MENGENAL Titik Rawan Korupsi Dana Desa dan Faktor-faktor Penyebabnya

- 7 Juli 2023, 16:00 WIB
Ilustrasi dana desa yang memiliki titik rawan korupsi.
Ilustrasi dana desa yang memiliki titik rawan korupsi. /Pixabay

 

PORTAL MAJALENGKA - Dalam struktur APBN, Dana Desa (DD) merupakan salah satu instrumen transfer ke daerah yang dicairkan langsung dari rekening kas negara kepada rekening desa.

Alokasi besaran anggaran dana desa yang diterima per desa per tahunnya kisaran Rp1 miliar.

Tentunya anggaran Dana Desa ini menjadi sumber dana utama dalam keuangan desa, merupakan motor penggerak jalannya pemerintahan dan pembangunan di desa.

Di sisi lain Dana Desa juga menjadi salah satu aspek yang “seksi dan menggiurkan”. Ada banyak celah atau titik rawan korupsi dalam proses pengelolaan keuangan desa dari sumber dana ini.

Titik rawan korupsi sebagaimana dimaksud sering terdapat pada tahap perencanaan anggaran dan tahap implementasi anggaran.

Baca Juga: Ketahui 12 Modus Korupsi Dana Desa, Penyalahgunaan Wewenang Terhadap Anggaran Desa

Pada tahap perencanaan anggaran yang seharusnya dilakukan melalui musyawarah desa (Musdes) melibatkan masyarakat berpartisipasi ikut membahas bersama Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).

Malah justru yang dilibatkan hanya golongan elite, perangkat desa, atau orang-orang yang terdekat kepala desa saja.

Sehingga program RAPBDes yang disusun dan direncanakan bukan murni aspirasi masyarakat, namun keinginan dari kepala desa yang memegang kendali untuk keuntungannya sendiri.

Tahap perencanaan anggaran yang cenderung didorong motivasi korupsi memiliki indikator yang mudah terbaca.

Indikator terjadinya korupsi pada tahap ini yakni dengan melihat RAPBDes yang tidak sesuai dengan skema Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes).

Selain itu terdapat ketidaksesuaian harga dan volume per item dengan kondisi harga umum yang berlaku, baik dengan cara markup ataupun markdown.

Jika dicermati, Tim penyusun APBDes juga tidak sesuai dengan klasifikasi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah atau Peraturan Menteri. Disini biasanya yang memegang kekuasaan penyusun RAPBDes seorang kepala desa.

Baca Juga: Kepala Dinas PMD Kabupaten Cirebon Ingatkan Dana Desa Harus Bisa Kendalikan Dampak Inflasi

Titik rawan korupsi kedua adalah pada  tahap implementasi anggaran. Pada tahap ini, umumnya dilakukan oleh Kepala Desa, Bendahara Desa, Sekretaris Desa, dan Tim Pelaksana Kegiatan (Timlak) yang menangani program pembangunan fisik dan pemberdayaan masyarakat.

Umumnya pada tahap ini kerawanan korupsi terjadi pada proses pengadaan barang dan jasa. Indikasi korupsi bisa dilakukan Kepala Desa, Bendahara Desa, Sekretaris Desa, dan Tim Pelaksana Kegiatan (Timlak) yang menangani program pembangunan fisik dan pemberdayaan masyarakat.

Mereka biasanya memanfaatkan kolusi dengan pihak ketiga (rekanan) untuk menaikkan harga barang dalam laporan, dan menurunkan kualitasnya dalam praktik di lapangan.

Sebenarnya ketentuan pengadaan barang dan jasa di tingkat desa ini telah diatur komprehensif mekanismenya dalam Peraturan Khusus, (Peraturan Kepala LKPP Nomor 13 Tahun 2013 tentang Pedoman Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa).

Dari dua titik yang menjadi simpul kerawanan korupsi pada dana desa ini dapat disebabkan tiga faktor yang saling berkaitan berikut:

Pertama, lemahnya pengawasan institusi (lembaga) yang memiliki otoritas dalam pengawasan di tingkat desa.

Dalam hal ini penting untuk dipahami bahwa kinerja lembaga pengawas, seperti Inspektorat Kabupaten/Kota, BPKP, dan BPK belum optimal dalam melakukan pengawasan, pemeriksaan, dan audit pengelolaan anggaran desa.

Baca Juga: PENTING Masyarakat Tahu, Ini Bedanya Dana Desa dan Alokasi Dana Desa

Hal itu karena memang masih terbatasnya Sumber Daya Manusia (SDM) dan anggaran lembaga tersebut untuk mengawasi seluruh desa di Indonesia yang mencapai 75.436 desa.

Faktor penyebab kedua adalah karena masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan APBDes.

Masyarakat hanya banyak dilibatkan dalam pelaksanaan, yang juga rentan praktik korupsi dan kolusi. Sedangkan pada tahap perencanaan masyarakat tidak dilibatkan secara substantif, melainkan semu.

Keterlibatan masyarakat masih sebatas untuk memenuhi syarat peraturan perundang-undangan semata. Mereka tidak bisa memberikan kontribusi pengawasan atau masukan optimal.

Selanjutnya penyebab ketiga yang dapat menciptakan titik rawan korupsi adalah rendahnya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa.

Pengaruh feodalisme di desa-desa masih banyak terjadi, hal ini menyebabkan masyarakat memandang kepala desa memiliki kuasa mutlak dalam perencanaan, dan pelaksanaan pengelolaan keuangan desa.

Hal itu pun kemudian diikuti oleh perangkat, elite desa, dan Badan permusyawaratan desa (BPD) hanya sebagai kekuatan pendukung kepentingan kepala desa, bukan sebagai wadah aspirasi masyarakat.

Baca Juga: KETAHUI Program Prioritas Penggunaan Dana Desa 2023 Pasca WHO Cabut Status Covid-19

Setelah mengetahui beberapa titik rawan serta penyebab korupsi timbul, maka di sini penting untuk disadari bersama bahwa korupsi merupakan penyakit yang mesti dilawan.

Tindak korupsi pada Dana Desa ini dapat memberikan dampak buruk bagi kesejahteraan masyarakat desa.

Dampak korupsi tersebut sangat meluas dan serius, di antaranya dapat melanggengkan kemiskinan di desa, menghilangkan potensi ekonomi di desa, menghancurkan modal swadaya masyarakat, terhambatnya pembangunan dan demokrasi partisipasi desa.

Untuk itulah di sini butuh kesadaran bersama dari seluruh unsur terkait serta elemen masyarakat untuk dapat berpartisipasi mencegah korupsi.

Dengan begitu tujuan dari kebijakan pembangunan desa yang dilakukan pemerintah melalui Dana Desa bisa  tercapai, kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat desa dapat segera terwujud. *

Editor: Ayi Abdullah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah