Polemik Sahnya UU Cipta Kerja, Fahri Hamzah: Rakyat Tidak Tahu Apapun yang Mereka Lakukan

- 20 Oktober 2020, 20:55 WIB
Fahri Hamzah
Fahri Hamzah /@fahrihamzah/Instagram

PORTAL MAJALENGKA-Saran dan Kritikan dari berbagai pihak terus bergulir semenjak disahkannya Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja menjadi Undang-undang (UU).

Masyarakat berusaha menyuarakan pendapatnya lewat opini yang dikemukakan, sebagai upaya pengawalan UU Ciptaker.

Mereka menyampaikan opininya lewat berbagai media, salah satunya adalah youtube.

Baca juga: Menkominfo : Masyarakat Harus Tahu Informasi Vaksin Covid-19

Berbagai kalangan masyarakatan yang menyeruakan opininya tersebut dari mulai kalangan masyarakat biasa hingga politisi.

Baru-baru ini, mantan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Fahri Hamzah memberikan tanggapan soal polemik buntut sahnya UU Cipta Kerja.

Pernyataan sang politikus disampaikan melalui podcast di kanal YouTube pribadinya, Fahri Hamzah Official pada Sabtu, 17 Oktober 2020 lalu.

Baca juga: UU Cipta Kerja Dinilai Cacat, Ini Kata Mantan Ketua KPK Abraham Samad

Fahri mengatakan bahwa saat para anggota dewan terpilih, tidak ada kontrol dari ketua partainya masing-masing.

Sebagaimana diberitakan Pikiranrakyat-Depok.com dalam artikel "Dinilai Lingkaran Setan, Fahri Hamzah Sebut DPR Tak Indipenden, Bukan Wakil Rakyat Tapi Wakil Parpol", menurutnya hal itu menyebabkan rasa sinis di kalangan masyarakat kepada anggota DPR.

"Akhirnya ketua umum parpol terlibat untuk mengatur kekuasaan legislatif dan di belakang layar. Jadi apa yang disebut sebagai telepon pak ketum, bu ketum, pak sekjen, bu sekjen dan sebagainya itu lumrah, sehingga memang anggota DPR kita tidak independen. Mereka bukan wakil rakyat mereka adalah wakil parpol," ujarnya.

Baca juga: Jangan Keliru! Begini Hal yang Harus Dilakukan Saat Rekan Kerja positif Covid.

Fahri Hamzah juga menganggap anggota DPR adalah korban dari sistem tersebut, yang mereka sendiri tidak mampu untuk mengubahnya.

Melalui buku putih yang ia tulis di akhir jabatannya pada 2019 lalu, Fahri ingin menjelaskan bahwa kesalahan relasi antara daulat rakyat dan daulat partai politik apapun, suatu hari akan menjadi bom waktu.

Menurut Fahri, begitu anggota DPR dipilih lalu dilantik dan ditetapkan menjadi anggota yang seharusnya mewakili rakyat, saat itu juga mereka berhenti menjadi wakil rakyat dan terpaksa menjadi wakil partai politik.

Baca juga: Dampak La Nina Waspada 4 Daerah Ini yang Berpotensi Alami Kekeringan

"Jadi parpol itu yang bisa mengendalikan fraksi itu tuh salah itu cara berpikirnya, kita jangan mengendalikan DPR dengan komando partai politik. Partai politik harus dibiarkan bebas untuk mewakili konsituensinya mewakili wakyatnya," ungkap Fahri.

Soal kaitan antara DPR dan Omnibus Law, Fahri Hamzah mengatakan jika ada anggota DPR yang basisnya industri dan konsituensinya adalah buruh, tentu mereka harus membela buruh bukan partai politiknya.

Fahri pun menyayangkan partai politik saat ini bukan hanya mengontrol legislatif, tetapi juga mengendalikan eksekutif.

"Ya atas dalih petugas partai, wali kota, bupati bahkan terkadang presiden pun tidak bisa menyuarakan dan melaksanakan apa yang sebenarnya, yang merupakan permintaan dan kehendak rakyat banyak. Dan mereka terpaksa terjebak kepada keinginan dari partai politik yang mengatasnamakan rakyat,” tutur Fahri.

Lebih lanjut Fahri menegaskan, bahwa sebenarnya rakyat tidak tahu apapun tentang apa yang mereka lakukan.

"Mereka punya kemampuan menekan, di legislatif mereka mengganti, mereka menggeser seenaknya saja. Di eksekutif mereka bisa mendalam lagi parlemen untuk tidak mendukung melakukan mosi tidak percaya," lanjutnya.

Fahri menjelaskan, jika Indonesia ingin serius membangun demokrasi dan sistem perwakilan yang sehat, maka mata rantai lingkaran setan tersebut harus dihentikan. Dirinya pun menilai saat ini terlalu cepat bagi DPR mendapatkan sinisme sebesar ini dari rakyat.

Ia menambahkan, DPR baru menjabat satu tahun, dan masih ada empat tahun lagi tetapi sudah mendapatkan sinisme yang begitu besar.

Oleh sebab itu, Fahri Hamzah menklaim bahwa saat ini adalah waktu yang tepat untuk instrospeksi sistem demokrasi, yang harus dijalankan secara sepenuh hati.


Fahri menuturkan, jangan ada keinginan memanipulasi, mengambil jalan pintas seolah ada cara yang lebih cepat untuk mengelola proses-prosea politik yang dalam demokrasi memang dibuat rumit, agar kontrol dari satu kelompok dapat di hindari.

"Inilah yang menyebabkan mereka terjebak mengambil jalan yang salah seperti jalan mereka mempercepat Omnibus Law secara berpihak. Ini adalah cara yang salah, yang mendatangkan sinisme yang meluas. Ini adalah waktu kita sekali lagi introspeksi dan melihat gambar besar dari persoalan ini," pungkasnya.***(TIM PRNM/Pikiranrakyat.com)

 

 

 

Editor: Rasyid

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah