Pemerintah Revisi Pertumbuhan Ekonomi, Prediksi Minus 1,7% sampai Minus 0,6%

- 23 September 2020, 17:29 WIB
Sri Mulyani memperkirakan pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada kuartal ke III minus 2,9 persen. //Instagram.com
Sri Mulyani memperkirakan pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada kuartal ke III minus 2,9 persen. //Instagram.com /

PORTAL MAJALENGKA – Akibat pandemi covid-19 yang melanda seluruh dunia, banyak negara yang diprediksi masuk jurang resesi.

Resesi merupakan kondisi dimana terdapat penurunan aktivitas ekonomi secara signifikan dalam jangka waktu berbulan-bulan, bahkan dapat terjadi hingga bertahun-tahun.

Ahli ekonomi menyatakan bahwa resesi akan terjadi ketika PDB di negara tersebut di angka negatif, tingkat pengangguran meningkat, pendapatan menyusut dalam jangka waktu lama, serta penjualan ritel menurun.

Baca Juga: Jika Terjadi Resesi Ekonomi di Indonesia, Angka Pengangguran Diprediksi Membludak

Tanda-tanda resesi sendiri mulai terlihat ketika Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melakukan revisi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk 2020.

Semula minus 1,1 persen hingga 0,2 persen menjadi minus 1,7 persen sampai minus 0,6 persen.

“Sebelumnya kita memperkirakan tahun ini minus 1,1 hingga positif 0,2, forecast terbaru kita adalah kisaran minus 1,7 hingga minus 0,6 persen,” kata Sri Mulyani di Jakarta.

Baca Juga: Siap Hadapi Resesi, Lakukan 4 Hal Ini

Sri Mulyani menyatakan hal itu menandakan pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal III mendatang akan berada dalam teritori negatif, sedangkan kuartal IV mendekati nol persen.

“Kita upayakan kuartal IV untuk bisa mendekati nol persen atau positif,” ujar Sri Mulyani.

Dia menjelaskan pada kuartal III dari sisi konsumsi RT dan LNPRT masih diperkirakan berada di zona kontraksi yaitu minus 3 hingga 1,5 persen, dengan total outlook 2020 di kisaran kontraksi 2,1 hingga minus 1 persen.

Baca Juga: Cari Tahu Yuk, Perbedaan Istilah Resesi, Krisisi Ekonomi dan Depresi Ekonomi

Kemudian untuk konsumsi pemerintah pada kuartal III diperkirakan mengalami mengalami pertumbuhan positif yang sangat tinggi, yaitu 9,8 persen hingga 17 persen karena ada akselerasi belanja.

“Untuk keseluruhan tahun kita ada antara di positif 0,6 persen hingga 4,8 persen untuk konsumsi pemerintah. Jadi pemerintah sudah melakukan allout melalui kebijakan belanja atau ekspansi fiskalnya untuk counter cyclical,” katanya.

Di sisi lain, PMTB pada kuartal III diperkirakan masih dalam posisi yang cukup berat yaitu minus 8,5 persen hingga minus 6,6 persen sehingga untuk keseluruhan tahun diprediksikan minus 5,6 persen hingga minus 4,4 persen.

Baca Juga: Resesi di Depan Mata, Pemerintah Berlakukan Kebijakan Relaksasi Iuran Jaminan Sosial Bagi Pekerja

Untuk ekspor pada kuartal III masih dalam kisaran antara negatif 13,9 persen hingga negatif 8,7 persen sehingga secara keseluruhan tahun akan kontraksi antara minus 9 persen hingga minus 5,5 persen.

Kemudian dari sisi impor pada kuartal III diperkirakan berada dalam zona negatif antara 26,8 persen hingga 16 persen sehingga untuk keseluruhan tahun akan terkontraksi lebih dalam yaitu minus 17,2 persen hingga sampai minus 11,7 persen.

“Keseluruhan tahun 2020 proyeksi kami di Kementerian Keuangan adalah antara minus 1,7 persen hingga minus 0,6 persen. Kalau kita lihat kontribusi dari negatif dua-duanya ini terbesar adalah dari investasi konsumsi dan ekspor kita,” kata Sri Mulyani.

Baca Juga: Pemimpin Sunda Empire Takluk Oleh Pengadilan Negeri Bandung, Mereka Dituntut 4 Tahun Penjara

Sementara untuk tahun depan, Sri Mulyani menuturkan tetap menggunakan prediksi sesuai dengan RAPBN 2021 yakni antara 4,5 persen hingga 5,5 persen dengan forecast titiknya di 5 persen.

Meski demikian Sri Mulyani menekankan bahwa realisasi terhadap semua proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut akan bergantung pada perkembangan kasus COVID-19.

“Sangat tergantung bagaimana perkembangan kasus COVID-19 dan bagaimana ini akan mempengaruhi aktivitas ekonomi,” tegasnya. ***

Editor: Ayi Abdullah


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x