Harus diakui sangat sulit mengungkap asal-usul Kesenian Sampyong. Sumber-sumber tertulis tidak ditemukan untuk menjadi referensi tentang sejak kapan Sampyong muncul di tengah masyarakat Majalengka dan siapa penciptanya.
Sampyong dipraktekkan dengan cara menyabet-nyabetkan rotan ke betis pemain lain. Setelah seorang pemain menyelesaikan sabetan, giliran pemain yang disabet menghajar betis pemain yang lebih dahulu menyabet.
Baca Juga: Motif Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang Bukan Perampokan, Polisi Punya Bukti Kuat Ini
Berdasarkan kemdikbud.go.id, pada awalnya jumlah sabetan tidak dibatasi. Bagian tubuh yang disabet pun dari ujung kepala hingga ke ujung kaki.
Karena itu di masa awal perkembangannya, pemain Sampyong dilengkapi topi dari bahan bambu untuk menahan pukulan di area kepala.
Diperkirakan karena campur tangan VOC yang menganggap Sampyong menyeramkan, jumlah sabetan dibatasi hanya tiga kali. Jumlah itu bertahan hingga kini.
Baca Juga: Kedatangan Tahap ke-41, Bio Farma Pastikan Vaksin Segera Didistribusikan ke Seluruh Provinsi
Di zaman Kesultanan Cirebon, Sampyong dipergunakan kerajaan-kerajaan di Majalengka untuk menyeleksi calon prajurit.
Tentu saja calon prajurit yang mampu menahan rasa sakit setelah disabet lawan menggunakan rotan, dinyatakan lulus uji.
Kerajaan-kerajaan di Majalengka banyak merekrut tentara untuk menghadapi ancaman peperangan dengan Cirebon.