasitas rumah sakit tidak akan cukup,” jelasnya.

Baca Juga: BLT Ketenagakerjaan Cair Senin Besok, Ini Alasan Keterlambatannya

Pemerintah harus membuat proyeksi kebutuhan tempat tidur bagian pasien Covid-19 September 2020-Februari 2021, mengingat kasus Covid-19 di tanah air terus meningkat.

Revisi UU Pilkada juga mengatur kedatangan pemilih berdasar jam dan disosialisasi dengan masif agar pemilih paham.

“Atur dalam UU untuk menempatkan TNI-Polri untuk mengatur jarak para pemilih di lokasi TPS,” kata Qodari.

Baca Juga: Mahfud Sebut 92 Persen Calon Kepala Daerah Dibiayai Cukong

KPU juga perlu melakukan simulasi proses tersebut di 270 daerah yang melaksanakan Pilkada, agar dapat diantisipasi secara komprehensif.

“Simulasi tidak hanya saat pemungutan suara tapi juga dari pengiriman surat pemberitahuan pada pemilih, ritme kedatangan pemilih hingga proses pemungutan selesai,” jelas Qodari.

Bila KPU tidak bisa melaksanakan Pilkada serentak secara baik dengan mengikuti protokol kesehatan, Qodari menyarankan agar pelaksanaan Pilkada serentak Tahun 2020 ditunda.

Hal itu juga mengingat waktu yang tersedia untuk merevisi UU Pilkada hingga pelaksanaan simulasi di 270 daerah oleh KPU. ***

Editor: Ayi Abdullah

Tags

Terkini

Terpopuler