Pengertian Hibah, Sedekah dan Hadiah Berikut Syarat dan Rukun Dalam Pandangan Fikih

- 12 Desember 2021, 23:29 WIB
Ilustrasi sedekah yang dalam ilmu fikih memiliki arti yang berbeda dengan hbah dan hadiah
Ilustrasi sedekah yang dalam ilmu fikih memiliki arti yang berbeda dengan hbah dan hadiah /Riffa Anggadhitya/Gilang Khaidir

PORTAL MAJALENGKA - Dalam kehidupan sehari-hari, tentu tidak asing mendengan kata hibah, sedekah, dan hadiah. Penafsiran 3 kata tersebut sepintas sama, tetapi dalam kajian fikih berbeda.

Secara pengertian, hibah memberikan barang tanpa pertukaran apapun dan tidak ada sebabnya. Adapun sedekah, memberikan barang dengan tidak ada pertukaran dan hanya mengharap pahala di akhirat. Hadiah, memberikan barang dengan tidak ada tukarannya serta dibawa ke tempat orang yang diberi

Berikut ayat dan hadits yang berkaitan dengan hibah, sedekah, dan hadiah:

DAlam Alquran Surat Al-Baqoroh: 177 Allah berfirman:

“Memberikan harta yang dicintai kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan), dan orang-orang yang meminta”.

Baca Juga: Ketua DPRD DKI Jakarta Soroti Dana Hibah: Jangan Ada Main Mata Kedua Belah Pihak

Sementara dalam hadits Rasulullah bersabda:

“Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: Sekiranya saya diundang untuk makan sepotong kaki binatang, pasti akan saya kabulkan undangan; begitupun juga kalau sepotong kaki dihadiahkan kepada saya, tentu akan saya terima” (HR Imam Bukhori).

Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda:

“Dari Khalid bin Adi, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: barang siapa yang diberi oleh saudaranya kebaikan dengan tidak berlebih-lebihan dan tidak dia minta, hendaklah diterima (jangan ditolak): sesungguhnya yang demikian itu pemberian yang diterima oleh Allah kepadanya” (HR Imam Ahmad).

Baca Juga: Sejarah Nasi Jamblang yang Melegenda, Berawal dari Sedekah untuk Para Pekerja hingga Jadi Ikon Kuliner Cirebon

Berikut adalah syarat rukun hibah, sedekah dan hadiah:

  1. Ada yang memberi

Syaratnya: orang yang berhak memberikan barangnya (hartanya) dan memiliki barang yang diberikan. Maka anak kecil, orang gila, dan orang yang menyia-nyiakan harta tidak sah memberikan harta benda mereka kepada yang lain. Begitu juga wali terhadap harta yang diserahkan kepadanya.

  1. Ada yang diberi

Syaratnya: berhak memilki. Tidak sah memberi kepada anak yang masih berada dalam kandungan ibunya dan pada binatang, karena keduanya tidak dapat memiliki

  1. Adanya ijab dan kabul

Misalnya orang yang memberi berkata: “saya berikan ini kepada engkau” (ijab). Dan jawabnya yang diberi “saya terima” (kabul).

Terkecuali sesuatu yang menurut kebiasaan tidak memerlukan ijab dan kabul. Misalnya:

- Seorang istri yang menghibahkan gilirannya kepada madunya

- Seorang bapak memberikan pakaian kepada anaknya yang masih kecil

Tetapi apabila suami memberikan perhiasan kepada istrinya, tidak menjadi milik istrinya selain dengan ijab dan kabul.

Perbedaan dua hal tersebut dikarenakan bapak adalah wali bagi anaknya, sedangkan suami bukan wali terhadap istrinya.

Pemberian pada waktu perayaan khitan anak hendaklah dilakukan menurut adat yang berlaku di tiap tempat tentang perayaan itu (disesuaikan).

Baca Juga: Ridwan Kamil Tantang Content Creator yang Berani Sebutkan Mantan Pacar Terbanyak dengan Hadiah Rp1 Juta

  1. Ada barang yang diberikan

Syaratnya barang tersebut bisa dijual, kecuali:

- barang yang kecil. Misalnya dua atau tiga butir beras, tidak sah dijual, akan tetapi sah diberikan.

- barang yang tidak diketahui, tidak sah dijual akan tetapi sah diberikan.

- kulit bangkai yang belum disamal, boleh diberikan akan tetapi tidak sah dijual. *

Editor: Ayi Abdullah

Sumber: Buku fiqh islam


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah