Kisah Pengembaraan Sunan Gunung Jati dan Ibunya Nyimas Rara Santang, dari Mesir ke Cirebon (1)

- 20 Maret 2022, 21:15 WIB
Ilustrasi kisah pengembaraan Sunan Gunung Jati dan sang ibu, Nyimas Rara Santang dari Mesir ke Cirebon menyebarkan ajaran Islam
Ilustrasi kisah pengembaraan Sunan Gunung Jati dan sang ibu, Nyimas Rara Santang dari Mesir ke Cirebon menyebarkan ajaran Islam /

PORTAL MAJALENGKA - Syarif Hidayatullah atau dikenal dengan Sunan Gunung Jati merupakan cucu Raja Pajajaran. Dia adalah penyebar agama Islam di Jawa Barat yang berpusat di Cirebon.

Sunan Gunung Jati lahir dan dibesarkan oleh Nyimas Rara Santang bergelar Syarifah Muda’im yang menikah dengan Sultan Mesir, meski terdapat beberapa sumber mengenai kedatangan Sunan Gunung Jati ke tanah Jawa.

Salah satunya dari Kitab Purwaka Caruban Nagari dengan bahasa Kawi Cirebon dan penulisan menggunakan bahasa Jawa. Kitab tersebut berisi seluk beluk kisah perjuangan Sunan Gunung Jati.

Baca Juga: Sabda Prabu Siliwangi, Ramalkan Putrinya Nyimas Rara Santang Ibu dari Sunan Gunung Jati

Bermula dari Nyimas Rara Santang dan kakaknya Walangsungsang atau dikenal dengan Pangeran Cakrabuana yang masuk Islam.

Mereka berdua mendalami Islam karena telah mengalami mimpi yang sama, yaitu mimpi bertemu dengan Rasulullah SAW. Setelah mimpi itu, kedua saudara itu langsung memeluk agama Islam.

Hingga suatu ketika mereka menunaikan ibadah haji bersama. Di tanah haram, kedua saudara itu tidak hanya menunaikan ibadah haji, tetapi juga menetap lama untuk belajar ilmu agama kepada salah satu syekh besar di Mekah.

Hingga suatu ketika, dating seorang utusan Sultan Abdullah untuk melamar Syarifah Muda’im atau Nyimas Rara Santang. 

Baca Juga: Hasil Balapan Resmi MotoGP 2022 Mandalika: Miguel Oliveira Terbaik, Jorge Martin Tergelincir

Nyimas Rara Santang langsung menerima lamaran Sultan Abdullah, hingga akhirnya pernikahan terjadi dengan Walang Sungsang sebagai wali menikahkan adiknya dengan sang sultan.

Pernikahan terjadi secara khidmat di Mesir dengan mengikuti Madzhab Imam Syafi’i. Setelah menikah dengan Sultan Abdullah, Nyimas Rara Santang tinggal di Mesir untuk waktu yang lama.

Sang kakak yaitu Walang Sungsang awalnya tinggal menemani adiknya di Mesir. Namun 6 bulan kemudian, Walang Sungsang memutuskan untuk kembali ke tanah Jawa. 

Rara santang yang telah mengubah nama menjadi Syarifah Muda’im dikaruniai anak yang dinamai Syarif Hidayatullah.

Baca Juga: HUMOR GUS DUR, Buka Bersama dan Sholat Tarawih di Kediaman Soeharto

Perasaan bahagia menghiasi keluarga Syarifah Muda’im dan Sultan Abdullah, kemudian lahir anak kedua bernama Syarif Nurullah.

Saat Syarif Hidayatullah memasuki usia remaja, Sultan Abdullah meninggal dunia sehingga pengasuhan Syarif Hidayatullah sepenuhnya dipegang oleh Syarifah Muda’im. 

Kegigihan dan kecerdasan luar biasa yang dimiliki Syarif Hidayatullah, membuatnya selalu bersemangat dan memiliki minat yang sangat tinggi pada bidang keilmuan.

Sehingga membuatnya berguru kepada banyak syekh besar yang tersebar di wilayah Timur Tengah. Hingga tahun 1470, Syarif Hidayatullah bersama dengan ibunya kembali ke tanah Jawa untuk menyebarkan Islam.

Baca Juga: Kisah Sunan Gunung Jati Putra Mahkota Mesir, Serahkan Takhta Kepada Adiknya, demi Menyebarkan Islam di Cirebon

Setelah sampai di Cirebon, Syarifah Muda’im dan Syarif Hidayatullah meneruskan Syekh Datuk Kahfi membuka Pesantren Gunung Jati. Kemudian Syarif Hidayatullah lebih dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati.

Sunan Gunung Jati kemudian menikah dengan Nyimas Pakungwati, putri Walang Sngsang. Tahun 1479 karena usianya sudah lanjut, Pangeran Cakrabuana atau Walang Sungsang menyerahkan kekuasaan Negeri Caruban kepada Sunan Gunung Jati dengan gelar Susuhunan Jati, artinya orang yang dijunjung tinggi.

Pada tahun pertama pemerintahannya, Syarif Hidayatullah berkunjung ke Pajajaran untuk mengunjungi kakeknya yaitu Prabu Siliwangi.

Sang Prabu diajak masuk Islam kembali tapi tidak mau. Meski Prabu Siliwangi tidak mau masuk Islam, dia tidak menghalangi cucunya menyiarkan agama Islam di wilayah Pajajaran.

Namun dengan Kesultanan tersebut Cirebon tidak lagi mengirim upeti kepada Pajajaran yang biasanya disalurkan lewat Kadipaten Galuh, dianggap sebagai pembangkangan oleh Raja Pajajaran.

Baca Juga: Kisah Kiai Hamid Pasuruan Sadarkan Pecandu Judi Togel

Raja Pajajaran tidak peduli siapa yang berdiri di balik Kesultanan Cirebon, maka dikirimkan pasukan prajurit pilihan yang dipimpin oleh Ki Jagabaya.

Tugas mereka adalah menangkap Sunan Gunung Jati yang dianggap lancang mengangkat diri sebagai raja tandingan Pajajaran.

Tapi usaha ini tidak berhasil, Ki Jagabaya dan anak buahnya malah tidak kembali ke Pajajaran. Mereka masuk Islam dan menjadi pengikut Syarif Hidayayullah. *

Editor: Ayi Abdullah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah