Kyai Abbas memberikan komando untuk ikut dalam barisan perjuangan rakyat Indonesia di Surabaya, dia sendiri ikut terjun dalam kancah perang besar ini.
Orator buruh Bung Tommo bisa di katakan anak didik nya dalam semangat perjuangan.
Ditilik ke belakang peristiwa historis tersebut merupakan efek dari resolusi jihad yang di gagas para kiyai sebelumnya dalam Pertemuan Nahdlatul ulama di Surabaya pada Oktober tahun 1945.
Kyai Abbas merupakan salah satu Kyai yang turut menghadiri acara untuk merumuskan fatwa jihad tersebut.
Setelah Indonesia mendapatkan pengakuan kedaulatan Munawir Azis menjelaskan kiyai Abbas masuk ke dalam dunia politik pertama-tama.
Kyai Abbas menjadi anggota komite Nasional Indonesia pusat KNIP yang setara dengan parlemen saat ini dan dia mewakili konstituan Jawa barat.
Adapun di lingkungan organisasi Kyai Abbas turut aktif dalam Nahdlatul Ulama di sini jabatannya adalah anggota dewan Mutasyar pusat dan kemudian Rais Dewan Syuriah Nahdlatul Ulama Propinsi Jawa Barat.
Kyai Abbas wafat pada tahun 1946, jasadnya dikebumikan di komplek pemakaman keluarga di pondok pesantren Buntet Cirebon.
Sepanjang hayatnya almarhum memiliki dua orang istri yakni Nyai Asiah dan Nyai Zaenah. Kyai Abbas memiliki empat orang putra yaitu: kyai Mustahdi, kyai Mustamin kyai Abdullah dan kyai Nahduddin Royadi.
Periode setelahnya wafatnya kyai Abbas kepemimpinan pondok pesantren Buntet Cirebon di pegang kyai mustahdi.