PPN Pendidikan dan Sembako, Ketua DPD RI Bilang Bertentangan dengan Rasa Keadilan

- 12 Juni 2021, 14:30 WIB
LaNyalla Mattalitti.
LaNyalla Mattalitti. /Instagram @lanyalla_academia

PORTAL MAJALENGKA -- Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, minta agar rencana pemerintah menerapkan PPN Pendidikan dan sembako agar ditinjau ulang.

Menurut LaNyalla kebijakan PPN Pendidikan dan sembako tidak tepat. "Karena akan membebani rakyat kecil," kata mantan Ketua PSSI tersebut.

PPN Pendidikan, katanya, dikhawatirkan segera membuat biaya pendidikan di Indonesia meningkat. Hal itu dapat membuat masyarakat kesulitan mengakses pendidikan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas bangsa.

Baca Juga: Warganet Protes Rencana Sembako Kena Pajak, PPN 12 Persen Ramai di Twitter

Peraturan Menteri Keuangan 011 Tahun 2014, dipandang lebih baik. Dalam peraturan tersebut, PAUD, SD, SMP, SMA/SMK hingga Bimbingan Belajar (Bimbel) termasuk tidak dikenai PPN.

"Ini kan tidak elok dilakukan. Jika diimplementasikan, rasa-rasanya justru akan menjerat rakyat. Padahal anak-anak yang bersekolah swasta tidak semuanya dari kalangan mampu. Ada sekolah-sekolah swasta yang siswanya dari kelompok masyarakat kecil, yang tidak bisa masuk sekolah negeri," terang LaNyalla.

Senator asal Jawa Timur itu minta agar Kementerian Keuangan lebih kreatif menambah pemasukan bagi negara. Dengan meluncurkan kebijakan yang tidak mengganggu hajat hidup orang banyak.

Baca Juga: Sekjen PBNU Nyatakan PPN Pendidikan Menjauh dari UUD 1945

Rencana pemerintah mengutip pajak penambahan nilai (PPN) pada sembako dan pendidikan tertuang dalam draf Rancangan Undang Undang Revisi UU No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

RUU KUP saat ini telah tiba di meja para anggota DPR. Rancangan masuk Program Legislasi Nasional 2021, yang diprioritaskan selesai agar segera dapat diimplementasikan.

Pengambilan pajak dari sektor pendidikan, sembako, serta jasa kesehatan bukan jalan yang tepat untuk menambah penerimaan negara. Pemerintah harus memikirkan alternatif lain dan tidak membuat kebijakan yang bisa melukai rakyat, kata LaNyalla lagi.

Baca Juga: Muhammadiyah Tolak PPN Pendidikan, Haedar Nashir Minta Tinjau Ulang

Sejak mengemuka ke publik, RUU KUP menuai banjir kritikan. Partai-parti koalisi pemerintah pun tak mau ketinggalan melontarkan pandangan kritis.

RUU KUP dianggap ironis karena di saat yang sama pemerintah memberi keleluasaan terhadap pajak bagi kelompok berada. Relaksasi pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) bagi kendaraan bermotor, contohnya.

Pemerintah juga memberi insentif pajak properti untuk pembelian rumah siap huni (ready stock).

Baca Juga: Mensos Risma: Penyaluran Bantuan Bencana Bisa kepada Siapa pun yang Penting Tanda Terimanya Jelas

Tak kalah heboh, muncul wacana pemerintah akan kembali melakukan pengampunan pajak atau tax amnesty seperti dilakukan sebelumnya.

"Jika pajak untuk sekolah, jasa kesehatan, dan sembako diberlakukan di saat pemerintah memberi banyak kemudahan bagi kalangan atas, hal tersebut akan bertentangan dengan rasa keadilan. Pemerintah juga harus memperhatikan pandangan para ahli ekonomi yang menyatakan wacana tersebut akan membuat ketimpangan si kaya-miskin semakin lebar," pungkas LaNyalla, dikutip dari portal resmi DPD RI, Sabtu 12 Juni 2021.

Rencana pemungutan PPN dalam jasa pendidikan dan sembako, tertuang dalam Pasal 4A RUU KUP.

Baca Juga: Dudung Abdurachman, Prajurit Keturunan Sunan Gunung Jati Cirebon Kini Jadi Pangkostrad

Selain dua sektor itu, pemerintah juga berencana mengenakan pajak untuk jasa kesehatan, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa angkutan umum di darat di air serta angkutan udara dalam negeri dan angkutan udara luar negeri, jasa tenaga kerja, jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam, serta jasa pengiriman uang dengan wesel pos bakal jadi objek pajak.***

Editor: Husain Ali

Sumber: Dpd.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah