Moderasi Islam: Membahayakan Generasi Muslim

- 7 Februari 2021, 09:00 WIB
Ilustrasi kaum muslim sedang melaksanakan shalat id./Rayn L /Pexels
Ilustrasi kaum muslim sedang melaksanakan shalat id./Rayn L /Pexels /

Oleh: Kayyisa Haazimah (Aktivis Dakwah Majalengka)

Diantara alasan orang tua muslim menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah berbasis agama/madrasah adalah agar anak-anak mereka mendapatkan porsi ilmu agama lebih banyak dibandingkan sekolah umum.

Dewasa ini tantangan terbesar dalam pendidikan dan pembentukan generasi yang unggul adalah globalisasi dan pengaruhnya.

Tidak hanya hal positif, hal buruk dari pengaruh globalisasi ini mudah ditiru, sebab informasi dunia bisa diakses dalam genggaman melalui gadget dalam hitungan detik. Sekolah Islam atau madrasah tentu yang mengakomodasi harapan para orang tua ini.

Baca Juga: KH Syukron Ma'mun: Sebaiknya Menag Ajak Kiai Kampung dalam Buat Kebijakan

Dengan bimbingan para guru/ustadz, generasi muda Islam akan menguasai ilmu dunia sekaligus ilmu akhirat. Kesadaran para orang tua ini pun patut diapresiasi dan dukungan penuh.

Kerjasama yang baik antara lembaga sekolah, orang tua dan lingkungan yang baik adalah hal-hal yang sangat dibutuhkan bagi terwujudnya harapan ini.

Namun, apa jadinya bila guru di sekolah Islam/madrasah justru bukan orang Islam atau umat beragama lain?

Baca Juga: Ridwan Kamil Dukung Digitalisasi Aksara Sunda Oleh PANDI

Seperti yang sedang ramai di media soal CPNS Guru Mata Pelajaran Geografi di Madrasah Aliyah Negeri (MAN), Tana Toraja, adalah non muslim.

Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Madrasah Muhammad Zain menjelaskan bahwa hal itu dimungkinkan secara regulasi.

Menurutnya, sebagai sekolah berciri khas Islam, guru mata pelajaran agama di madrasah memang harus beragama Islam. Mata pelajaran agama itu antara lain Aqidah Akhlak, Al-Qur'an Hadis, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam, dan Bahasa Arab.

Baca Juga: Mutasi Virus Baru Berpotensi Menular Lebih Cepat dan Luas, Protokol Kesehatan Tidak Dapat Ditawar Lagi

Tapi, untuk guru mata pelajaran umum di madrasah, regulasi mengatur bahwa itu bisa juga diampu oleh guru non muslim, Hal itu sejalan dengan regulasi sistem merit. 

Sistem merit adalah kebijakan dan manajemen SDM yang berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar, tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan merit yang diatur dalam regulasi. 

Hal ini diatur dalam UU No 5 tahun 2014 tentang ASN, Peraturan Pemerintah No 11 Tahun 2017 jo Peraturan Pemerintah No 17 tahun 2020 tentang Manajemen PNS, Permenpan No 23 tahun 2019 tentang Kriteria Penetapan Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil dan Pelaksanaan Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil Tahun 2019, dan Perka BKN No 14 tahun 2018 tentang Petunjuk Teknis Pengadaan PNS. ( kabartegal.pikiran-rakyatcom, 01/02/2021).

Baca Juga: Percepatan Vaksinasi Tenaga Kesehatan untuk Mengendalikan Pandemi

Moderasi beragama menjadi fokus pemerintah sebagai salah satu langkah untuk menghargai perbedaan keyakinan di masyarakat.

Atas nama moderasi, dalam hal ini pemerintah melalui Kemenag, mendapat kewenangan membuka peluang Guru Kristen untuk mengajar di sekolah Islam.

Meski tidak mengajarkan pelajaran agama, namun peluang guru non-muslim mengajar di Madrasah, bisa menjadi pintu pendangkalan akidah bagi generasi muslim.

Baca Juga: Efektifkah Sistem Kapitalisme Tangani Covid-19

Regulasi tersebut perlu dikritisi bahwasannya guru bukan hanya menyampaikan materi, akan tetapi juga menanamkan kepribadian pada siswa.

Sebagai sekolah yang berbasis agama, madrasah diharapkan mampu melahirkan generasi muda muslim yang bukan hanya beriman kepada Allah, namun juga semakin meningkat keimanan serta keterikatan siswa dengan syariat Islam.

Siswa memiliki kesadaran melaksanakan kewajibannya serta menghindari segala maksiat kepada Allah. Dalam proses pendidikan ini, keberadaan guru menjadi sangat urgen.

Baca Juga: Kota Bandung Terus Tambah Kapasitas Ruang Isolasi Pasien Covid-19

Bukan saja keberadaannya sebagai penyampai materi pelajaran atau transfer of knowledge tetapi juga sebagai pemimpin dalam memberikan keteladanan yang baik. Untuk itu guru harus memiliki kekuatan akhlak yang baik agar menjadi panutan sekaligus profesional.

Akar Masalah Isu Pendangkalan Akidah

Hal yang patut disadari oleh umat Islam dalam menanggapi isu pendangkalan akidah dalam kasus tersebut adalah mencari akar permasalahannya, yakni sistem pendidikan sekuler yang diterapkan di negeri ini.

Sistem yang memisahkan aturan agama dari aturan kehidupan ini telah melahirkan paham kebebasan atau liberalisme. Artinya, kurikulum pendidikan negeri ini, terkhusus madrasah tidak lagi disandarkan pada Islam, tetapi bersandar kepada paham kebebasan.

Baca Juga: Resepsi Pernikahan di Bogor Dilarang Selama Dua Pekan

Atas nama kebebasan, setiap sekolah pada jenjang apapun diberi kebebasan mengangkat dan menempatkan guru sesuai kebutuhan pemerataan, bukan disesuaikan dengan kebutuhan pembentukan kepribadian islam siswa dan penjagaan akidah mereka.

Ditambah sistem pendidikan kapitalisme-liberal meniscayakan pengangkatan guru hanya berorientasi pada profit. Karena itu, kurikulum pendidikan yang seharusnya diterapkan adalah kurikulum yang ditujukan untuk membentuk kepribadian Islam.

Bagaimana Islam Mengatur Sistem Pendidikan Islam

Sistem pendidikan Islam berbanding terbalik dengan sistem pendidikan sekuler yang diterapkan saat ini. Pendidikan dalam Islam dibangun diatas ideologi Islam sebagai "way of life" yang diemban oleh negara yang dikenal dengan Khilafah Islam.

Baca Juga: Materai Rp10.000 Sudah Tersedia di Kantor Pos Bekasi

Sistem pendidikan yang berbasis ideologi Islam ini berkehendak untuk membangun struktur masyarakat Islam yang tentu saja berbeda dengan pendidikan berbasis ideologi kapitalisme.

Terdapat dua tujuan pokok pendidikan dalam Islam : Pertama, Membangun kepribadian Islam. Yakni, pola pikir (aqliyyah) dan pola jiwa (nafsiyyah) bagi umat. 

Kedua, mempersiapkan anak-anak kaum muslim agar lahir diantara mereka menjadi ulama-ulama yang ahli di bidangnya dalam setiap kehidupan, baik ilmu-ilmu keislaman seperti: fikih, ijtihad, peradilan, pemerintahan dan lainnya, maupun ilmu terapan seperti: teknik, kimia, fisika dan lain lain-lain.

Baca Juga: Dinas Pertanian Cirebon Catat 1.300 Hektare Sawah Terdaftar Asuransi

Maka tujuan kurikulum pendidikan Islam dijabarkan dalam 3 komponen materi pendidikan utama yang sekaligus menjadi ciri khasnya. Yaitu, pertama: pembentukan kepribadian Islami.

Kedua: penguasaan tsaqofah Islam. Ketiga: penguasaan ilmu kehidupan, seperti IPTEK, keahlian dan keterampilan.

Pembentukan kepribadian Islam harus dilakukan disemua jenjang pendidikan yang sesuai dengan porsinya. Melalui berbagai pendekatan, salah satu diantaranya adalah menyampaikan pemikiran Islam kepada para siswa.

Baca Juga: Seluruh Kecamatan di Cianjur Didorong Kembangkan Hasil Pertanian

Pada tingkat TK-SD materi kepribadian Islam yang diberikan adalah materi dasar. Karena mereka berada pada jenjang usia menuju baligh.

Artinya, mereka lebih banyak diberikan materi yang bersifat pengenalan keimanan dan pemahaman terhadap tsaqofah Islam dan nilai-nilai yang terdapat didalamnya.

Baru setelah mencapai usia baligh yaitu SMP, SMA dan perguruan tinggi, materi yang diberikan bersifat lanjutan. Yakni, peningkatan dan pematangan tsaqofahnya.

Baca Juga: Coba Cara Ini Untuk Cegah Obesitas Sambil Waspadai Mitos Berdiet

Disamping itu, gurupun harus mendapat perhatian lebih agar profesional. Mereka berhak mendapatkan: a) pengayaan guru dari sisi metodologi, b) sarana dan prasarana yang memadai, c) jaminan kesejahteraan sebagai tenaga profesional.

Islam juga telah menetapkan metode pembelajaran yang shahih yaitu bersifat aqliyyah (sesuatu yang berkaitan dengan akal) dan talaqiyyan fikriyyan (suatu metode penyampaian ilmu kepada siswa sebagai sebuah pemikiran dengan memahami fakta) yang akan membentuk pemahaman bukan sekedar transfer ilmu.

Metode ini mengharuskan guru mampu menggambarkan fakta kepada siswa sehingga proses penerimaan yang disertai proses berfikir bisa mempengaruhi perilaku, semangat belajar siswa akan terus tumbuh dan produktif.

Baca Juga: 1.033 Hotel dan Restoran Tutup Permanen Karena Covid-19

Alhasil penunjukan guru dalam sistem khilafah Islam bukanlah perkara remeh, sebab penunjukan itu disesuaikan dengan tercapainya tujuan pendidikan yakni membentuk kepribadian peserta didik.

Hanya khilafah Islam yang mampu melahirkan generasi berkualitas melalui penerapan Islam secara menyeluruh, termasuk sistem pendidikan Islam di dalam khilafah Islamiyyah.***

 

Editor: Andra Adyatama


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah