“Mengacu kepada temuan kami di lapangan, kedaulatan pangan lokal berisiko punah akibat
ekspansi monokultur dan penyeragaman pangan yang dipaksakan untuk dikonsumsi dan menjadi komoditas bisnis. Produksi secara besar-besaran lebih diutamakan dibandingkan untuk pemenuhan pangan sendiri".
"Solusinya adalah sesuai kepada konsep Walhi, yaitu kembali pada konsep tata kuasa petani dan masyarakat, tata kelola praktik lokal, tata produksi hulu ke hilir untuk meningkatkan nilai tambah, dan tata konsumsi untuk pemenuhan kebutuhan setempat,” ungkapnya.
Ray Rangkuti, aktivis dan pengamat politik, menyesalkan proyek food estate yang selalu menjadi agenda pemerintah di setiap periode kepemimpinan presiden terpilih.
Baca Juga: Rasakan Manfaat Buah Jambu Biji untuk Kesehatan Anak, Salah Satunya Memperkuat Sistem Imun
Padahal, proyek ini tidak pernah memecahkan masalah fundamental pangan di negeri ini karena lebih menitikberatkan pada bobot kepentingan sisi ekonomi dibandingkan dengan penyelesaian masalah pangan.
Menurutnya, pemerintah harus belajar dari kesalahan masa lalu dan membuat kebijakan yang lebih berhati-hati terkait proyek ini.
“Berbagai narasi saat ini terus bergulir, seperti Ibukota Negara (IKN), Omnibus Law, UU KPK, dan reformasi institusi kepolisian. Sementara, masalah food estate bisa jadi menempati posisi paling akhir dari rangkaian isu tersebut".
Baca Juga: KETAHUI 5 Manfaat Pelihara Ikan Mas Koki, Nomor 5 Anda Boleh Tidak Percaya
"Para akademisi dan NGO harus terus menyuarakan betapa pentingnya hal ini untuk terus didorong pada publik dan politisi, terutama sebagai agenda kampanye di tahun 2024".