Kemudian secara normatif, lanjut Surya, Berdasarkan Pasal 76 ayat (5) Uu No. 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Pasal 7 Permendagri No. 42 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Pasar Desa, kedua Pasar tersebut Harus dikembalikan Kepada Desa.
Baca Juga: Perbedaan Luas Lahan, Jadi Kendala dalam Pembahasan Raperda RDTR OSS di Majalengka
Oleh karena itu Ketua FBN RI DPD Kabupaten Majalengka berharap, Pemerintah Kabupaten Majalengka dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan daerahnya berdasarkan sistem Otonomi Daerah yang sudah 20 Tahun dan Usianya sudah 530 tahu dapat Memahami Esensi Otonomi Daerah dan Kemandirian Desa.
"Pemkab harus senantiasa menjalankan azas umum pemerintahan yang Baik (AUPB), serta buanglah jauh-jauh Arogansi kekuasaan karena hal itu tidak Produktif," ujarnya.
Diberitakan Portalmajalengka.com sebelumnya, Ketua BPD Jatitujuh,Nurhasan menjelaskan, Pasar Desa Jatitujuh telah berdiri semenjak sebelum tahun1960 di atas tanah adat Desa Jatitujuh, yang dalam perjalanannya telah menjadi Tanah Kas (Bondo Desa) Desa Jatitujuh sebagai salah satu sumber dari Pendapatan Asli Desa Jatitujuh sejak awal awal berdirinya Pasar Desa Jatitujuh hingga sekarang.
Baca Juga: Bupati Majalengka: Sejak Saya Menjabat, Alokasi Dana Pendidikan Selalu di Atas 20 Persen
Akan tetapi, dengan terbitnya surat Bupati Majalengka nomor:031/179-Pem., yang dalam substansi suratnya menyatakan, bahwa Pasar Desa Jatitujuh adalah merupakan milik Pemerintah Kabupaten Majalengka yang sudah disertifikatkan menjadi HPL Pemerintah Kabupaten Majalengka, berdasarkan Sertifikat HPL No.162/HPL/BPN/96.
“Ini menimbulkan tandatanya besar tentang bagaimanakah prosedur itu ditempuh, siapakah para pelaku yang menyerahkan Tanah Desa Tersebut menjadi HPL dan siapakah yang menerima proses transaksi peralihan Hak Desa atas Tanah tersebut sampai beralih menjadi HPL Pemerintah Kabupaten Majalengka,” ujarnya.
Masyarakat Jatitujuh mengaku, hingga sekarang tidak pernah ada bukti adanya konpensasi dalam bentuk ganti rugi maupun Ruislag (tukar guling dengan prinsip kesamaan nilai dalam konversi harga) dari tanah yang menjadi penggantinya, apalagi melakukan proses-proses pemeliharaan, sehingga terkesan sangat kumuh dan tidak higienis serta amburadul tidak sedap dipandang mata.
Baca Juga: Palapa, Aplikasi Percakapan Buatan Dalam Negeri Diluncurkan