Sejarah Perumusan Pancasila, Sila Pertama Bukan Ketuhanan Yang Maha Esa?

- 1 Juni 2022, 14:59 WIB
Ilustrasi garuda pancasila. Di era kemerdekaan, sila pertama dalam perumusan Pancasila bukan Ketuhanan yang Maha Esa
Ilustrasi garuda pancasila. Di era kemerdekaan, sila pertama dalam perumusan Pancasila bukan Ketuhanan yang Maha Esa /Pixabay / Ibnuamaru.

PORTAL MAJALENGKA - Kekalahan perang pasifik bagi Jepang, membuat mereka mendapat simpati masyarakat jajahannya yakni Indonesia dengan menjanjikan kemerdekaan.

Mengutip dari Kesbangpol Madiun, janji itu dilaksanakan dengan ditandai pembentukan badan atau lembaga untuk mempersiapkan kemerdekaan. Orang Jepang menyebutnya Dokuritsu Junbi Tjoosakai.

Badan Penyelidik Untuk Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) ini memiliki 60 anggota dan dipimpin Radjiman Wedjodiningrat, dan wakil ketua Panji Soeroso dan Ichubangasa dari Jepang.

Baca Juga: Provinsi Jabar Implementasikan Nilai Pancasila Lewat Permainan Tradisional

Sidang pertama BPUPKI dilakukan tanggal 29 Mei - 1 Juni 1945. Agenda sidang untuk membicarakan tentang landasan dasar-dasar negara atau landasan Indonesia merdeka.

Situs resmi Steffnew UNY dalam terbitan makalahnya turut menambahkan rincian waktu dan agenda dalam sidang tersebut.

Tepatnya di tanggal 29 Mei 1945, Moh Yamin anggota BPUPKI adalah orang pertama yang mengusulkan landasan negara yang berbunyi:

1.Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat

Baca Juga: Resmikan Patung Soekarno, Sebagai Sahabat Megawati Sampaikan Penghormatan Khusus ke Prabowo

Nampaknya anggota BPUPKI di hari itu belum menemukan mufakat dalam sidang tersebut.

Mr Soepomo yang juga salah satu dari anggota BPUPKI pada 31 Mei 1945 juga turut mengusulkan pandangan teorinya.

- Negara Individualistik atau negara yang disusun oleh atas kepentingan Individu warganya, dengan dasar kontrak sosial yang diajarkan oleh Thomas Hobbes, John Lock dan Hebett Specer.

- Negara golongan (dass theori), yang diajarkan oleh Marx, Engel dan Lenin.

- Negara Integralistik, yakni negara tidak boleh memihak hanya pada satu golongan melainkan harus kepada semua golongan.

Baca Juga: INFO Indonesia Vs Bangladesh di Stadion Si Jalak Harupat, Polisi Amankan Lokasi

Dari ketiga teori yang dikemukakan Soepomo, dia hanya sepakat pada Negara Integralistik dan menolak Individualistik serta Negara Golongan. Mr Soepomo mengidamkan negara persatuan.

Selang hari berikutnya tanggal 1 Juni 1945 Ir Soekarno mengusulkan bahwa dasar negara harus berfilsafat, fundamental, dan pikiran yang sedalam-dalamnya.

Dasar itupun dikemukakan Sukarno lima prinsip, yakni:
1. Kebangsaan atau Nasionalisme
2. Kemanusiaan
3. Musyawarah, mufakat dan perwakilan
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang berkebudayaan

Baca Juga: Densus 88 Polri Selidiki Konvoi Motor Kampanye Khilafatul Muslim, Polisi: Pimpinannya Terlibat Terorisme

Kelima prinsip itu disebut Pancasila oleh Sukarno, namun jika kelima itu tidak disepakati maka bisa diperas menjadi Trisula yang didalamnya termuat Sosio Nasionalisme, Sosio Demokratis, dan Ketuhanan.

Namun jika masih juga tidak dapat disepakati Sukarno mengusulkan untuk diperas lagi menjadi Eka Sila yaitu Gotong Royong.

Pada tanggal yang sama 1 Juni 1945 disepakati adanya panitia kecil guna menampung aspirasi dari setiap anggota BPUPKI

Panitia kecil ini beranggotakan 8 orang yakni Ir Soekarno, Drs Moh Hatta, Sutardjo A, Wahid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Otto Iskandardinata, Moh Yamin, dan Mr AA Maramis.

Usulan-usulan serta aspirasi yang telah dikumpulkan oleh panitia kecil ini ada perbedaan pandangan dan pendapat tentang dasar negara.

Baca Juga: Sungai Cimeta Bandung Berubah Merah Bagaikan Darah Diduga Akibat Tercampur Limbah Pabrik

Golongan islam menghendaki adanya syariat Islam dalam dasar negara, sedang kaum nasionalis menghendaki negara tidak berdasarkan hukum agama tertentu.

Perbedaan itu menghasilkan sebuah panitia kecil yang khusus untuk membahas tentang landasan hukum bernegara, dimana 9 orang sebagai anggotanya.

9 orang itu yakni Ir Soekarno, Drs Moh Hatta, Moh Yamin, AA Maramis, Ahmad Soebardjo, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, Wahid Hasyim, dan H Agus Salim. Semuanya dari golongan nasionalis dan kaum islamis.

Tepat di tanggal 22 Juni 1945 panitia sembilan menghasilkan sebuah kesepakatan dasar negara, yang tertuang dalam alenia keempat rancangan pembukaan, bunyinya sebagai berikut;l:

- Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
- Kemanusiaan yang adil dan beradab
- Persatuan Indonesia
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan perwakilan dan
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Baca Juga: Polresta Cirebon Tindak Tegas, Tangkap 44 Anggota Geng Motor

Moh Yamin mempopulerkan kelima dasar negara itu dalam bentuk rancangan preambul Hukum Dasar dengan nama Piagam Jakarta.

Selang beberapa minggu dari sidang pertama BPUPKI, ditanggal 10-16 Juli 1945 menghasilkan empat mufakat:

1. Dasar negara yang disepakati yaitu Pancasila seperti yang tertuang dalam Piagam Jakarta.
2. Bentuk negara Republik (hasil kesepakatan dari 55 suara dengan jumlah 65 yang hadir).
3. Wilayah Indonesia disepakati meliputi wilayah Hindia Belanda, Timor Timur dan Malaka (berjumlah 39 suara).
4. Dibentuk tiga panitia kecil
  - Panitia perancang UUD fiketuai Ir. Soekarno
  - Panitia Ekonomi dan keuangan diketuai Moh Hatta
  - Panitia pembela tanah Air, diketuai Abikusno Tjokrosoejoso.

Baca Juga: Lakukan Ini Setiap Bangun Tidur, InsyaAllah Tidak Gampang Sakit Kata Gus Baha

Setelah kesepakatan itu, Jepang kembali membentuk Pantia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 9 Agustus 1945. PPKI sendiri lebih sebagai komite pembentukan negara.

Dan pada 17 Agustus 1945 Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di rumah Soekarno dengan dihadiri beberapa tokoh nasional.

Sore harinya setelah pembacaan teks proklamasi, Bung Hatta didatangi opsir Jepang yang menyampaikan keberatannya perwakilan Indonesia bagian timur terhadap tujuh kata yang tersemat dalam Piagam Jakarta.

Bung Hatta dengan cepat keesokan harinya tanggal 18 Agustus 1945 sebelum dilaksanakannya sidang PPKI yang pertama menemui wakil-wakil Islam untuk menghilangkan tujuh kata dalam Piagam Jakarta, permintaan Bung Hatta itu disepakati oleh kaum islam, maka dihilangkan kata "ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya."

Baca Juga: Senator AS Kunjungi Taiwan, China Kerahkan 30 Pesawat Tempur

Sidang PPKI akhirnya berjalan dan mengesahkan UUD 1945, menetapkan Ir Soekarno sebagai presiden dan Moh Hatta sebagi wakilnya.

Kemudian membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bertugas mendampingi presiden dan wakil presiden sampai terbentuk MPR dan DPR. *

Editor: Ayi Abdullah

Sumber: https://kesbangpol.madiun.go.id https://staffnew.uny.ac.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah