Menteri PPPA: Perkawinan Anak Berisiko Tinggi Terhadap Kemiskinan

- 15 Desember 2020, 16:00 WIB
Seorang anak membawa poster saat aksi peringatan Hari Perempuan Internasional di Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (8/3/2020). Aksi tersebut untuk mensosialisasikan pencegahan perkawinan anak guna menekan angka perkawinan usia dini yang masih marak terjadi.
Seorang anak membawa poster saat aksi peringatan Hari Perempuan Internasional di Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (8/3/2020). Aksi tersebut untuk mensosialisasikan pencegahan perkawinan anak guna menekan angka perkawinan usia dini yang masih marak terjadi. /ANTARA FOTO/Arnas Padda/yu/aww./

PORTAL MAJALENGKA - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga mengatakan perkawinan anak berisiko tinggi menyebabkan kemiskinan, tidak hanya pada anak yang dikawinkan tetapi juga pada generasi-generasi anak tersebut berikutnya.

"Perkawinan anak dapat menyebabkan kemiskinan lintas generasi. Perkawinan anak meningkatkan risiko putus sekolah yang berdampak pada pendidikan yang rendah dan pendapatan yang rendah," kata Bintang dalam seminar daring tentang perkawinan anak yang diselenggarakan Yayasan Mitra Daya Setara yang diikuti dari Jakarta, Senin.

Baca Juga: Pegawai Terpapar Covid-19, Perkantoran di Lingkungan Setda Majalengka Kembali Terapkan WFH

Anak yang dikawinkan akan memiliki beban untuk menafkahi keluarga sehingga harus bekerja. Hal itu pada akhirnya berdampak pada peningkatan angka pekerja anak.

Menurut Bintang, praktik perkawinan anak memiliki dampak jangka panjang terhadap keluarga, masyarakat, dan generasi selanjutnya. Salah satu faktor yang menyebabkan permasalahan adalah ketidaksiapan anak secara fisik untuk dikawinkan.

"Perempuan yang hamil di bawah usia 20 tahun secara fisik belum siap untuk mengandung dan melahirkan," tuturnya.

Baca Juga: Majalengka Sabet Penghargaan Sebagai Kabupaten Peduli Hak Asasi Manusia

Ketidaksiapan mental pasangan perkawinan anak juga berisiko menyebabkan anak mengalami stress tinggi yang pada akhirnya dapat meningkatkan risiko kekerasan dalam rumah tangga dan pemberian pola asuh yang tidak tepat bila memiliki anak.

Bintang mengatakan praktik perkawinan anak harus dicegah karena merupakan pelanggaran atas hak-hak anak yang dapat berdampak buruk terhadap tumbuh kembang dan kehidupannya.

"Perkawinan anak merupakan pelanggaran hak asasi manusia karena hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia," katanya.

Baca Juga: Masyarakat Sipil Pakai Seragam Kombatan, TB Hasanuddin : Itu Berbahaya

Pendiri Yayasan Mitra Daya Setara, Linda Amalia Sari Gumelar mengatakan anak secara psikologis dan ekonomi belum siap untuk berumah tangga sehingga berisiko terjadi kekerasan dalam rumah tangga hingga perceraian.

"Namun, masih ada anggapan sebagian masyarakat dan pemahaman terhadap tafsir agama yang tidak selalu tepat dengan ajaran yang sebenarnya yang terkesan mendukung praktik perkawinan anak," kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Periode 2009-2014.***

Editor: Andra Adyatama

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah