Network
PORTAL MAJALENGKA - Kerajaan Pajajaran di Tatar Sunda rupanya masih banyak yang mengkaji dan meneliti karena minimnya penemuan-penemuan fisik. Kerajaan Pajajaran yang konon tak dapat ditaklukan Majapahit akhirnya pun harus mengalami kehancuran disebabkan penyerangan Banten kala itu.
Prabu Pucuk Umun sebagai cicit Prabu Silwangi harus menyaksikan kerajaan yang sekian lama dibangun runtuh oleh serangan dari saudara sekakek-buyut, yakni Sultan Maulana Yusuf. Apa penyebabnya? Simak selengkapnya artikel ini.
Dilansir dari buku Pakuan Pajajaran di Tengah Pusaran Sejarah Dunia (2010:418), Pajajaran saat itu sudah tak lagi berkedudukan di Pakuan, Bogor. Kerajaan Pajajaran dalam naskah Pustaka Nusantara III/1 dan Kretabhumi I/2 menyatakan bahwa Pajajaran runtuh pada 1501 Saka bulan Wesaka.
Dalam penanggalan Masehi bertepatan pada bulan Mei 1579. Sedangkan untuk harinya terdapat perbedaan antar sejarawan yakni antara Sabtu, Minggu, dan Senin.
Konon Pajajaran memiliki benteng yang kuat dan sulit ditembus. Meskipun kala itu kerajaan ini sudah mengecil dan tidak seluas pada saat Prabu Siliwangi berkuasa.
Dengan kuatnya benteng Pajajaran ini rupanya menjadi sebuah pertanyaan di kalangan sejarawan. Karena ternyata Pajajaran dapat ditembus dengan mudah oleh Banten.
Baca Juga: Ini Kata KPU Soal MK Tolak Gugatan Partai Gerindra yang Ajukan PSU di Majalengka
Pertanyaan tersebut akhirnya terjawab dalam naskah Banten yang menyebutkan bahwa benteng Pakuan Pajajaran kemudian dapat dibobol karena ulah dari seorang komandan. Komandan tersebut yang tidak diketahui namanya bertugas di kesatuan Benteng Kawal Pakuan dan rupanya memiliki saudara seorang kepercayaan Sultan Maulana Yusuf bernama Ki Jongjo.
