Di Gunung Sembung yang terletak di Cirebon, Walangsungsang bersama Rara Santang belajar agama kepada Syekh Nurjati. Keduanya ditempa dengan ilmu-ilmu keislaman dan menjadi seorang mubaligh.
Baca Juga: Sabet Rekor Muri, Ridwan Kamil Wisuda 2.000 Hafidz dan Hafidzah Sadesha
Kemudian sang guru memerintahkan keduanya pergi ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji sebagai kewajiban umat muslim.
Ketika keduanya melaksanakan ibadah haji di Mekah, adik Pangeran Walangsungsang, Nyimas rara Santang dilamar seorang Penguasa Mesir yang dikisahkan baru ditinggal wafat istrinya.
Dari Mekah, Pangeran Walangsungsang menuju Mesir untuk menyertai adiknya menikah. Selepas beberapa bulan di Mesir, Walangsungsang kembali ke Pulau Jawa tanpa disertai adiknya.
Di Pulau Jawa, Pangeran Walangsungsang lebih memilih hidup di Gunung Sembung bersama gurunya, tetapi kemudian hari menetap di Desa Caruban yang didirikan Ki Danusela, seorang Syahbandar Pelabuhan Muara Jati.
Pada mulanya Walangsungsang merahasiakan status pangerananya kepada Ki Danusela, dan hidup mandiri di Caruban sebagai nelayan pencari Rebon (Udang Kecil) sambil dakwah Islam disana.
Baca Juga: TIDAK ADA YANG DISEMBUNYIKAN, Danu Buka-bukaan Kasus Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang
Kuwu Caruban, Ki Danusela melihat tingkah laku Pangeran Walangsungsang yang giat, jujur, pintar dan berwawasan sehingga tertarik dan masuk Islam atas petunjuk Walangsungsang.
Ki Danusela juga menikahkan Walangsungsang dengan anak perempuannya. Walangsungsang juga diberi jabatan sebagai Raksabumi di Caruban. Sehingga dikenal dengan nama Pangeran Cakrabuana.