Depresi dan Stress Perlu Penanganan Komprehensif

- 22 Oktober 2020, 21:00 WIB
Ilustrasi depresi
Ilustrasi depresi /


Oleh: N Vera Khairunnisa

Direktur Utama RSJ Jabar Elly Marliyani mengatakan, ada peningkatan durasi penggunaan gawai selama pandemi.

Ia menjelaskan, berdasarkan penelitian RSCM FK UI di bulan April-Juni 2020, terjadi peningkatan waktu rata-rata penggunaan gawai hingga 11,6 jam per hari dan peningkatan kecanduan internet pada remaja sebesar 19,3 persen dan kondisi tersebut berpotensi menyebabkan stress bagi orang tua maupun anak.

"Terbukti sejak pandemi, terjadi peningkatan kunjungan pasien Gangguan cemas di RSJ sampai dengan September 2020 sebanyak 14 persen dibandingkan bulan yang sama pada tahun 2019," ujar Elly.

Baca Juga: Fokus Membangun, Kepala Daerah Petahana Jangan Dulu Berpikir 2 Periode

Oleh karena itu, Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Jawa Barat meluncurkan program Konsultasi Jiwa Online disingkat KJOL (dibaca Kajol), sebagai jawaban atas meningkatnya permasalahan kejiwaan yang dihadapi masyarakat selama masa pandemi COVID-19. (antaranews. com, 08/10/20).

Sebetulnya, penyebab banyaknya masalah kejiwaan yang terjadi pada masyarakat bukan sekadar karena adanya pandemi semata.

Sebelum pandemi pun, masalah kejiwaan sering dihadapi masyarakat. Hanya saja memang tidak bisa dipungkiri bahwa ada peningkatan di masa pandemi ini.

Baca Juga: Pendidikan; Bukan Me-Yatim-Piatu-kan Anak dan Me-monster-kannya

Namun ini bukan juga dikarenakan adanya peningkatan penggunaan gawai. Keberadaan ideologi sekuler yang minus ruh atau spirit beragama lah yang menjadi penyebab utamanya.

Ideologi ini menyebabkan lahirnya manyarakat yang jauh dari Allah SWT. Sehingga mereka tidak memiliki kemampuan untuk menghadapi berbagai problem, sampai mengalami disorientasi kehidupan.

Tujuan hidup dalam sekuler bukanlah untuk menjalankan segala perintah dan menjauhi segala larangan Allah SWT.

Baca Juga: Bupati Bandung Layangkan Surat Penolakan UU Omnibus Law

Namun untuk mencari materi/harta sebanyak-banyaknya tanpa mempedulikan halal dan haram.

Maka ideologi sekuler melahirkan sifat materialistik yang hari ini menggerogoti sebagian masyarakat.

Inilah yang menjadikan terpenuhinya segala kebutuhan jasmani dan naluri sebagai sumber kebahagiaan.

Memiliki rumah yang bagus, kendaraan mewah, makanan enak, pakaian bermerek, dan segala kemewahan dalam bentuk materi menjadi sesuatu yang dicita-citakan.

Baca Juga: Pesantren Menjadi Klaster Baru Covid 19, Pemerintah Harus Ikut Bertanggungjawab

Mereka bahagia ketika semua itu bisa didapatkan, dan bersedih ketika tak bisa diwujudkan.
Di masa pandemi ini, sulitnya ekonomi menjadikan kebanyakan orang tidak mampu mewujudkan standar gaya hidup yang biasa mereka dapatkan sebelum pandemi.

Alih-alih mendapatkan segala kemewahan, bahkan gaya hidup sederhana pun menjadi sulit dijangkau.

Ditambah lagi penerapan kapitalisme yang lahir dari ideologi sekuler, menyebabkan pemerintah senantiasa mengeluarkan kebijakan yang tidak sesuai dengan kepentingan rakyat.

Baca Juga: Sistem Islam, Lindungi Generasi disaat Pandemi

Dalam masalah pandemi saja, pemerintah terlihat lamban dan setengah-setengah dalam membuat solusi. Hal ini disebabkan condongnya pemerintah pada kepentingan segelintir elite.

Maka penanganan masalah kejiwaan tidak cukup hanya dengan meluncurkan layanan konsultasi online.

Dibutuhkan solusi fundamental dan komprehensif untuk mengatasi hal ini. Solusi yang bersumber dari Pencipta manusia, alam semesesta dan kehidupan, Dia lah Allah SWT.

Baca Juga: Rencana Mini Lockdown Kabupaten Bandung

Dalam Islam, pemerintah wajib membina masyarakat dengan akidah Islam. Akidah yang meyakini bahwa semuanya berasal dari Allah SWT.

Kita hidup di dunia untuk beribadah kepada Allah SWT, dan kelak akan kembali kepada Allah SWT untuk dimintai pertanggungjawaban. Dari akidah Islam inilah akan terpancar berbagai aturan dalam hidup.

Standar kebahagiaan dalam akidah Islam adalah meraih keridhaan Allah SWT. Sehingga senang dan sedihnya mereka yang berakidah Islam bukan disebabkan harta, namun disebabkan ketaatan atau kemaksiatan yang dilakukan.

Baca Juga: Saatnya Majalengka Berlari Maju, Mengejar Ketertinggalan

Akidah ini pula yang melahirkan sifat sabar dalam menjalani ujian, tawakal dalam melakukan perbuatan, ridha terhadap ketentuan Allah SWT, optimis dalam menghadapi berbagai persoalan hidup.

Semua sifat yang mustahil ada pada seorang yang berideologi kapitalisme sekuler.
Semua sifat inilah yang akan menjadikan setiap muslim memiliki kemampuan dalam berbagai permasalahan.

Hanya saja, sifat ini tidak lahir begitu saja. Namun lahir dari pola pikir Islam. Dalam istilah lain, semua sifat tadi merupakan bentuk pola sikap.

Baca Juga: UU Cipta Kerja: Perbudakan Moderen

Ketika mereka memiliki pola pikir Islam, maka seharusnya memiliki pola sikap Islam. Inilah yang dinamakan kepribadian Islam.

Ketika ditimpa musibah, yang dilakukan penguasa pertama kali semestinya mengajak masyarakat untuk bertaubat. Semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Bukan hanya dengan ibadah-ibadah mahdhah semata, namun juga dengan menjalankan semua perintah Allah SWT dan menjauhi semua larangan-Nya dalam berbagai aspek.

Selain itu, tak lupa memberikan solusi terbaik untuk mengatasi musibah pandemi sesuai yang dituntut syari'ah.

Baca Juga: Percepatan Pembangunan Pelabuhan Patimban  Saat Pandemi, Urgenkah?

Pertama, Dilakukan Karantina

Hal ini sebagaimana yang disabdakan Rasulullah Saw., yang artinya, “Apabila kalian mendengarkan wabah di suatu tempat, maka janganlah memasukinya, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu ada di tempat itu, maka janganlah keluar darinya.” (HR Imam Muslim).

Kedua, Dukungan Logistik dan Kesehatan

Untuk wilayah yang sudah terkena wabah, maka negara wajib mendukung segala hal yang dibutuhkan untuk menghilangkan wabah.

Mulai dari dukungan logistik, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, obat-obatan, alat test, vaksin, dan lain-lain.

Bahkan negara wajib memastikan kebutuhan masyarakat selama wabah tetap tercukupi.

Baca Juga: Sepakbola dan Pilkada

Ketiga, Dukungan Edukasi dan Riset

Masyarakat akan terus-menerus diajak berpartisispasi melakukan apa pun yang bisa membantu wabah segera teratasi. Dalam Islam, hal ini dinilai sebagai bentuk ketaatan pada kepemimpinan.

Terkait riset, negara akan mendukung penuh upaya menemukan obat atau vaksin yang dibutuhkan.

Caranya, negara akan mengerahkan semua potensi yang dimiliki, mulai dari para pakar, perguruan tinggi, lembaga-lembaga penelitian, hingga pendanaan yang memadai yang berasal dari kas negara.

Baca Juga: Jawa Barat Sudah Menyetujui Raperda Pondok Pesantren, Kini Tinggal di Daerah yang Harus Segera

Dengan semua solusi itu, maka dalam Islam pandemi tidak akan menyebabkan masyarakat mengalami gangguan jiwa.

Sebab secara internal, mereka sudah memiliki kepribadian Islam yang kokoh, buah dari sistem pendidikan Islam yang diterapkan negara. Secara eksternal, mereka juga merasakan tanggung jawab dari penguasa yang senantiasa mengedepankan kepentingan rakyat.

Wallahua'lam.***

Editor: Andra Adyatama


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x