3. Human Skill
Kemampuan berkomunikasi dengan manusia atau masyarakat. Terlebih wartawan, Human Skill merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki. Karena harus akrab dengan narasumber. Terlebih saat meliput peristiwa bencana. Jurnalis harus memahami dan peka dengan situasi dan kondisi narasumber.
4. Empowermental Skill
Kemampuan tentang lingkungan. Seseorang merasakan panas, maka persiapannya membawa payung atau tenda yang besar. Ketika ada kekurangan, di situ persiapannya.
Hal mendasar dari jurnalis yang harus dimiliki adalah memahami betul bahwa liputan di alam bebas risikonya tinggi. Sehingga harus meminimalisasi bahaya dengan persiapan yang matang.
Baca Juga: Sikap Tertib Damai Para Pendukung Latvia di FIBA World Cup 2023 Patut Dicontoh dan Layak Diapresiasi
“Kalau sudah jelas bahayanya, jangan undang bahaya tersebut dengan kecerobohan kita. Dan yang paling bahaya itu sikap kita. Kesombongan,” tegas Galih.
Terkait kesombongan, Galih berbagi cerita. Ia pernah diajarkan para guide dan Sherpa yang merupakan salah satu suku bangsa di Nepal dan Tebet yang hidup di lereng-lereng pegunungan Himalaya memandang gunung. “Galih, katanya (dalam bahasa Nepal), gunung itu makhluk hidup. Mereka memilih siapa yang berhak naik ke puncak. Sampai segitunya,” kisah Galih.
“Saya percaya, mereka yang meninggal atau celaka di Everest, sebagai gunung tertinggi, ternyata bukan karena kemampuan atau perlengakapan pendakinya. Tapi karena mungkin gunung atau alam tahu bahwa saat ia berjalan sombong, melakukan kegiatan yang tidak baik dan lainnya. Gunung itu memilih,” terangnya.
Baca Juga: FAHRI HAMZAH Dorong Desain Ulang Sistem Pemilu, Ini Alasannya
Dalam bahasa yang lain, kata Galih, sebagai muslim, membaca juga bahwa gunung adalah makhluk hidup. Bahkan gunung bertasbih dalam diam. “Termasuk rumput yang kita injak sekalipun. Kita diberi keteduhan ini kan bagian dari itu,” ujarnya.
Karenanya, teman-teman Nepal, baik Sherpa, guide, maupun poter, itu tidak ada yang berantem. Karena bagi mereka, naik gunung itu sebagai ziarah. Makanya di puncak Everest itu bukan sampah. Tapi kain kata, doa yang diselipkan sebagai rasa syukur; gunungnya menerima dan bisa melaksanakan pendakian.