Ini 5 Penangkapan Besar Dalam Penegakan Hukum yang Sita Perhatian Publik 2020

- 3 Januari 2021, 09:00 WIB
Mantan Menteri KKP Edhy Prabowo saat hendak menjalani pemeriksaan KPK dengan tangan diborgol.
Mantan Menteri KKP Edhy Prabowo saat hendak menjalani pemeriksaan KPK dengan tangan diborgol. /antara

PORTAL MJALENGKA - Sepanjang tahun 2020, kinerja penegakan hukum yang diprakarsai oleh pemerintah memiliki prestasi pengungkapan kasus yang cukup baik dan mendapat banyak perhatian masyarakat, khususnya dalam tindak pidana korupsi.

Sejumlah koruptor kakap yang ditangkap di tahun 2020 bisa dibilang cukup bersejarah, karena belasan tahun tidak pernah berhasil diusut aparat penegak hukum pada pemerintahan sebelumnya.

Sementara yang lainnya merupakan koruptor tangkapan besar, karena menjadi petinggi pada tingkat Kementerian/Lembaga di Republik ini, berikut di antaranya:

Baca Juga: Kematian Pasien Covid-19 di Kota Sukabumi Tembus 60 Kasus

1. Penangkapan Maria Pauline Lumowa

Maria Pauline Lumowa adalah buronan pembobol Bank BNI Cabang Kebayoran Baru, Jakarta Selatan yang terjadi dalam rentang Oktober 2002 hingga Juli 2003, senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro.

Maria melarikan diri sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh Polisi. Buronan itu kabur ke 'Negeri Kincir Angin' Belanda selama 17 tahun atau tepatnya pada September 2003.

Pemerintah Indonesia kesulitan mengekstradisi Maria Pauline Lumowa karena wanita itu juga memiliki kewarganegaraan Belanda.

Baca Juga: Jalani Isolasi Mandiri, Gubernur Jatim Tegaskan Masih Bisa Jalankan Tugas Pemerintahan

Pemerintah Indonesia sempat dua kali mengajukan proses ekstradisi ke Pemerintah Kerajaan Belanda, yakni pada 2010 dan 2014.

Namun, kedua permintaan itu direspons dengan penolakan oleh Pemerintah Kerajaan Belanda yang memberikan opsi agar Maria Pauline Lumowa disidangkan di Belanda.

Sudah menjadi buronan selama 17 tahun, Maria akhirnya berhasil diekstradisi dari Serbia oleh Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia pada 8 Juli 2020.

Baca Juga: Tagar #PeringatanGalonIsiUlangBPA Viral, Simak Penjelasan BPOM Soal Galon Isi Ulang

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, yang memimpin ekstradisi Maria Pauline Lumowa, menyebutkan bahwa ada upaya suap yang dilakukan agar pembobol kas Bank BNI senilai Rp1,2 triliun itu tidak diekstradisi.

Tapi upaya suap itu tidak terwujud berkat diplomasi hukum tingkat tinggi yang dijalankan pemerintah Indonesia, serta komitmen tegas pemerintah Serbia untuk membantu mengekstradisi Maria ke Indonesia.

Proses ekstradisi itu menjadi 'buah manis' dari komitmen pemerintah dalam upaya penegakan hukum yang berjalan panjang.

Baca Juga: Usia 40-an Sebaiknya Coba Hal-hal Berikut untuk Perawatan Kulit

Awal Januari, Maria akan segera menghadapi sidang pengadilannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Ia disangkakan melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 3, 6 UU 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Ancaman pidana yang dikenakan maksimal kurungan seumur hidup.

Baca Juga: Yogurt Menyehatkan Usus, Bisa Menjadi Berbahaya Jika Salah Pilih

2. Penangkapan Djoko Tjandra

Penangkapan buronan pelaku pembobolan Bank BNI Maria Pauline Lumowa merupakan permulaan untuk menangkap buronan kasus korupsi cessie Bank Bali yang buron selama 11 tahun, Djoko Soegiarto Tjandra.

Karena sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly berhasil membuktikan bahwa penegakan hukum sebetulnya bisa melampaui batas-batas negara.

Tjandra atau Tjan Kok Hui akhirnya ditangkap oleh personel Polri yang dipimpin Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Pol Listyo Sigit pada 30 Juli 2020, dengan dibantu Polisi Diraja Malaysia.

Baca Juga: Tanda-tanda Arus Balik Libur Tahun Baru via Kereta Api Mulai Terlihat

Kabareskrim kemudian membawa pulang Djoko ke Indonesia untuk diadili terkait kasus pengalihan hak tagih (cessie) antara PT Era Giat Prima (EGP) miliknya dengan Bank Bali pada Januari 1999.

Djoko Tjandra sudah berstatus terpidana sebelum buron selama 11 tahun, berdasarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung pada 11 Juni 2009 dan dijatuhi hukuman penjara selama 2 tahun dan denda Rp15 juta subsider 3 bulan.

Selain itu, MA memerintahkan barang bukti berupa uang yang ada dalam rekening penampung atas nama rekening Bank Bali sejumlah Rp546,468 miliar juga dirampas untuk dikembalikan ke negara.

Baca Juga: Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa Positif COVID-19

Namun, ia kadung melarikan diri sebelum menjalani hukuman atau tepatnya 10 Juni 2009 ke Papua Nugini, menggunakan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta.

Sejak 11 Juni 2009, Kejaksaan Agung menetapkan status buron untuk Djoko Tjandra dan ia pun masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) Direktorat Jenderal Imigrasi dan daftar red notice Interpol.

Namun anehnya, setelah masuk red notice, Djoko Tjandra masih bisa datang ke Indonesia pada 8 Juni 2020 dan terlibat kasus pidana lagi, kali ini terkait pembuatan surat jalan palsu dan dugaan penghapusan red notice Interpol.

Baca Juga: Ngeri, SPBU Pekanbaru Ludes Terbakar Diduga dari Percikan Api Akibat Sinyal HP Pengemudi dari Mobil

Kasus itu terungkap pertama kali ke publik melalui penuturan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin pada rapat di Komisi III DPR RI.

Halaman:

Editor: Andra Adyatama

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah