Anggap UU Cipta Kerja Sangat Penting, Sofyan Djalil: Demonstrasi Terjadi Karena Salah Paham

16 Oktober 2020, 17:05 WIB
Menteri Agraria dan Tata Ruang /Badan Pertahanan Nasional/(ATR/BPN)*/Instagram/Sofyan Djalil /

PORTAL MAJALENGKA-Pro dan kontra perihal UU Cipta Kerja Omnibus law masih terus bergulir, belum ada titik temu mengenai hal tersebut.

Berbagai bentuk respon masyarakat melalui kritik, kecaman, dan saran masih datang silih berganti mengawal kebijkan tersebut.

Menteri Agraria dan tata ruang Indonesia, sofyan Djalil merespon hal tersebut, ia memberikan penjelasan mengenai Omnibus Law UU Cipta kerja dan poin yang dianggap memberatkan karyawan melalui podcast kanal YouTube Deddy Corbuzer yang diunggah pada Kamis, 15 oktober 2020.

Baca juga: Luhut Temui Menlu China Bahas Kerjasama

Sofyan juga mengungkapkan bahwa dirinya telah melaksanakan diskusi mengenai pembahasan UU Cipta Kerja dengan presiden Joko Widodo.

"Jadi Omnibus Law itu adalah konsep yang saya bicarakan dengan Pak Presiden dengan Pak Menko. Dan Pak Presiden mengadopsi advice-advice yang baik. Kemudian itu dikerjakan oleh pemerintah dan ketua tim adalah Menko," ujarnya sebagaimana dikutip Pikiran-Rakyat.com.

Menurutnya, Omnibus Law UU Cipta Kerja dipakai untuk menyaring regulasi-regulasi yang membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia terhambat.

Baca juga: BEM SI Kembali Padati Istana Merdeka, PT KAI Hentikan 8 Kereta Ini di Jatinegara

"Kenapa kita enggak bisa menciptakan kerja lebih banyak? Kenapa pertumbuhan ekonomi kita cuma lima persen? Karena begitu banyak hambatan regulasi. Maka regulasi itu yang harus diurus, dibereskan, disingkronkan gitu loh. Nah diidentifikasi dalam menciptakan lapangan kerja ada 79 UU yang mempengaruhi menjadi penghambat dari pencipta lapangan kerja," ungkap Sofyan.

Karenanya, Jokowi menginginkan tim dari para menterinya agar menyingkronkan regulasi tersebut.

"Maka itu, Pak Presiden memerintahkan kepada semua menteri yang terkait untuk bereskan, singkronkan. Nah kemudian dibagi tim dari berbagai menteri diketuai oleh Menko Perekonomian," tutur Sofyan.

Baca juga: Masih Ingat Stephen Chow? Kabarnya Aktor Kungfu Hustle Ini Mendadak Bangkrut

Sofyan menjelaskan bahwa ide Omnibus Law untuk mengatasi regulasi yang menghambat perkonomian tersebut tidak hanya terpikirkan oleh dirinya saja.

"Menteri juga tahu, jadi bukan karena saya aja. Tetapi bahwa ide ini adalah ide yang orang mengatasi deadlock karena regulasi. Maka ada sebuah undang-undang untuk memperbaiki sekian banyak undang-undang," jelasnya.

Bahkan, dirinya menegaskan penggunaan Omnibus Law untuk meluruskan regulasi yang sudah ada bukan hal pertama kali di Indonesia.

Baca juga: Pilek Bukan Gejala Utama Covid-19

"Dan praktek itu bukan baru di Indonesia. TAP MPR tahun 1990-2000 itu meng-omnibus-kan semua TAP MPR sejak ada MPRS. Jadi satu TAP itu dia luruskan semua. ketetapan yang lama dihapuskan menjadi singkron. Jadi bukan hal yang baru Omnibus Law," tegas Sofyan.

Lebih lanjut Sofyan menuturkan bahwa kebijakan publik yang baik tidak akan bisa dirasakan manfaatnya dalam waktu yang singkat.

"Tentu harus diketahui, kebijakan publik yang baik biasanya tidak populer di jangka pendek. Kemudian kebijakan yang baik kadang-kadang adalah painfull. For great and for a better of this nation, maka UU yang begitu banyak harus kita singkronkan," lanjutnya.

Baca juga: HATI-HATI, Ruam Kulit Bisa Jadi Tanda Terpapar Covid-19

Sofyan pun menganggap aksi-aksi demonstrasi beberapa waktu lalu terjadi karena banyaknya kesalahpahaman.

"Yang terjadi hari ini demo banyak sekali adalah, karena sebenernya salah paham atau apriori tanpa mengerti masalah secara utuh," imbuhnya.

Dirinya menilai Omnibus Law UU Cipta Kerja merupakan sesuatu yang penting, agar Indonesia dapat bersaing dengan negara-negara lain.

"Jadi undang-undang ini adalah undang-undang perubahan struktural yang paling penting dalam negeri ini, dalam rangka kita menghadapi persaingan global, penciptaan lapangan kerja dan dunia yang berubah," tambahnya.

Kemudian, Sofyan pun menanggapi poin pada UU Cipta Kerja yang dianggap memberatkan karyawan, yakni hak pesangon yang berkurang menjadi 25 kali.

Pria berusia 67 tersebut menjelaskan bahwa hanya sebagian kecil perusahaan yang mengikuti aturan pemberian pesangon sebanyak 32 kali.

"Begini, kan yang paling banyak dipersoalkan kan tentang klaster tenaga kerja, yang paling ekstrem adalah mengurangi bayaran kalau orang di PHK kesannya bahwa merugikan. Tapi prakteknya selama ini, yang mampu perusahaan bayar 32 kali hanya 7 persen," kata Sofyan.

Maka dari itu, pesangon dikurangi menjadi 25 kali agar perusahaan tidak terbebani dan karyawan mendapatkan seluruh hak-hak mereka.

"Oleh sebab itu presiden memberikan sesuatu yang reasonable, nah kebetulan presiden dan pemerintah juga kan menambahkan disitu 25 kali itu pemerintah akan tanggung 9 kali lewat asuransi. Jadi supaya perusahaan di Indonesia enggak takut bahwa nanti dia tidak mampu membayar kalau PHK," pungkasnya.***(Sarah Nurul Fatia/PikiranRakyat.com)

 

 

Editor: Rasyid

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler