Tokoh awal yang menerima tarekat ini salah satunya Kiai Abbas Buntet.
NU masuk ke Cirebon melalui dua cara. Pertama, Sanad keilmuan. Kedua, Jaringan pesantren.
Tokoh awal NU Cirebon setidaknya diinisiasi oleh KH. Abdul Halim Leuwimunding (Consul/utusan Lajnah Nasihin wilayah Jawa Barat), kemudian KH. M. Abbas Abdul Jamil Buntet, KH. Amin Sepuh Ciwaringin, KH. Said Gedongan, KH. Syatori Arjawinangun, KH. Idris Kamali Kempek dan Kiai Jauhar Arifin Balerante.
Penyebaran awal NU di Cirebon terbilang sederhana yakni dengan cara kultural melalui dakwah bil hal, mimbar agama, dll.
Kemudian, sebelum NU berdiri 1926, para kiai tradisional di Cirebon yang berada di pedasaan dan pesantren seperti Kiai Abbas Buntet (ia pernah menjabat dewan penasihat Sarekat Islam sebelum NU berdiri).
Lalu ketika NU berdiri hampir para kiai dan pesantren di Cirebon menerima dan ingin bergabung. Sebab mereka memiliki kedekatan, sanad keilmuan dan jaringan pesantren yang hampir tidak berbeda dengan di Jawa Timur.
Yakni sama-sama berguru ke Syaikh Kholil Bangkalan Madura dan Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari.
Setelah NU terbentuk pada 1926. Dua tahun setelahnya diperkuat dengan berdirinya Madrasah Abno’ul Wathan pada 1928 di Buntet Pesantren.
Madrasah tersebut diinisiasi Kiai Abbas sebagai lanjutan dari Taswirul Afkar yang dipelopori KH. Wahab Chasbullah. Selain itu, MD ini juga sebagai bentuk perlawanan terhadap koloni Belanda setelah menerapkan kebijakan “Ordonantie Goeroe 1925”.
Semangat juang dari Kiai Abbas inilah yang kemudian diikuti Kiai Dimyati Bandung, Kiai Mas Abdurrahman Menes Banten, Ajengan Ruhiyat Tasikmalaya, dan Kiai Djunaidi Batavia/Jakarta.