PORTAL MAJALENGKA - Setiap kerajaan di Indonesia tempo dulu selalu memiliki benda-benda yang disakralkan dan menjadi pusaka sebagai bentuk simbol, penanda, kenangan, dan lainnya. Majapahit dan Pajajaran contohnya. Salah satu benda yang disakralkan oleh Majapahit adalah Cihna Gringsing Lobbeng Lewih Laka dan Payung Udan Riwis yang sempat hilang. Oleh sebab itu benda-benda tersebut harus dijaga keamanannya dan biasanya disimpan di tempat dengan pengawasan ketat.
Dilansir dari buku Pakuan Pajajaran di Tengah Pusaran Sejarah Dunia (2010:418), Pajajaran miliki benda pusaka sebagai simbol eksistensi pemerintahan masih berjalan. Terbukti saat Banten menyerang dan untuk mengakhiri masa pemerintahan Pajajaran, maka diboyonglah benda pusaka tersebut ke Banten.
Dengan pemboyongan benda pusaka Pajajaran, maka Pajajaran resmi dikatakan runtuh. Tampuk pemerintahan pun dipegang oleh pemilik baru benda tersebut.
Baca Juga: Tak Disangka! Inilah Sosok Pengkhianat yang Menyebabkan Kerajaan Pajajaran Akhirnya Harus Runtuh
Konon benda tersebut memiliki sejarah yang amat berarti bagi masyarakat dan pejabat Pajajaran. Karena benda pusaka itu selalu dipakai saat penobatan.
Benda pusaka Pajajaran yang dimaksud telah lama menjadi kebesaran dan sempat dipakai oleh Prabu Siliwangi saat ia dinobatkan sebagai raja. Palangka Sriman Sriwacana, itulah nama dari benda pusaka Pajajaran yang menjadi simbol keruntuhan dan berakhirnya masa Pajajaran.
Palangka Sriman Sriwacana yakni sebuah batu berukuran 200 x 16 x 20 cm yang selalu digunakan sebagai tempat duduk kala seorang Raja Pajajaran dinobatkan. Kebiasaan ini telah terjadi sejak lama bahkan diperkirakan pada masa sebelum Prabu Siliwangi memimpin pajajaran.
Meskipun secara fisik Palangka Sriman Sriwacana hanyalah sebuah batu, namun keberadaannya disakralkan. Makna dan kebiasaan yang disakralkan itulah, sehingga batu ini menjadi sebuah pusaka kerajaan dan menjadi simbol eksistensi pemerintahan.