Jawaban Cerdik Abu Nawas Saat Dijebak oleh Gubernur

- 22 Agustus 2022, 12:00 WIB
Jawaban Cerdik Abu Nawas Saat Dijebak oleh Gubernur
Jawaban Cerdik Abu Nawas Saat Dijebak oleh Gubernur /youtube/humorsufiofficial

PORTAL MAJALENGKA - Sosok Abu Nawas memang dikenal sebagai sosok yang cerdik nan jenaka.

Melalui kecerdikannya, Abu Nawas kerap kali membuat sang raja saat itu tertawa terbahak-bahak.

Kali ini bukan sang raja yang merasakan kecerdikan Abu Nawas, melainkan sosok Gubernur yang mencoba menguji kehebatanya.

Baca Juga: KISAH KOCAK Abu Nawas Dijebak Sop Pedas oleh Istrinya

Dikutip Portal Majalengka dari youtube Juha Official, dikisahkan baginda raja saat itu menunjuk kawannya untuk menjabat sebagai gubernur di kota Abu Nawas.

Tapi sayangnya, orang yang ditunjuk ini menyalahgunakan jabatannya dengan sewenang-wenang. Dia memerintahkan para prajurit untuk menangkap para sastrawan yang dianggap pintar.

Setelah beberapa sastrawan berhasil ditangkap, mereka kemudian dihadapkan kepada Gubernur yang baru itu. Satu persatu di antara mereka ditanya oleh sang Gubernur.

Baca Juga: KESAKTIAN WALISONGO, Tongkat Sunan Bonang Mampu Ubah Semua Benda Jadi Emas

"Menurutmu saya Gubernur yang adil atau dzalim?," tanya Gubernur.

"Anda adalah gubernur yang dzalim," jawab sastrawan pertama.

"Apa alasanmu?," tanya sang Gubernur.

Baca Juga: Air Laut Mendadak Jadi Susu Saat Disentuh Mbah Kholil Bangkalan, Kisah Keramat Para Wali Allah

"Karena anda telah menangkap kami tanpa sebab," jawab sastrawan pertama.

Mendengar jawaban itu, kemudian Gubernur memasukkan dia ke dalam penjara.

"Besok dia harus dihukum mati!," perintah sang Gubernur.

Kemudian sastrawan berikutnya dipanggil dan diberi pertanyaan yang serupa.

"Menurutmu saya gubernur yang adil atau dzalim?," tanya sang Gubernur.

"Tuanku adalah gubernur yang adil," jawab sastrawan kedua.

"Apa alasanmu?," tanya sang Gubernur kembali.

"Karena tuanku sangat memperhatikan rakyatnya," jawab sastrawan tersebut.

"Kamu pembohong! Prajurit! masukkan dia ke dalam penjara besok dia harus dihukum mati," ujar sang Gubernur

Begitulah seterusnya, apabila dijawab adil ataupun dzalim sang Gubernur tetap memberikan hukuman mati.

Kemudian beberapa sastrawan yang belum tertangkap mendatangi rumah Abu Nawas untuk meminta tolong akan hal tersebut.

"Tolonglah kami Abu Nawas, beberapa kawan kita dijatuhi hukuman mati," kata mereka penuh khawatir.

"Kenapa Gubernur melakukan hal itu? Bagaimana ceritanya?," tanya Abu Nawas heran.

"Kami sendiri tidak tahu Abu Nawas, tanpa sebab, Gubernur yang baru itu menangkapi para sastrawan di kota kita, lalu mereka ditanya satu persatu 'Apakah dia Gubernur yang adil atau dzalim' bila jawabannya dzalim akan dihukum mati, bila jawabannya adil juga tetap akan dihukum mati," kata mereka menjelaskan.

"Pasti Gubernur sakit, dia sudah tidak waras," ucap Abu Nawas.

"Itulah kenapa kita ke sini Abu Nawas, kita mendatangimu agar kau menyelamatkan kawan-kawan kita. Sebab rencananya besok kawan-kawan kita akan dihukum mati," tutur mereka.

"Baiklah, aku akan ke istana Gubernur sekarang juga, kalian pulanglah," ucap Abu Nawas.

Maka berangkatlah Abu Nawas ke istana. Sesampainya di sana, Abu Nawas langsung menghadap sang Gubernur.

Melihat kehadiran Abu Nawas sang Gubernur langsung emosi.

"Ngapain kau datang ke istanaku?," tanya sang Gubernur.

"Saya mendengar kabar anda menyuruh beberapa prajurit untuk menangkapi para sastrawan pintar di kota ini. Tapi kenapa aku tidak ditangkap? Saya sangat tersinggung!," jawab Abu Nawas.

"Oh jadi kamu menganggap dirimu bagian dari mereka?," tanya sang Gubernur.

"Tentu saja masyarakat di kota ini tahu siapa aku. Aku adalah sastrawan terpandai di kota ini," balas Abu Nawas.

"Baiklah algojo, tangkap Abu Nawas dan penggal lehernya," perintah sang Gubernur.

"Tunggu dulu, sebelum leherku dipenggal, perintahkan algojomu agar jangan sampai merusak rambutku. Sebab aku baru saja keluar dari tukang cukur," kata Abu Nawas.

Mendengar jawaban Abu Nawas itu, sang Gubernur kemudian langsung tertawa.

"Itulah jiwa kesatria yang aku kagumi darimu. Aku mengampunimu Abu Nawas," kata sang Gubernur.

"Bolehkah aku meminta satu permintaan?," tanya Abu Nawas.

"Apa permintaanmu? katakan saja!," jawab sang Gubernur.

"Saya juga minta pengampunan untuk kawan-kawanku," pinta Abu Nawas.

"Aku akan mengabulkan permintaanmu, tapi ada syaratnya. Kamu harus bisa menjawab 3 pertanyaanku," ujar sang Gubernur.

"Baik tuan, saya siap menjawabnya," sahut Abu Nawas.

"Menurutmu, aku gubernur yang adil atau dzalim?," tanya sang Gubernur.

"Tuan bukan Gubernur yang adil bukan pula Gubernur yang dzalim. Orang-orang yang dzalim itu adalah kita, sedangkan tuan adalah pedang keadilan yang membalas kedzaliman," jawab Abu Nawas.

"Luar biasa jawabanmu, sungguh menakjubkan Abu Nawas. Sekarang pertanyaan kedua, mana yang lebih bermanfaat, matahari atau bulan?," tanya sang Gubernur.

"Matahari terbit di siang hari bersamaan dengan terangnya dunia, maka menurutku matahari kurang bermanfaat. Sementara bulan terbit di waktu malam yang menerangi dunia dan menjadikannya seperti siang. Maka menurutku manfaat bulan lebih besar," jawab Abu Nawas.

Sang Gubernur pun tertawa dengan jawaban Abu Nawas. Meskipun nyeleneh, menurut Gubernur jawaban itu masuk akal.

"Baiklah Abu Nawas, sekarang pertanyaan yang terakhir. Menurutmu warna angin itu apa?," tanya sang Gubernur.

"Warna angin itu merah tuan," jawab Abu Nawas enteng.

"Apa alasanmu?," tanya sang Gubernur kembali.

"Kalau kita masuk angin lalu badan kita dikerok, pasti akan muncul warna merah pada tubuh kita. Itu menunjukkan kalau anginnya sedang keluar, berarti warna angin adalah merah," jawab Abu Nawas.

Untuk kedua kalinya, sang Gubernur dibuatnya tertawa terpingkal-pingkal oleh jawaban Abu Nawas.

"Kamu memang cerdik Abu Nawas, kamu mendapatkan apa yang kau inginkan. Ternyata apa yang dikatakan Baginda Raja tentangmu memang benar Abu Nawas," tutur sang Gubernur.

Abu Nawas spontan kaget mendengar nama Baginda Raja disebut oleh sang Gubernur tadi.

"Maksudnya tuan bagaimana?," tanya Abu Nawas penasaran.

"Sebelum aku ditugaskan kemari, Baginda Raja memberitahu saya kalau di kota ini banyak sastrawan pintar. Dan di antara sastrawan yang paling cerdik adalah kamu," kata Gubernur.

"Saya berniat memanggil mereka untuk saya kasih hadiah. Tapi sebelumnya saya ingin mengerjai mereka dulu, ternyata kamu malah datang untuk membantu mereka, dan ini adalah suatu kesempatan bagi saya untuk menguji kecerdasanmu," kata sang Gubernur menjelaskan.

"Jadi hukuman mati yang tuan berikan hanya pura-pura?," tanya Abu Nawas kaget.

"Benar Abu Nawas, saya hanya ingin mengerjai mereka sebelum aku memberikan hadiah kepada mereka," jawab sang Gubernur.

Mendengar pengakuan sang Gubernur itu, Abu Nawas pun terdiam sejenak.

"Kurang ajar! Ternyata aku masuk ke dalam perangkapnya. Tunggu saja pembalasanku nanti," ucap Abu Nawas dalam hati.***

Editor: Muhammad Ayus

Sumber: Youtube Juha Official


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah