Network
PORTAL MAJALENGKA - Kisah KH Abdul Hamid atau Mbah Hamid Pasuruan sabar saat dirinya mendapat kiriman santet.
Mbah Hamid Pasuruan dikenal alim dan banyak yang meyakini ia adalah seorang wali Allah SWT.
Dua sifat dari Mbah Hamid, yaitu kesabaran dan ketawadlu'an, memang melekat dalam keseharian kyai kelahiran Lasem tersebut.
Baca Juga: Dua Wali Allah Bertemu, Mengharukan sampai Air Mata Membasahi Pakaian
Waktu Mbah Hamid masih terbilang baru di Kota Pasuruan, kehidupannya tidak secara tiba-tiba disegani, dihormati, dan dicintai masyarakat sekitarnya.
Banyak sekali orang yang hasud kepada putra Kyai Abdullah itu. Akan tetapi, itu semua tidak pernah diambil pusing oleh Mbah Hamid.
Sifat sabar dan penuh tawakal itulah yang selalu Mbah Hamid pakai untuk menghadapi semua masalah.
Baca Juga: Tanda-tanda Wali Allah Hidup di Sekitar Kita, Rasakan dan Nyata
Hingga pernah satu ketika Mbah Hamid diserang kiriman santet oleh orang yang hasud padanya.
Namun Mbah Hamid tidak membalasnya, malah membiarkan kiriman santet itu bersarang di dalam badannya.
Berikut kisah Mbah Hamid saat terkena serangan santet yang dikutip Portal Majalengka dari Kanal YouTube Nasihat Kakek.
Baca Juga: LUCU, Kisah Gus Dur Dikejar-kejar Polisi Minta Salaman
Pernah pada suatu ketika, Mbah Hamid memanggil KH Abdurrohman yang merupakan adik iparnya.
KH Abdurrohman dipanggil untuk datang ke Ndalem Mbah Hamid Pasuruan, karena ada sesuatu hal penting yang disampaikan padanya.
Setelah masuk, Kyai Abdurrohman ini langsung duduk di depan Mbah Hamid yang sedang duduk di atas tempat tidurnya.
“Man, Kowe arep tak kei weroh, tapi koe ojo ngomong nang sopo-sopo yo! (Man, kamu mau aku beri tahu, tapi kamu jangan bilang ke siapa-siapa ya!)," Kata Mbah Hamid.
“Inggeh Kyai,” jawab Kyai Abdurrahman singkat.
Setelah menjawab demikian, akhirnya tak lama Mbah Hamid membuka baju yang dikenakannya.
Setelah dibuka di dalam tubuh Mbah Hamid terlihat jelas ada sebuah keris yang melekat di dada seperti halnya orang yang terkena ilmu santet.
Sontak Kyai Abdurrohman terperangah dan terkejut melihat itu semua.
"Kyai sinten sing ngarai penjenengan ngoten! (Kyai, siapa yang membuat Anda seperti itu!)," tanya Kyai Abdurrohman dengan nada yang menunjukkan seolah tidak terima, kakak iparnya didzolimi oleh orang.
“Uwes koe ora perlu wero, sing penting kowe Ojo kondo yo. Iku “ibu Nyai Nafisah” Nang ngarep, lek di tako'i ngomongo ora ono opo-opo Yo, wes saiki muliho.
(Sudah, kamu tidak perlu tahu, Yang penting kamu jangan bilang sama siapa-siapa ya, itu di depan ada ibu Nyai Nafisah [istri mbah Mbah Hamid], kalau kamu ditanya, bilang tidak ada apa-apa, sudah sekarang kamu pulang)," ujar Mbah Hamid.
Akhirnya Kyai Abdurrohman keluar meninggalkan kamar dengan raut wajah yang sedih setelah melihat kakak iparnya didzolimi.
Ketika keluar, ternyata benar Bu Nyai Nafisah berada di ruang tamu. Bu Nyai Nafisah merasa penasaran mempergoki adiknya yang berwajah sedih ketika keluar dari kamar Mbah Hamid.
“Man, ono opo? (man ada apa?)," tanya Bu Nyai Nafisah.
Mendengar pertanyaan seperti itu, Kyai Abdurrahman serasa tidak kuat untuk menahan kepedihan setelah melihat kondisi Mbah Hamid.
Hal itu membuat Kyai Abdurrohman lupa akan janjinya yang telah dikatakan kepada Mbah Hamid.
Ketika Kyai Abdurrohman akan menjawab jujur kepada Bu Nyai Nafisah tiba-tiba Mbah Hamid keluar dari kamar.
“Orak ono opo-opo kok Bu,” jawab Mbah Hamid sembari melangkahkan kakinya keluar dari kamar.
Pada akhirnya Kyai Abdurrohman meminta izin pulang kepada Bu Nyai Nafisah.
Demikianlah kisah Mbah Hamid yang begitu sabar dalam menghadapi ujian. Bahkan dari serangan santet pun Mbah Hamid hanya diam saja.
Padahal sebenarnya Mbah Hamid bisa saja mengembalikan kiriman santet ilmu hitam kepada dirinya.***
