Titik Nol Pekalongan, Bukti Megaproyek Daendels Membangun Jalan Anyer Panarukan

- 1 September 2022, 07:27 WIB
Jembatan penghubung Pemalang-Pekalongan Jawa Tengah.
Jembatan penghubung Pemalang-Pekalongan Jawa Tengah. /Tangkapan layar twitter/@@bbpjnjatengdiy/

 

PORTAL MAJALENGKA - Penelusuran Jalan Raya Pos atau lebih dikenal Jalan Anyer Panarukan kali ini membahas sekitar Pekalongan, Jawa Tengah.

Jalan poros yang dibangun Gubernur Jenderal Hindia Belanda Daendels itu memanjang dari ujung Barat hingga Timur Pulau Jawa.

Dari Gedung Museum Batik di kawasan Jetayu, kota tua Pekalongan, Arief mengajak berjalan kaki menuju satu monumen bersejarah yang menyimpan cerita tentang megaproyek Daendels. 

Baca Juga: Teror Malaria di Pekalongan, Menelusuri Pembangunan Jalan Anyer Panarukan Warisan Daendels

Posisinya berada di trotoar Lapangan Jetayu, persisnya di depan gedung Karesidenan Pekalongan. Monumen itu dikenal dengan nama Tugu Myl Paal.

Monumen setinggi setengah meter itu disebut sebagai titik poros tengah Pekalongan, bahkan titik tengah antara Batavia dan Surabaya. 

Tugu Myl Paal yang saat itu dicat rapi berwarna hijau muda, juga disebut sebagai tonggak penentu arah mata angin dari kota ini.

Baca Juga: TIRAKAT Sunan Gunung Jati dan Walisongo di Puncak Gunung Ciremai, Berikut Buktinya

Jalur Jalan Raya Pos di Pekalongan kemudian membangun peradaban, bahkan pemerintahan baru, di pusat kota Pekalongan.

Ini dibuktikan dengan berdirinya sejumlah bangunan di kompleks Jetayu yang relatif dibangun pada 1850-1870. 

"Dari jalur Daendels, kompleks pemerintahan ini berdiri salah satunya bangunan residen, Kantor Pos Pekalongan, dan bangunan lain yang secara rinci dihitung berjumlah 12 bangunan Iain berlabel Cagar Budaya Pekalongan," kata Arief, dikutip dari Buku Napak Tilas Jalan Daendels karya Angga Indrawan. 

Baca Juga: KESAKTIAN Putra Sunan Gunung Jati yang Gagah Berani, Hadapi Para Perompak Seorang Diri

Memasuki gerbang Kota Pekalongan —dari arah Jalan Gajah Mada, arah Pemalang, Groote Postweg melintasi jalur yang kini bernama Jalan Merdeka.

Seperti jalur yang sempat dijumpai di Bandung, ada pola pemetaan yang telah mengubah arah jalur ini.

Pola barat-timur yang dibuat Daendels, kini berlaku sebaliknya seiring kebijakan jalur satu arah yang dibuat pemerintah setempat. 

Baca Juga: Head To Head dan Prediksi Zlate Moravce vs AS Trencin, Catat Tanggalnya Derby Indonesian di Superliga Slovakia

Satu yang tak ingin lupa disampaikan seputar jalur ini. Di Jalan Gajah Mada, terdapat salah satu bangunan yang tak kalah mengurai sejarah, yakni Stasiun Pekalongan yang dibangun pada awal abad ke-20.

Namun begitu, bukan soal fungsi dan bangunan sebagai sarana transportasi yang jadi bahasan. 

Beberapa sejarawan Pekalongan, sebagian menyebut bahwa sebenarnya di bangunan stasiun itulah sempat berdiri pertama kali bangunan Kantor Pos Pekalongan.

Baca Juga: Abu Nawas Dianggap Gila, Mencari Neraka di Rumah Warga Membuat Sultan Harun Al Rasyid Terbahak-bahak

Hal ini terurai dalam catatan sejarah bahwa GubernurVOC Willem Baron van lmhoff pada 1754, telah pula membangun rute perjalanan pos dari Anyer hingga ke Pasuruan. Pekalongan menjadi satu wilayah yang masuk dałam rutenya. 

"Lokasi yang paling memungkinkan untuk mendirikan kantor pos,” kata Arief Dirhamsyah.

Ucapan iłu disampaikan mengingat kantor pos saat ini yang berada di Kompleks Jetayu, sebuah produk muda yang lahir di permulaan abad ke-20-dan tentunya tidak berada di Jalan Raya Pos di kota ini. 

Baca Juga: PENGEMBARAAN Sunan Gunung Jati hingga Bertemu Rojo Nogo Petoko

Jalan Merdeka yang mengarah ke Kota Pekalongan mempertemukan penulis dengan Jalan Hayam Wuruk yang dulu merupakan hamparan belantara Hutan Gambiran.

Di jalur ini, jelas terasa gairah perekonomian Pekalongan seiring perluasan aktivitas niaga. Sepanjang jalan berdiri ruko-ruko niaga peninggalan koloniał dałam berbagai model: Eropa dan Cina. 

Dua ratus meter dari sana, terdapat satu jembatan tua yang penulis lintasi, Jembatan Irama.

Baca Juga: Keramat Gus Miek: Sholat di Kediri Tiba-tiba Pindah ke Baghdad, Jamaah Kebingungan Baliknya Bagaimana

Nama Irama diambil dari bangunan yang tak jauh dari sana, Gedung Bioskop Irama Yang saat ini sudah rata dengan tanah.

Jembatan Irama melintas di arus Sungai Kupang, terusan Sungai Retno Sumilir Yang berhulu di kaki Pegunungan Rogojembangan. 

Jika melihat keseluruhan jalur ini dari ketinggian, ini terlihat jelas Daendels membelokkan jalurnya lebih ke arah utara melewati pusat Kota Pekalongan.

Baca Juga: JANGAN ANGGAP REMEH, 4 Buah-buahan Harga Murah Ini Dapat Meningkatkan Imun dan Kekebalan Tubuh

Ada dugaan sementara, pembelokan ini lantaran medan berat yang tak memungkinkan untuk ditembus para pekerja. Alhasil, jalur Daendels akan kembali bertemu titik Jalur Pantai Utara, di 

Jalan Ahmad Yani, saat berbelok melalui Jalan Dr Cipto Mangunkusumo dan Dr Wahidin. Di kota ini, sudah 480 kilometer dari keberangkatan di Anyer.***

Editor: Andra Adyatama

Sumber: Buku Napak Tilas Jalan Daendels


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x